Suara berisik dari luar membuat Zack terbangun, padahal ia baru saja memejamkan mata. Baru sekitar lima menit yang lalu ia tidur, sekarang sudah bangun saja. Ingin tidak memedulikan dan kembali tidur tapi tidak bisa. Suara gaduh dan menggemuruh itu sangat mengganggu. Suaranya terlalu keras, meski menutup telinga dengan bantal ataupun penutup telinga suaranya tetap saja terdengar.
Zack memang terlambat tidur malam ini. Tidak seperti malam-malam sebelumnya di mana ia akan tidur setelah makan malam dan berolahraga sebentar. Tadi ia memenuhi undangan Hailey untuk makan malam di rumah perempuan itu. Bukan hanya dirinya, beberapa orang tetangga dekat mereka juga diundang. Alhasil mereka berbincang lebih dulu, juga bermain catur. Hampir tengah malam barulah mereka bubar dan pulang ke rumah masing-masing. Zack memilih langsung tidur, ia merasa lebih lelah dan mengantuk dari malam-malam sebelumnya.
Namun, baru lima menit Zack terlelap, suara berisik yang memekakkan telinga membuatnya kembali terbangun. Dengan kesal Zack duduk, menyibak selimut dan menurunkan kaki kemudian melangkah ke arah jendela kamar, mencoba mengintip untuk mencari tahu penyebab kebisingan. Sepasang alis Zack berkerut melihatnya, beberapa tetangganya sudah turun ke jalanan. Sepertinya mereka juga merasa terganggu dengan suara itu. Zack memutuskan membuka pintu balkon kamarnya untuk melihat lebih jelas.
Zack membelalak lebar. Bukan karena para tetangganya melakukan sesuatu yang aneh, melainkan melihat sebuah benda raksasa berputar di atas langit mereka. Cepat-cepat Zack kembali memasuki kamar, berganti pakaian dengan yang lebih hangat dan keluar rumah dengan setengah berlari. Zack memutuskan untuk bergabung dengan para tetangganya yang sudah terlebih dulu berkumpul di jalanan depan rumah mereka.
"Jonah, apa yang terjadi?" tanya Zack berteriak untuk mengatasi kebisingan.
Jonah yang merasa mendengar dirinya disebut menoleh. Mengangguk saat melihat Zack.
"Apa yang terjadi?" tanya Zack lagi. "Benda apa itu?"
Kali ini Jonah mendengar pertanyaan Zack karena pria muda itu berdiri di depannya.
"Aku tidak tahu, Zack!" jawab Jonah balas berteriak. Kepalanya menggeleng beberapa kali. "Aku keluar ingin mengetahui penyebab kebisingan ini!"
"Lalu, benda itu!" Zack menunjuk ke atas mereka, ke arah benda besar yang memenuhi langit malam. "Benda apa itu?" tanyanya lagi.
"Itu juga yang menjadi pertanyaan kami, Nak! Benda itu terus berputar sejak beberapa menit yang lalu!"
Jonah menjelaskan sambil sesekali melirik pada benda yang dimaksud Zack. Benda itu berhenti berputar, memancarkan cahaya yang sangat terang. Cahaya itu nyaris seperti cahaya matahari, tapi tak membuat mereka merasakan kehangatan. Malam tetap dingin membekukan tulang.
"Astaga, kukira sudah pagi!"
Semua mata mengarah pada asal suara. Benda raksasa itu sudah tidak bersuara lagi, sehingga celetukan salah seorang tetangga yang masih berada di dalam rumahnya itu terdengar sampai ke jalanan. Pak Brown membuka jendela dan melongokkan kepala keluar jendelanya. Pria tua itu sepertinya baru saja terbangun. Pendengaran Pak Brown memang bermasalah, suara segaduh apa pun tidak akan bisa ditangkap oleh indra pendengarnya kecuali ia mengenakan alat bantu dengar, dan alat itu tidak tampak di telinganya.
Hanya sesaat mereka memperhatikan pak tua itu. Perhatian mereka kembali tertuju pada benda raksasa dan sinar terang yang dipancarkannya. Tanpa dikomando, Zack dan lainnya serempak mengangkat tangan mereka, melindungi mata dari cahaya yang sangat menyilaukan itu. Mereka masih sayang pada indra penglihatan mereka. Cahaya itu pelan-pelan meredup, seiring benda raksasa yang terlihat semakin dekat. Benda itu bergerak turun.
Keributan terjadi di antara mereka. Masing-masing berbicara mengemukakan pendapatnya. Sampai teriakan Martha mengagetkan mereka semua dan memaksa mereka untuk berhenti bersuara.
"Astaga, rumahku!" pekik Martha kencang. "Oh tidak! Benda raksasa sialan itu menghancurkan rumahku!"
Bukan hanya Martha yang memekik, tetangga-tetangga lain yang rumahnya berdekatan dengan rumah Martha pun melakukan hal sama. Rumah-rumah mereka sudah tidak terlihat lagi bentuknya karena benda raksasa itu yang mendarat di atas rumah mereka. Yang menjadi pertanyaan Zack dan beberapa pria yang tidak ikut bersuara, apakah benda itu yang sudah menutupi Dinar matahari selama sepekan ini?
Ada sekitar sepuluh buah rumah yang hancur karena dijadikan tempat pendaratan benda asing itu. Ternyata benda itu tidak sebesar seperti yang pertama terlihat. Zack menghalau pikirannya kalau benda ini yang sudah menghalangi sinar matahari untuk sampai ke bumi. Bukankah matahari merupakan benda terbesar di tata Surya? Tidak mungkin benda terbang itu bisa menutupi sinarnya.
Astaga! Benarkah itu? Koreksi ia bila salah. Zack tidak pernah suka bahasan tentang luar angkasa. Sejak masih sekolah dulu, ia akan membolos atau tidur di kelas bila pelajaran astronomi karena sungguh ia tidak pernah tertarik dengan hal itu.
Zack meningkatkan kewaspadaan. Ada bagian dari benda itu yang bergerak, Zack menyimpulkannya sebagai pintu. Benda itu bergerak pelan, semakin lama semakin terbuka lebar. Suara berdesis muncul setelah pintu benar-benar terbuka. Desisan itu diikuti dengan asap tebal yang keluar dari dalam. Zack menatap lekat kepulan asap itu, matanya memicing. Zack mundur selangkah, terkejut. Saat kepulan asap itu sirna, beberapa orang berdiri di ambang pintu.
Orang?
Zack kembali mundur selangkah, matanya membelalak lebar. Entah orang atau apa yang sedang menuruni tangga tak kasat mata itu, yang pasti mereka lebih tepatnya disebut sebagai makhluk kecuali mereka hanya mengenakan kostum. Zack mendecih. Kalau benar itu hanya kostum, orang-orang itu harus mengganti kerusakan yang sudah ditimbulkan di komplek perumahan mereka. Tidak ada trick or treat semenyebalkan ini.
Orang-orang berkostum itu sekarang berdiri beberapa meter di depan mereka. Kepala mereka bergerak ke kanan dan ke kiri, sepertinya sedang mengawasi. Zack berdecak kesal, dalam hati memuji kostum yang persis seperti sungguhan itu. Lihatlah bentuk kepala yang sangat persis dengan bentuk kepala kadal itu, juga tangan-tangan mereka beserta sialnya, dan jangan lupakan ekor itu yang nyaris sempurna. Zack penasaran di mana mereka membeli kostum kadal itu.
Salah seorang dari kadal itu berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Zack, begitu pun tetangganya yang lain. Mereka saling tatap satu sama lain, mencoba bertanya dengan tatapan mereka. Namun, tak ada satu pun yang menjawab karena memang itu bukan bahasa dari sini. Itu menurut Zack. Bahasa kadal-kadal ini sangat aneh, entah berasal dari belahan bumi mana mereka, yang pasti bukan dari daerah sini ataupun negara barat lainnya. Zack curiga mereka berasal dari benua terbesar di dunia. Bahasa dari benua itu beraneka ragam, dan tidak ada satu pun dari bahasa itu yang dimengerti olehnya.
Diamnya Zack dan para tetangganya sepertinya membuat para kadal itu kesal. Zack tertawa dalam hati. Bagaimana mungkin mereka bisa mengerti kalau bahasanya saja seaneh itu. Kadal yang tadi berbicara berteriak keras. Zack dengan cepat menutup kedua telinganya. Ia khawatir pendengarannya akan bermasalah kalau tidak menutup telinga. Teriakan super keras itu membuat telinganya berdenging dan sedikit sakit.
Si kadal yang berteriak menutup mulutnya sedetik sebelum kembali membukanya dan menjulurkan lidah. Zack kembali membelalak, lidah mereka ternyata juga bercabang persis seperti lidah reptil lainnya. Sekarang Zack mulai ragu. Apakah benar orang-orang itu hanyalah mengenakan kostum atau mereka sungguhan? Maksudnya, mereka bukan mengenakan kostum melainkan memang benar mereka makhluk setengah kadal. Zack bergidik, ngeri dan jijik dengan pemikirannya sendiri.
Belum habis keterkejutan Zack melihat lidah bercabang kadal-kadal itu, sekarang ia kembali dikejutkan dengan memanjangnya lidah yang terjulur itu. Bunglon, cicak, tokek, atau apa pun sejenisnya. Orang-orang atau makhluk-makhluk di depannya ini adalah sejenis dengan reptil yang tadi disebutkannya. Reflek Zack menghindar begitu lidah lewat di dekatnya, begitu juga Jonah dan beberapa tetangga lainnya. Namun, naas bagi salah seorang tetangga mereka.
Pria itu bernama Clyde McGarreth. Ia seusia Zack, hanya saja lebih tambun sehingga banyak yang mengira kalau Clyde lebih tua darinya. Namun, sepertinya sekarang usia sudah tidak berlaku lagi bagi Clyde. Tubuh besar Clyde roboh setelah kepalanya menghilang. Hayley dan beberapa perempuan lainnya berteriak histeris. Mereka tentu tidak menyangka akan melihat kejadian menakutkan seperti ini di depan mata mereka secara langsung. Melihat di dalam film saja mereka berteriak apalagi secara nyata seperti sekarang.
Para perempuan itu berlarian memasuki rumah mereka. Disusul oleh para laki-laki, tanpa dikomando mereka langsung meninggalkan tempat itu dan berlarian menuju rumah mereka. Beberapa pria berusia matang seperti Jonah dan Roger mengikuti Zack masuk ke dalam rumahnya, begitu juga dengan Russel. Zack mengunci pintu dengan tangan gemetar, segera menyusul Jonah dan yang lainnya ke atas begitu yakin pintunya terkunci dengan benar.
Di jendela kamar zack mereka berkumpul. Mengintip dari celah gorden bagaimana para kadal itu menyantap tubuh Clyde. Russel bergidik kemudian segera menuju kamar mandi. Sedetik kemudian terdengar suara orang memuntahkan makanan dari mulutnya. Sementara Zack dan kedua pria tua lainnya terpaku. Mereka nyaris tak bergerak menatap pemandangan mengerikan itu.
"Alien?"
Zack dan Jonah menatap Russel yang bersuara.
"Mereka alien, bukan?"
Zack berdecak setelah kesadarannya kembali. Nalarnya masih belum bisa menerima kata-kata yang keluar dari mulut Russel. Bekas muntahan bahkan masih terlihat di sudut bibir pria itu.
"Mereka itu alien, Jonah!" Russel berseru karena tak ada seorang pun yang terlihat memercayainya. "Tidakkah kau lihat bagaimana cara alien kadal itu memakan si gendut Clyde?"
"Lebih mengerikan mana dengan makhluk yang kau sebut alien itu mendatangi kita dan memakanmu, Russel?" tanya Roger membentak.
Russel tidak menjawab, tidak juga menggeleng atau mengangguk. Ia terlalu syok, bahkan hanya sekedar menggerakkan kepala untuk merespons.
"Jadi, berhentilah berteriak sebelum para kadal itu mendengar suaramu dan menemukan kita, kau paham?"
Russel masih tidak bergerak. Tingkahnya membuat semua orang kesal, termasuk Zack. Ia.tidak menyangka kalau Russel yang banyak omong ternyata seorang penakut.
Zack mengenal dan berteman dengan Russel saat Hailey kembali mengundangnya untuk ikut berdemo dengan mereka. Saat itu Russel setuju untuk ikut, ia bahkan terlihat sangat bersemangat. Sementara dirinya tidak berminat sana sekali. Ia kembali menolak tawaran Hailey, demo yang tidak terlaksana karena pada akhirnya terjadi hal yang tidak diduga tengah malam ini. Demo itu rencananya akan dilaksanakan besok.
Jonah kembali ke kamar Zack setelah tadi menghilang beberapa waktu. Pria paruh baya membawa beberapa senjata api koleksinya yang masih bisa digunakan. Jonah sangat merawat semua senapan itu dengan baik. Setiap hari ia terlihat selalu membersihkannya, meski hanya debu yang menempel.
"Apa kalian ada yang bisa menggunakan benda ini?" tanya Jonah meletakkan tiga pucuk senapan di meja dekat jendela.
Russel menatap senapan-senapan itu horor. Seumur hidupnya, tidak pernah ia berurusan dengan yang namanya senjata api. Sekarang ia harus menggunakannya? Astaga! Yang benar saja! Ia tidak akan bisa!
"Kadal-kadal itu sudah menyelesaikan makan malam mereka," lapor Zack tanpa menatap. Matanya fokus pada spa yang terjadi di luar sana. Tiga ekor kadal raksasa yang baru saja selesai menyantap tubuh Clyde. "Sekarang mereka mengendus, kurasa mencari jejak kita."
"Kadal tidak mengendus, Bung!" bantah Russel. "Kurasa mereka bahkan tidak memiliki hidung."
Russel hanya mencoba bercanda agar ketegangan di antara mereka agak kendur. Namun, yang terjadi justru tidak ada seorang pun yang menanggapinya. Ketiga pria lain hanya memutar bola mata mereka.
"Ayolah, Teman-teman, aku hanya mencoba mengurangi ketegangan saja." Russel mengerang, mengambil sepucuk senapan dan mengamatinya.
"Jangan sampai kau salah tembak, Russel!" Jonah memperingati.
Russel tidak menjawab, ia masih fokus pada benda yang berada di tangannya. Ia tidak percaya kalau akan memegang benda ini. Selama ini ia hanya melihatnya tanpa menyentuh.
"Mereka kembali ke pesawat mereka!"
Seruan Zack membuat ketiga pria berbeda usia yang lain menatapnya. Zack masih berada di dekat jendela, masih mengintip melalui celah gorden yang sedikit dibuka.
"Kurasa makhluk-makhluk itu karnivora," komentar Zack. "Buktinya mereka memakan Clyde hingga habis tak bersisa." Zack menggelengkan kepala membayangkannya.
Masih terbayang di matanya bagaimana tubuh Clyde yang tanpa kepala jatuh ke jalanan beraspal di depannya. Zack tidak menyukai film-film dengan genre thriller, dan tadi ia baru saja melihat salah satu adegan di dalam film bergenre itu. Sialan! Sepertinya ia tidak akan bisa tidur beberapa malam ini. Zack meremas rambut gelapnya frustasi.
"Jangan terlalu dipikirkan, Anak Muda!" ucap Roger. "Pikirkan saja bagaimana kita bisa melawan mereka tanpa harus kehilangan nyawa atau menjadi santapan mereka. Itu yang paling penting saat ini, agar kita bisa tetap hidup!"
"Percuma kita bisa melawan kadal-kadal itu karena pada akhirnya kita tetap akan membeku tanpa sinar matahari," celetuk Russel.
Zack mengangguk membenarkan. Kalaupun mereka bisa bertahan dari makhluk-makhluk itu, mereka tetap akan mati beku. Matahari belum juga menyinari bumi, kegelapan masih menyelimuti mereka. Entah siapa yang akan menghabisi nyawa mereka karena pilihannya tetap sama. Mati di tangan para kadal dan dimangsa, atau mati karena seleksi alam.
Zack mengembuskan napas, mengambil sepucuk senapan dan menimang-nimangnya. "Aku ragu kalau pemerintah mengetahui peristiwa ini," ucap Zack.
"Kenapa kita tidak mencari tahu saja!" usul Roger. Pria itu melangkah menuju televisi Zack yang berada berseberangan dengan tempat tidurnya. Perlu waktu tiga detik untuk mencapai televisi dari tempatnya berdiri saat ini. Kamar tidur Zack terbilang luas.
Roger menyalakan televisi, mereka perlu memantau keadaan di luar sana. Namun, televisi tidak bisa dinyalakan, seluruh siarannya terganggu.
"Kurasa kita terkurung di sini!"