Kenyataan Seperti Mimpi

1041 Kata
Elang dan Nara sampai di kafe tempat Mita merayakan ulang tahunnya. Tidak langsung turun, Nara menatap Elang sedikit lebih lama. "Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya lelaki itu saat sadar ada gadis yang tengah memperhatikannya dengan seksama. "Haruskah aku perkenalkan kamu sebagai pacar ke mereka?" tanya Nara kemudian. Dia hanya ingin meminta pertimbangan Elang. Walau sebenarnya dia juga tidak ingin melakukan itu. Mengingat di sana ada Raja, seseorang yang sangat dia inginkan menjadi kekasih. Nara sudah berusaha tampil maksimal hanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya tersebut. Diam-diam Elang juga menyadari hal itu. "Tidak perlu. Kamu boleh memperkenalkan aku sebagai apapun, tidak harus pacar." Jawaban Elang menjadi kelegaan tersendiri untuk Nara. "Baiklah. Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo kita turun," ajak Nara. Elang membantu membukakan pintu untuk gadis itu. Lelaki itu menganggap ini sebagai simulasi kalau nanti dia benar-benar memiliki kekasih. Walaupun masih tidak dapat diprediksi kapan itu akan terjadi. Elang merasa, selama dia masih berada di lembah hitam, akan sulit untuknya memiliki hubungan yang serius dengan seseorang. Di tangan Nara ada sebuah kotak berwarna merah. Dia membeli hadiah itu bersama Elang dan lelaki itu yang membayar. Seperti yang pernah dia pikirkan, Elang memang tidak sepenuhnya jahat. Garis itu merasa beruntung memiliki kesempatan untuk melihat sisi baik dari seorang Elang. Lelaki dengan pakaian serba hitam itu berjalan tepat di sisi Nara dengan kedua tangan dia masukkan ke dalam saku celana. Seperti biasa, Elang menunjukkan sikap antipati. Dia tentu tidak ingin menjadi pusat perhatian para tamu undangan. Mereka memasuki ruangan kafe VIP yang dipesan khusus untuk merayakan ulang tahun Mita. Kelap-kelip lampu, makanan, dan keramaian menjadi isi di dalam sana. Nara mengedarkan pandangan untuk mencari temannya tersebut. Akhirnya dia menangkap keberadaan Mita. Dengan langkah pasti, Nara menghampiri gadis itu. Tentu saja diikuti oleh Elang. Lelaki itu layaknya bodyguard yang tengah menjaga kliennya. "Hei, Nara. Senang sekali kamu datang," Mita menyambut kedatangan Nara dengan memeluk dan mencium kedua belah pipi gadis itu. "Selamat ulang tahun, Mita. Ini kado untukmu, semoga kau menyukainya." Nara menyerahkan kotak merah yang dia bawa pada Mita. Gadis itu menerima dan meletakkan kado tersebut pada tumpukan kado yang lainnya. "Terima kasih, Nara. Silakan nikmati pesta kecilnya. Eh, aku tidak pernah melihat dia. Siapa? Pacarmu?" selidik Mita dengan berbisik. Nara melihat Elang sekilas lalu kembali menatap Mita. "Bukan. Dia ... sepupuku. Dia baru saja mengunjungimu akhir-akhir ini, jadi kurasa membawanya ke sini merupakan ide yang bagus." ucap Nara meyakinkan temannya. "Ganteng juga. Sudah punya pacar?" Kita terlihat begitu tertarik pada Elang yang pura-pura mengamati sekitar. "Nanti aku tanyakan padanya. Dia sedikit galak, jadi aku sungkan untuk menanyakan hal pribadi seperti itu." Nara beralasan. Tentu saja Nara tidak ingin ada orang lain yang terlibat masalah dengan Elang seperti dirinya. Lagipula, Elang tampak tidak berminat untuk dikenalkan pada teman-temannya. "Baiklah. Kalau ada waktu luang silakan tanyakan padanya. Bagi kontaknya padaku juga boleh. Ahaha. Aku ke sana dulu ya, Ra. Silakan menikmati hidangan yang ada," "Baik. Terima kasih." Nara tersenyum. Memandangi punggung Mita yang menjauh darinya. Teriakan riuh tiba-tiba saja terdengar. Mereka semua memandang ke.arah pintu masuk. Nara tertarik untuk melakukan hal yang sama. Ternyata di sana ada seseorang yang memang sedang dia tunggu. Raja. Lelaki itu melangkah dengan penuh pesona, membelah para tamu yang memberikan jalan untuknya lewat. Senyum Nara merekah. Dia tidak percaya bis melihat Raja setampan itu malam ini. Raja tampak bercengkrama akrab dengan Mita. Pada dasarnya lelaki itu memang ramah kepada siapa saja. Nara mengalihkan pandangannya. Dia berjalan menuju meja yang menyediakan minuman dan mengambil satu gelas. "Nara, aku pergi dulu sebentar. Aku akan datang lagi ke sini menjemputmu. Hanya sebentar saja." bisik Elang. Lelaki itu baru saja mendapatkan pesan dari Beno. Ada tugas yang harus diselesaikan. "Baiklah." Nara tersenyum dan membiarkan Elang meninggalkan tempat itu. Gadis itu lebih memilih untuk menyendiri. Melihat teman-temannya yang lain berdansa dan menikmati pesta. Nara meneguk isi gelasnya perlahan. Menikmati setiap teguk minuman itu dengan penuh perasaan. "Hai, Cantik." Sebuah suara familiar terdengar di telinga Nara. Gadis itu menoleh dan mendapati Raja ada di sampingnya. Lelaki bak pangeran itu memegang gelas dengan warna minuman yang sama. Nara langsung memberikan senyuman manisnya. "Raja ... kau membuatku kaget," "Maaf kalau mengejutkanmu. Melihat seorang gadis cantik berdiri seorang diri di sini, membuatku tertarik untuk mendekat." Raja memang lihai dalam merangkai kata-kata manis. Nara sudah cukup terbiasa dengan itu. "Kamu juga sangat tampan. Jangan terlalu memujiku, aku takut terbang." Nara mencoba mencairkan suasana. "Bagaimana kalau kita berdansa? Kita sama-sama tidak memiliki pasangan di sini, bukankah itu hal yang sangat mendukung?" Nara ingin terbang. Dia tidak menyangka akan memiliki kesempatan untuk berdansa berdua bersama Raja. Rasanya seperti mimpi. "Ba-baiklah. Kurasa itu bukan ide yang buruk." Nara tentu tidak ingin menyiakan kesempatan itu. Mereka berdua kini berdansa. Menggerakkan tubuh mengikuti alunan musik. Pandangan mereka bertemu, benar-benar terlihat begitu romantis. "Hari minggu, apa kau punya waktu? Aku ingin mengajakmu mengunjungi tempat wisata yang baru dibuka. Bagaimana? Apa kau bersedia?" Raja mengajukan pertanyaan itu ditengah mereka berdansa. Nara teringat kesepakatan yang sudah dia buat bersama Elang. Dia tidak bisa pergi ke suatu tempat tanpa persetujuan dari lelaki itu. "Aku akan memberikan kabar padamu setelah melihat jadwalku." "Semoga jawabanmu tidak membuatku kecewa," "Semoga saja," --- "Kamu menikmati malam ini?" tanya Elang saat mereka berbeda di perjalanan pulang. Nara mengangguk cepat. "Ya. Malam ini sangat luar biasa. Aku merasa sedang berada di dalam mimpi yang nyata. Terima kasih sudah menjadi bagian malam terbaikku," Nara tersenyum lebar. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Pada akhirnya dia memiliki kesempatan untuk dapat berbicara berdua dengan lebih intens bersama orang yang memang dia inginkan. Selama ini obrolan mereka hanya seputar kegiatan kampus. "Tidak perlu sungkan. Bukankah kita saling menguntungkan di sini? Anggaplah aku sebagai sahabatmu," Elang tetap menatap ke depan. Nara bisa melihat sebuah luka goresan baru ada di pipi lelaki itu. "Kamu berantem lagi?" Nara sudah tidak mempedulikan perbincangan mereka sebelumnya. "Hal seperti ini akan sering terjadi. Kamu tidak perlu cemas. Aku sudah terbiasa." Elang tersenyum. Dia seolah sudah akrab dengan luka-luka yang berada di tubuhnya. "Aku akan mengobati lukamu nanti. Bagaimana bisa kamu bilang untuk tidak cemas? Lukamu lumayan serius," omel Nara. "Terima kasih sudah peduli padaku. Biasanya aku membiarkan lukaku sampai mengering dengan sendirinya." Lelaki itu tersenyum sekilas lalu kembali membuang pandangannya ke arah depan. "Begini ya ... rasanya mendapatkan perhatian dari seseorang?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN