3

2081 Kata
“Aku sangat pandai memanipulasi hati orang.” Hani menyimpulkan kesannya tentang Direktur Byan setelah kembali ke kost. Walau ada kesan tersendiri di mana ia agak takut sebenarnya, tapi lebih dari itu … dia lolos!!!! “Dia memujimu atas nama baikmu. Bukan karena hal lain. Bagaimana dia bisa melihat bahwa kau mampu memanipulasi hati orang?” Herta berkata tidak setuju. Dia tidak suka pujian berlebihan di industri hiburan apalagi terlontar dari bibir seorang Byan Hadinata itu. Jadi Hani jika telah keluar selama bertahun-tahun, bahkan jika dia tidak populer, Hani bersikeras untuk tidak menjalankan lingkaran penggemar. “Dia tahu betapa pentingnya hasil audisi bagi aku. Jadi dia sengaja menggambar garis di atas kertas. Ketika kegugupanku meningkat, dia hanya memuji aku dengan nama yang bagus.” Hani menjelaskan perlahan. Dengan mata penuh binary senang lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Analisaku tak berlebihan apalagi untuk menjangkau hal yang kurang kau ketahui mengenai diriku.” Hani dan kepercayaan dirinya yang tinggi ini. “Kau tau, aku sangat senang hari ini. kita makan di luar untuk makan malam. Persiapkan dirimu, Herta.” Herta mengagumi analisis Hani. "Aku tidak berlari dengan sia-sia hari ini kalau yang kita dapatkan adalah proyek sebenar ini. Dan omong-omong, aku menaruh beberapa berita tentang peran utama." Protagonis dari serial baru ini adalah pasangan dari Bandung. Satu adalah putra seorang panglima yang kembali dari luar negeri setelah menyelesaikan pendidikannya. Lainnya adalah seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga keturunan ningrat. Seluruh alur dalam serial itu hanya berputar di sekitar cinta keduanya, dan pada saat yang sama mencampuradukkan pilihan kedua keluarga selama terjadinya puncak konflik. Hani adalah seorang abdi dalem yang menyukai pemeran utama pria. “Ada dua protagonis laki-laki dalam skrip yang k****a ini. Coba tebak siapa?” ​​Herta sengaja mengkhianatinya. "Apakah aku pernah bekerja sama?" "Tidak dalam serial yang pernah kau bintangi. Tapi kalian menghadiri acara bersama." Herta menatap Hani penuh arti. Membuat Hani mengerutkan kening jadinya. "Keduanya?" Hani masih sangat penasaran. Dia mengangguk kepala tanda setuju dan masih meminta Hani untuk menebakkan. "Apakah mereka pernah bekerja sama dengan Direktur Byan?" Mata Herta berbinar seterang lampu pijar, "Pertanyaan bagus. Salah satu dari mereka bekerja dengan aku." Hani mengingat-ingat siapa saja aktor yang memenuhi spesifikasi yang tadi Herta sebutkan. Seperti tenda di benaknya yang mana harus ia sibak satu demi satu. Dan ketika ia mendapatkan jawabannya, segera dia secara akurat menangkap sebuah nama, "Dimas Beck?” "Tebak yang lain." Hani terperangah. Padahal ia merasa tebakannya sangat tepat. "Yang lainnya hanya sepintas lalu, Herta. Aku tak mengenal banyak orang. Atau?" "Ini memang sama sepertimu. Hanya peran pendukung tetapi kemampuan akting orang-orang juga sangat bagus." Hani mencoba kembali peruntungannya. "Dia … Fauzan Ahmad?" "Sangat cepat?" "Keterampilan akting dalam peran pendukung dari seorang fauzan Ahma memang patut diperhitungkan. Dan ini lah alasan utamanya dia satu-satunya yang lulus ujian?" Herta mau tidak mau memberinya tepuk tangan. Ketika dia masih muda dan sembrono di perguruan tinggi, keuntungan pertama yang ditemukan Herta di Hani adalah dia memiliki pikiran yang sangat jernih. Juga tebakan dan analisanya sangat bagus. “Apakah kamu mengambil kelas Olimpiade matematika di sekolah menengah?” Herta tiba-tiba teringat dan bertanya. “Jika saja kita satu sekolah dulunya. Kecuali saat kuliah tentu saja.” Tapi mata Hani jadi berkilat, "SMP." "Apa yang terjadi kemudian?" Herta juga tak menyangka kalau hani benar-benar pernah ikut olimpiade matematika. Yang benar saja! ujian miliknya saja nilainya benar-benar didongkrak dengan absensi kedatangannya yang selalu tepat waktu. “Otakku bodoh, aku tidak bisa mengikuti perkembangannya.” Hani menyela dan mengelak dengan tepat. Ia tak mau membicarakan masa-masa sekolahnya dulu. Kecuali saat ia berada di bangku kuliah. "Apa peran utama wanita juga sudah direvisi?" "Sudah. Kau tau, direktur Byan sangat ingin peran itu dimainkan dengan wanita yang pas menurut kacamatanya. Seleranya sangat tinggi." Herta memperhatikan suasana hati Hani yang tidak normal dan memberikan jawaban langsung, "Mariska Choi. Kau tau, pendatang baru yang langsung melejit karena beberapa kali didompleng artis ternama lainnya." "Hanya dia?" Herta hanya mengangkat bahu mengiyakan. Mariska sangat populer baru-baru ini, aktris lini pertama yang memang layak. Dalam kata-kata Hani, dia adalah seniman sukses yang telah dibina oleh usahanya sendiri dikombinasikan dengan kemajuan zaman. Dan jangan lupa, beberapa artis senior mendukung langkahnya itu. Tidak seperti Hani, Mariska memiliki wajah yang manis, dan dia terlihat sangat baik ketika dia tersenyum. Hampir semua memperlakukannya sebagai sapi perah. Banyak tawaran sana sini yang disabet dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh oleh Mariska Choi. TV berseri pun melihatnya sebagai jaminan menaikkan channelnya. Penonton berpikir dia terlihat menyenangkan dan penggemar mengenalinya sebagai "Saudari Nasional" dan "Putri Nasional. Gadis itu satu tahun lebih tua dari Hani dan debutnya juga merupakan drama kampus pemuda. Klise. Percintaan masa muda yang epic juga dibumbui persaingan dalam akademis. Tetapi Mariska adalah pemeran utama wanita ketika dia memulai debutnya dan ketenarannya meroket begitu saja. Tanpa kendali juga tak terhentikan. Namun, baru-baru ini, dia dan Hani memiliki kesulitan yang sama. Jadi … bisa dikatakan peran yang mereka dapatkan selalu monoton. Tak bisa membuat keduanya berkembang dengan baik dan itu bisa fatal akibatnya kalau terus menerus ada di titik yang sama. Ada terlalu banyak peran yang disamakan dan mereka harus menerobos. Herta tidak sering membandingkan Mariska dan Hani bersama-sama. Lagi pula posisi mereka berbeda. Ketika hanya sesekali diperlukan untuk mendesak Hani untuk membuat kemajuan dalam arti berakting lebih baik lagi, Herta akan berkata, "Meskipun Mariska selalu memainkan gadis manis, baik hati, santun, setidaknya mereka telah memainkan tipe ini secara ekstrim dan terus menerus. Dan hubungan penonton bukanlah sesuatu yang hanya tergantung pada wajahnya. Yang mana maksud Herta adalah, Jangan meremehkan kemampuan akting seorang Mariska Choi "Masuk akal." "Aku tidak mencoba untuk berargumen denganmu." Herta mencoba sekali lagi berkata agar tak menyinggung hati Hani. "Dimengerti.” Hani tersenyum. Ia memang tak sakit hati dengan apa yang Herta ucapkan. “Kamu ingin aku bekerja keras untuk memainkan peran pendukung wanita yang baik." Herta mengangguk cepat dan mengacungkan dua jempolnya. “Kau berjanji mentraktirku makan, Hani. Jangan sampai kau tunda hingga perutku terisi naga yang sangat kelaparan.” Urusan makan selalu saja Herta ingat dan Hani memang tak pernah mempermasalahkannya. “Ayam goreng?” “Astaga, Tuhan! Kenapa aku memiliki sahabat yang sangat pelit? Aku mau steak! Steak, Hani!” *** Seminggu kemudian, judul serial baru besutan Byan Hadinata "Mencintaimu selamanya" diumumkan secara resmi beserta daftar semua pemerannya. Email serta pemberitahuan ini sangat Herta tunggu sampai gadis itu tak bisa tidur dengan nyenyak. Sementara Hani rasanya lebih santai menyikapi karena ia merasa akan mendapatkan peran yang memang tak jauh dari peran pendukung wanita entah yang ke berapa. Hani mendapat peran pendukung wanita, bukan abdi dalem dari keluarga pemeran utama wanita. Tapi … ia pun sampai terbeliak menatap namanya yang terpampang di sana. Istri dari ayah pemeran utama wanita. Itu yang ia dapatkan sebagai peran kali ini. Untuk peran kali ini, Herta dengan sengaja membalik-balik pengenalan karakter yang mana belum ia baca dengan tuntas karena merasa bukan bagiannya. Makanya sedikit aneh dan butuh penyesuaian lagi. Lalu ia pun berkata dengan penuh curiga. "Siapa wanita ini?" Pertanyaan Hani merujuk pada peran untuknya kali ini. "Hampir serupa dengan peran yang tadinya untukmu, Hani." "Bagaimana bisa kau katakan hampir serupa?” Hani menekankan ucapannya. Ia pun menyugar rambutnya dengan rasa frustrasi. “Kalau peran yang kemarin, setidaknya ada adegan emosional dengan tokoh utama pria sebelumnya dan sekarang ini?" "Yang satu abdi dalem keraton dan yang satunya penyanyi kafe, bukankah sama?" Herta tersenyum kecut, "Jika kamu tidak ingin peran itu, aku akan menolak? Menghadapi kemarahan dan namamu bisa terancam jelek karena pemilih." Hani menghela napas pelan. “Pergi? Kenapa kamu harus pergi? Untuk menolaknya?” Wen Hani menjawab dengan optimis, “yang benar saja, Herta. Aku ambil kesempatan ini. biarpun, yah … aku harus melakukan beberapa penyesuaian.“ Hani terkekeh lalu kembali bicara. “Jarang memiliki kesempatan untuk bekerja dengan Dimas Beck.” "Kapan kamu melihat cara bermain Dimas Beck?" "Film Direktur Byan kebanyakan mengambil peran di mana Dimas Beck selalu ikut serta. Tidak kah kau pelajari? Menurutku cukup menarik." "Sama seperti film-film membosankan besutan Byan. Apakah kamu masih menemukan para aktornya menarik?" Herta berkata dengan tangan terlipat di d**a. Kalau saja bukan karena peran yang cukup bisa mendompleng nama Hani di kancah hiburan tanah air, ia pastinya malas kalau harus mengikuti gaya sutradara Byan ini. "Sepertinya ini saat yang tepat untuk kita tertawa. Ha. Ha. Ha.” Hani menyeringai dan sedikit memukul bahu Herta pelan. “Aku ingin tidur. Kalau kau masih ingin di sini, jangan mengangguku. Siapa tau peran ini langsung merasukiku jadinya tak ada kata, ‘cut’, ‘cut’, seenaknya.” Herta tergelak sempurna. *** Setelah menyelesaikan kontrak dengan pesta drama dan mengkonfirmasi waktu untuk bergabung dengan bagian dari keluarga kru film besutan baru ini, Herta untuk Hani menunda beberapa kegiatan komersial selama jadwal. Byan Hadinata tidak suka aktor mengambil cuti, bahkan jika Hani adalah peran pendukung dan siklus syuting ditkamutangani selama 90 hari, dia harus mempersiapkan 90 hari kerja. Hani secara alami tidak memiliki keraguan tentang ini, meskipun dia sudah lama tidak berkecimpung di industri ini. Dia dan Herta memiliki pemahaman yang diam-diam bahwa ketenaran dan kekayaan itu penting dan tugas lebih penting. Oleh karena itu, keduanya jarang mengalami konflik karena pengaturan kerja, dan mereka masing-masing menjalankan tugasnya dan sangat berdedikasi. "Mencintaimu selamanya" difilmkan dalam serial berseries sekitar 20 episode. Pembuatannya dilakukan di beberapa tempat destinasi wisata di Indonesia sekaligus disponsori oleh bagian travel perjalanan di mana ikut membantu memasarkan ke khalayak ramai mengenai series ini lebih luas lagi. Direktur Byan memiliki tim fotografi sendiri dan memilih landscape di SCBD dengan latar gedung tinggi. Tim sudah melakukan survei tahap awal dan menemukan titik yang sangat sesuai untuk beberapa poster juga banner promosi. Adegan pemotretan utama ditetapkan di sana dan tim seni telah mengatur adegan terlebih dahulu. Pemeran utama—terutama karakter kaya dan berkuasa—harus dikirim untuk studi etiket selama dua minggu belakangan ini. Byan memiliki niat untuk menciptakan impian yang ada di benaknya di mana mengharuskan para aktor untuk menangani semua detail kehidupan mereka dengan baik. Hani berperan sebagai penyanyi dan juga selir dari keluarga kaya. Dia harus belajar lebih banyak. Hanya merokok, dari rokok biasa hingga cerutu, hingga hookah, tembakau kering. Ya Tuhan! Itu sangat berat. Wen Hani secara khusus diminta untuk memakai cheongsam untuk mempelajari gerakan-gerakan ini. Herta menyatakan simpati atas situasi Hani di aplikasi berkirim pesan, w******p. Hani tidak merasa bosan sedikit pun. Dia menjawab Herta juga mengatakan, “Setelah begitu banyak film, ini adalah pertama kalinya aku merasa seperti aku akan syuting.” Mendengar pengakuan Hani, membuat herta tertawa geli. Selama studi kursus, asisten Lio mengikuti, tetapi Herta tidak pergi, dan bertanya kepada Lio berapa banyak orang yang mengingatnya setelah itu. Lio adalah asisten Mariska di sini. "Mariska memiliki kulit yang bagus, Dimas memiliki mata yang bagus, dan Fauzan yang paling tampan." "Benar saja. Aku tidak menyangka dia menerima peran sebagai pemeran utama pria kedua." "Byan memang pintar mengatur strategi. Makanya terlihat makin menawan," jawab Hani. "Bisakah ini juga terkait dengan pesonanya?" "Fauzan bersedia menjadi pemeran utama pria kedua, bukan karena Byan?" Hani tak mengubris protes Herta. “Apakah dia ada di sini akhir-akhir ini?” Herta bertanya. "Tidak." "Itu benar. Aku mendengar bahwa dia masih meminta penulis skenario untuk mengubah naskah." “Masih berubah?” Hani terkejut, karena sampai sekarang dia tahu bahwa karakter dan perannyanya dalam serial kali ini bernama Denisha, penyanyi, dan dia adalah istri muda keenam yang baru dinikahi oleh tuannya. "Itu sebabnya aku katakan kepadamu untuk tidak membuat kegaduhan dengannya. Ini akan segera dimulai, dan para aktor belum mendapatkan naskahnya. Mereka tidak mengikuti aturan." Herta mengambil kesempatan untuk "menjatuhkan" Byan. "Dia telah memenangkan banyak penghargaan dan itu bukan nama palsu." "Saat aku ke studionya hari itu, bambu di halaman ditanam seperti itu. Pasti artistik." “Apa hubungannya menanam bambu dengan seni?” Hani sangat bingung. "Kamu tidak mengerti." Herta tidak berencana untuk menjelaskan padanya, karena itu melibatkan terlalu banyak konten dalam "hadap rumah yang membawa hoki” Setelah kursus etiket selama dua minggu, Hani akhirnya mendapatkan naskahnya. Karena rasa ingin tahu yang naluriah, dia segera membaca seluruh naskah tanpa meletakkannya. Yang mengejutkannya, naskahnya seperti n****+, yang mudah dibaca, dan perannya tidak setipis yang dikatakan Herta. Dia tidak hanya memiliki adegan emosional dengan tuannya, tetapi juga dengan pria kedua—putra tuannya. Dan juga si pemeran utama. Adikku memiliki garis cinta. “Jadi, ada sedikit literatur Ibu dalam drama ini?” Herta membuat ringkasan singkat. "Jika aku mengerti dengan benar, seharusnya begitu." "Apakah kamu mencibir, Hani?" Herta mencebik. "Tidak." Hani membantah, "Aku hanya murni dan sedikit bersemangat." Hani tersenyum lebar. “Tak sabar untuk segera memulai proses syuting ini.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN