2

2191 Kata
Herta sudah berjalan bersama Hani melewati kemacetan Jakarta yang cukup membuat mereka pusing. Agak takut juga terlambat karena jam yang disepakati hampir saja membuat mereka telat. Serial baru yang akan dicoba Hani adalah tema percintaan segi tiga yang tengah tren di masyarakat Indonesia sekarang. Tapi perlu digaris bawahi, kalau peran Hani di sini perannya benar-benar wanita kedua. Serial itu sendiri menghilangkan perasaan keluarga dan kasih sayangnya. Merebut kekasih orang lain dengan cara paling licik juga perseteruan antar pebisnis suksses. Kabarnya serial ini sudah mendapat kontrak yag cukup besar dari salah satu acara berbayar yang tengah digandrungi ini. kalau Herta tak salah membaca kontraknya, ada sekitar 20 episode di mana lokasi syutingnya di beberapa kota yang ada di Indonesia. Sutradara yang menggarap serial ini bernama Byan Hadinata. Lulusan dari akademi yang cukup gemilang nilainya serta terpandang dalam hal karya. Ia biasanya membuat film sastra dan karya-karyanya memiliki reputasi yang baik. Meskipun Herta memiliki koneksi di industry ini (berterima kasih lah Herta pada empat tahun pengalamannya mencari peran untuk Hani). bagaimanapun, dia belum memasuki lingkaran inti, dia hanya bisa menebak mengapa Byan untuk bekerja sama dalam seria dengan puluhan episode ini. Makanya Herta juga cukup penasaran. "Demi uang." Pernah Direktur Byan mengatakan itu saat wawancara mengenai proses pembuatan serial yang tengah ia garap ini. Di mana Herta yang tengah mempelajari karakter orang yang akan bekerja sama dengannya ini jangan sampai menyulitkan mereka berdua. Artinya … Byan pasti sudah memperkirakan besarnya produksi serial ini, kan? Yang jelas, pastinya akan membuat mereka semua terutama dirinya tertantang untuk menyelesaikannya. "Mengapa dia membuat serial seperti ini padahal ia bisa membuat film yang jauh lebih bagus?” tanya Herta dengan heran. “Aku tak tau.” Hani berkata dengan langkah yang kian lebar karena takut akan terlambat tiba di ruangan untuk mengadakan briefing terlebih dahulu dengan banyak orang di sana. Terutama kru film juga sang sutradara yang terkenal tegas itu. “Bukan itu intinya. Intinya adalah kau ingin mendapatkan peran ini." Herta menyerahkan hard drive kepada Hani, "Ada beberapa karya hebat oleh Direktur Byan, ​​​​Kamu harus menyelesaikannya sesegera mungkin. Semakin cepat semakin lebih baik agar kau bisa mempelajari apa yang ia sukai. Siapa tau nantinya ada perkembangan yang bagus untuk kariermu, Hani." "Aku sudah melihatnya,” tolak Hani pelan. Mereka sekarang tengah menunggu kedatangan lift yang bergerak turun ke bawah. Terlihat dari angka pada panel di sana. Ucapan Hani barusan membuat Herta menatap gadis yang mengenakan cape putih dengan rumbai di dekat dadanya itu dengan heran. "Sudah melihatnya?" Herta tak tahan untuk tak bertanya. “Kau … tidak main-main, kan?” Herta paling pintar kalau menguji sabar dan membuat Hani kesal mendadak. Tapi atas semua yang Herta lakukan untuknya, ia tak bisa marah. Ia pun tersenyum kecil sebagai balasannya. "Aku sangat pandai mengasah senjataku. Acting." Herta tersenyum lebar sekali juga mengacungkan jempolnya. Dan kemudian berpikir bahwa Hani suka memberi kejutan sebelum ujian ketika mereka masih kuliah. Di mana ia tidak pernah gagal kelas. Untuk sementara waktu, Herta cukup tenang karena Hani setidaknya sudah mempersiapkan dirinya mengasah sedikit kemampuannya siapa tau Direktur Byan mau memberi Hani peran yang lebih menonjol dar biasanya. Ia pun beralih ke masalah dan pemikiran lainnya. "Ada hal lain yang harus kau tau, Hani. Mungkin Itu tidak penting bagimu, tapi aku masih perlu mengingatkanmu." "Ada apa?" Mereka sudah berada di lift dan mulai bergerak naik ke lantai yang menjadi tujuan mereka. "Direktur Byan ​​​​kehidupan pribadinya tidak terlalu baik." "Urusannya denganku apa?" Hani cukup tau apa yang Herta maksudkan, tapi kalau dirinya berkata seolah ia akan menggoda seseorang demi karier, sepertinya Herta perlu diberi pukulan di kepalanya agar kembali berpikiran normal. Hani tak akan mau merendahkan diri seperti itu. “Aku hanya memperingatimu.” “Kau bergosip di mana saja?” "Tidak serendah itu, astaga!” Herta memukul pelan bahu Hani yang kini terkekeh. “Reputasinya sudah terdengar di banyak kalangan. Dia—tepatnya—bajingan." Hani sangat bingung, "Itu bukannya menjadi urusannya, ya?" Herta menghela napas lelah. "Rumor, maksudku rumor. Dia saat ini berkencan dengan tiga pacar sekaligus." Meskipun Hani telah mendengar gosip yang jauh lebih serius daripada ini setelah memasuki industri hiburan, untuk mempelajari acting seperti apa yang disukai Byan Hadinata, Hani baru-baru ini menonton beberapa film yang disutradarai olehnya. Salah satu yang membuat Hani merasa jatuh cinta adalah judul Ikatan Suci Haris Sanjaya. Di mana peran wanita serta prianya, saling berjuang satu sama lain untuk membuktikan kisah cinta mereka. yang mana dari latar ekonomi dan budaya yang sangat berbeda. Belum lagi pertentangan di antara keluarga besar mereka. semuanya Hani saksikan sambil berurai air mata. Pantas lah nama Byan melambung tinggi karena permintaan kualitas acting pemainnya bukan dalam level biasa saja. Hani harus benar-benar berjuang nantinya. Dan karena itu juga, Hani berpikir kalau Byan juga merupakan pria yang humoris, hangat terhadap keluarga, juga menghargai cinta. Makanya ia cukup terkejut mendengar ucapan Herta barusan. Walau bisa dibilang ia tak peduli, tapi ia cukup shocked. Apa benar rumor itu? Di saat antusiasme Hani mulai tinggi, Herta tidak berpikir bahwa yang akan ia ucapkan ini cukup menarik. Ia pun berkata, "Ketiga pacar semua tahu bahwa satu sama lain ada." Wajah Hani memucat ketika dia mendengarnya. Yang benar saja?! ini … serius? Saling mengetahui satu sama lain? Ada hal yang lebih gila dari ini? "Aku mendengar bahwa ketika Direktur Byan masih kuliah, seorang gadis memotong pergelangan tangannya untuknya." Hani mau tak mau melongo. Rahangnya sampai ia rasa jatuh ke lantai ditambah matanya menatap horror ke arah Herta. “Mahasiswa seni benar-benar luar biasa, hidup ini sangat ringan bagi mereka. buktinya tangan tak ada harganya untuk mereka korbankan.” Hani berkomentar dengan serius. "Ada juga aktris yang membuat hal semacam ini untuknya." "Mungkin karena Direktur Byan sangat menawan?" "Kamu menyebutnya menawan? Kurasa perlu ada koreksi. Tapi pesona" "Ini benar-benar bukan pesona." Hani keluar dari lift dan terus melangkah. "Ini ajaib." Herta mendorongnya dengan keras, "Aku ingin kau berhasil dalam audisi kali ini, Hani. Jangan berbuat masalah yang bisa membuatku jantungan.” “Memangnya aku ini biang masalah?” Hani terdengar tak terima. ia mencebik kesal. “Bukan biang masalah tapi sering kali tindakanmu yang bodoh membuat kita dalam masalah.” Andai ada yang bisa menukar Herta dengan sebungkus lollipop mungkin sudah Hani lakukan sejak tadi. Tapi Hani tak tega melakukan hal itu setelah sekian lama dan banyak hal yang Herta lakukan untuknya. Ia pun hanya bisa menghela napas panjang dengan senyum kecil. "Jangan khawatir, aku sudah belajar teknik." *** Saat pertemuan dua hari lalu di mana briefing untuk menentukan lokasi audisi, disepakati kalau audisi diadakan di studio Direktur Byan di kawasan Senopati. Dan selama mempersiapkan diri, Hani dan Herta pun banyak mempelajari acting pada actress dan aktor yang dibawahi oleh Direktur Byan itu. Sesekali mereka berdiskusi panjang bukan sekadar mengomentari peran satu dua orang di sana. Setidaknya Herta tau kalau Hani tak main-main untuk audisi ini. Semoga saja keberuntungan menghampiri mereka. Dan hari yang ditunggu pun tiba. Hari audisi. Namun hari itu mendung bergelayut manja di langit Jakarta. Bahkan rasanya membuat enggan Herta dan Hani untuk beranjak dan mengeluarkan mobil mereka. Apalagi Pak Li, tetangga yang ada di depan kost mereka bilang, dengan kata-katanya yang sering asal itu, kalau akan terjadi sial untuk mereka berdua. Sembarangan sekali. Hampir saja Herta memakinya kalau tak ingat usia Pak Li yang sudah tua itu. Juga Hani yang menahan lengannya agar cepat masuk ke dalam mobil. Kendati demikian, hal yang Pak Li katakan sedikit banyak mempengaruhi suasana hati Hani. Biasanya pria tua itu tak banyak bicara dan sekalinya bicara biarpun terkesan ngawur, sering kali kejadian. Hani takut, audisinya berjalan buruk. Astaga! Kenapa ia harus memikirkan ucapan Pak Li? Ia enyahkan dengan segera di mana mulai konsentrasi dengan persiapannya saja. Audisi berlangsung di studio pribadi Direktur Byan. Terletak persis di tepi jalan yang cukup terlihat dan mudah dicari. Bangunan dua lantai bergaya barat dengan halaman parkir yang kecil. Hanya muat beberapa mobil di sampngnya saja. Di mana beberapa bambu setengah mati ditanam. Herta belum pernah melihat karya Direktur Byan kecuali dua malam ini bersama Hani. Dia sibuk berurusan dengan berbagai hubungan interpersonal juga dokumenr kelengkapan lainnya dan hal-hal sepele sepanjang tahun mengenai perpajakan Hani serta banyaknya laporan keuangan sahabatnya itu. sebenarnya ia kurang menyukai karya Direktur Byan karena baginya, film sastra adalah film yang bisa membuatnya mengantuk dan membosankan. Jadi dia tidak memiliki perasaan jatuh cinta pada karya Direktur Byan. Mereka berdua tak menyangka, banyak sekali aktor yang datang untuk mengikuti audisi. Bahkan banyak yang mengantre di halaman. Dengan sorot mata tajam, Herta mengenali banyak rekan yang menemani artis-artisnya, banyak di antaranya adalah nama besar di industri. Memindai satu per satu saingan Hani yang tampaknya benar-benar melakukan persiapan yang sangat matang. Astaga. Hani hanya menemukan tempat duduk yang sederhana dan telah bersama Herta selama bertahun-tahun di mana Hani mengenali tingkah manager merambah asistennya itu. Dari matanya yang tidak menentu, dia telah membaca bahwa Herta sedang bersiap untuk memasuki mode sosial kapan saja. mencari rumor. Apa lagi. juga untuk memperluas jaringannya. Hani mengenakan kacamata hitamnya, mendorong Herta maju dengan tenang, dan berbisik, "Pergilah, Pikachu." Herta tertawa, berbalik dan menepuk bahunya, dan berjalan ke kerumunan dengan senyum licik. Jangan lupa satu kerlingan jahil Herta beri sebagai penutup. Adegan kerlingan usil itu kebetulan jatuh sekali tertangkap ke mata Direktur Byan yang baru saja membuka salah satu pintu kaca di sisi kanan dari tempat Hani dan Herta duduk. Byan diberitahu asistennya, kalau sudah banyak yang menunggunya untuk audisi. Yang ia tak sangka, akan sebanyak ini orang yang datang. Hani dengan rambut cokelat panjang segera mengambil kesempatan untuk tampil di depan Direktur Byan dengan sangat tepat. Tersenyum kecil ke arah pria itu Byan memperhatikan bibirnya yang merah cerah bergerak, tetapi tidak bisa mendengar apa yang dia katakan, jadi dia mengikuti pengucapannya dengan penuh minat dan mengulangi: "Ayo, potong, kopi, bola." Hani itu tercengang, "Direktur Byan ingin aku pergi?" "Namamu Pi Ka Ball?" Hani mengerjap pelan. ingin bertanya tapi situasi sangat membingungkan. Mata Byan mengarah padanya tapi ucapan itu untuk … asistennya? Yang seperti professor di universitasnya dulu? Ya Tuhan?! Kenapa tadi ia tanggapi? "Tidak, bukankah Direktur Byan baru saja mengatakan 'Go Pikachu'?" Si asisten itu kembali bicara. Yang mana segera saja Hani sadar apa yang Byan lakukan. Ia menirukan gaya bicara Hani pada Herta tadi. Astaga! Memalukan sekali. Direktur Byan menatap kosong pada asisten kecil yang tampak seperti kutu buku yang sangat aneh itu. Namanya Nino, asisten yang bekerja dengan Byan sepanjang tahun dan mengetahui arti ekspresi sang bos saat ini. Jadi dia mengambil inisiatif untuk menjelaskan: "Pikachu adalah karakter dalam anime, 'Go, Pikachu' adalah frasa Internet, yang berarti 'kamu pergi'" Byan tidak berbicara lagi menyisakan Hani dengan mulut terbuka lebar. tak percaya kalau Byan menyindirnya dengan telak. Berurusan dengan pria model apa dirinya sekarang, hah? Sementara Byan yang pergi berlalu dari kumpulan orang-orang yang akan mengikuti audisinya itu, mempunyai kesan pertamanya tentang Hani. Entah kenapa diperdalam oleh karakter anime yang asing dan tidak relevan ini. Pikachu. Di lain sisi, karena Hani sering melihat banyak rumah produksi, mendatanginya saat akan ikut audisi seperti ini, juga bicara langsugn dengan sutradara baik yang senior atau pun masih memulai karier di dunia hiburan, jarang sekali Hani terkena demam panggung. Tapi kenapa di hadapan Direktur Byan tadi, ia seperti kehilangan jati diri? Ditambah Hani masih ingat sindiran mengenai ‘Pikachu’ yang masih menggema di kepala. Sayangnya Herta tak melihat bagaimana pucatnya Hani saat menghadapi Direktur Byan tadi. Namun karena hari ini Hani datang dengan banyak harapan, ia segera menyingkirkan pemikiran konyolnya barusan. Ia akan bekerja keras dan memberikan hasil terbaiknya. Dalam audisi hari ini, Hani percaya bahwa dia tampil dengan baik dan merupakan penampilan yang normal pada tingkat kemampuan aktingnya. Harus. Orang yang bertanggung jawab atas kegugupan yang melandanya sejak memasuki ruangan audisi, yang bisa ia bilang hidup dan matinya di hari ini, telah duduk di belakang monitor sejak awal. Dengan ekspresi serius, datar, juga kaku. Oh, jangan lupa matanya tajam seperti elang yang siap memangsa kapan saja. Pada akhir audisi Hani. Ia diminta untuk melakukan beberapa adegan termasuk harus menangis dengan tempo yang cepat karena perubahan situasi yang ada di skrip. Dalam keheningan seluruh ruangan, fotografer dan produser memusatkan perhatian pada Direktur Byan yang kini bangun dari kursinya. Ketika seseorang berbisik "Direktur Byan" untuk mengingatkannya untuk memberikan kalimat penutup, Hani membenarkan kalau pria yang tadi mengejeknya adalah benar Direktur byan. Dan benar saja, dia adalah Byan. "Namamu Hani Astrisaka?" tanya Byan dengan suaranya yang tegas tapi menimbulkan kesan tersendiri bagi Hani. Hani yang telah banyak melihat sutradara baik yang senior juga junior, memberi kesan kalau Direktur Byan ini memang sangat mengesankan. “Ya,” sahutnya singkat Byan Le tersenyum ketika dia mendengar kata-kata itu. Menundukkan kepalanya dan mencari pena dari suatu tempat. Mencoret-coret informasi mengenai gadis berambut cokelat milik Hani. Hani tidak bisa melihat apa yang telah dia tulis, tetapi karena tindakannya di depannya, dia membuat dirinya tanpa sadar menemuni ketegangan dan kegugupan tersendiri. Di masa lalu, hasil audisi adalah untuk memberi tahu agen setelahnya. Dia tidak tahu apakah langkah Byan berarti dia harus mengumumkan "penolakan" di tempat atau— "Nama yang bagus," kata Byan dengan tenangnya. Titik balik yang tak terduga membuat Wen Hani agak terkejut ketika melihat ekspresi Byan. Berbeda dengan sikap santai Byan, Hani hanya memiliki dua kata di hatinya: bencana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN