BAB 3

1101 Kata
"Dag Dig Dug, suara apakah itu?" ••♡♡♡•• DETAK jantung memang selalu berlawanan dengan tingkah laku apalagi logika. Virya kini sedang membantu Prada Ardan berlatih. Berlatih berjalan tepatnya.  Virya syok saat mendatangi kamar sang Prada tetapi tidak menemukan lelaki itu. Hingga suara bunda menggema berseru bahwa lelaki itu memaksakan kakinya untuk berjalan.  Di jarak yang sangat dekat itu, Virya merasakan detak jantungnya begitu kencang. Dalam hati ia berharap, semoga sahabatnya itu tidak mendengar suara jantungnya.  "Vir.."  "E-ehh.." Virya tersentak saat memegangi dadanya dengan sebelah tangannya. Karena tangan yang sebelahnya ia gunakan untuk membantu menyangga tubuh Prada Ardan.  "Kenapa? Aku bau ya?" Virya mengernyitkan dahinya.  "Nggak. Wangi gini kok," jawab Virya sangat jujur. Ia memang sangat suka dengan bau badan Prada Ardan saat ini. "Aku belum mandi tapi kamu bilangnya wangi. Heran aku sama hidungmu, bermasalah ya?" Virya mengutuk dirinya yang diam-diam menyukai bau badan Prada Ardan.  "Ihhh! Pantesan bau banget." Virnya mendudukkan Prada Ardan di bangku taman belakang rumah.  "Tadi katamu wangi!?" Prada Ardan menaikkan volume suaranya.  Virya pun juga mengambil duduk di samping Prada Ardan, "ya tadi bohong! Kan nggak enak kalau jujur. Kasihan nanti kamu malu," jelas Virya diakhiri dengan menjulurkan lidahnya. Mengejek Prada Ardan.  Prada Ardan pun meminta bantuan kepada Virya untuk membantunya berjalan masuk ke dalam kamar. Virya hanya menuruti perintah sang Prada. Sampai di depan pintu kamar Prada Ardan. Pintu itu tertutup dan sedikit susah untuk dibuka, padahal tidak dikunci.  "Diam ya, kalau nggak..."  "Kalau nggak apa?" "Ya pokoknya kamu diam aja!" Virya berusaha meraih gagang pintu. Wajahnya melewati wajah Prada Ardan. Lelaki itu menelan ludahnya, apa-apaan ini? Sekarang Prada Ardan tahu, mengapa Virya menyuruhnya diam saja. Karena jika ia melakukan pergerakan sedikit saja, maka sudah dapat dipastikan bibirnya akan mendarat di pipi mulus Virya.  Hingga Prada Ardan terdiam dan sulit bernapas.  Ceklek.  Alhamdulillah, satu ujian terlewati. Pintu terbuka, keduanya kembali berjalan. Dalam hati Virya mengutuk dirinya yang dengan bermacam-macam makian.  "Hahh..."  "Segitu aja capek!" Sindir Prada Ardan.  Sejujurnya Virya tidak merasa lelah sama sekali. Ia hanya berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya. Mengingat kejadian gagang pintu tadi. Oh astaga!  "Mandi gih! Bau!" Virya keluar kamar Prada Ardan.  "Tadi katamu wangi!? Heyy!!" Teriakan itu Virya abaikan. Entah, bagaimana caranya Prada Ardan mandi? Virya mengabaikan lelaki itu. "Kenapa Ardan teriak, Vir? Kamu apain anak bunda?"  Virya memegangi dadanya. Bunda!? Wanita itu selalu muncul disaat yang kurang tepat. Virya dengan enteng menjawab, "Ardan bau, Bunda. Jadi, ku suruh dia mandi."  Bunda hanya ber-oh ria, kemudian melenggang ke dapur. Virya pun mengekori sang bunda. Sebelum itu ia menyambar tasnya dan mengeluarkan sekotak kue kering buatan sang ibu yang diperuntukkan untuk bunda Ardan.  "Makasih, calon menantu bunda! Sampaikan ke ibumu ya.."  Virya mengernyitkan dahinya. Calon menantu!? Tidak bunda tidak anaknya, sama saja. Sama-sama bahas soal menantu! "Maaf, Bunda. Virya nggak minat-"  "Halah! Ndak usah sungkan, Nduk cah ayu. Bunda tahu semuanya," ucap bunda seraya mengerlingkan sebelah matanya.  Tahu apa!? Tahu bulat apa tahu kotak?  "Maksud bunda?" Virya menghampiri sang bunda yang tengah memanaskan sup itu.  Bunda mendekat ke telinga Virya, "kamu jatuh cinta toh sama anak bunda.."  Virya mengusap kasar telinganya. Geli karena bunda berkata demikian dengan suara seperti setan di film-film horror.  "Nggak!!"  "Iya! Sudah mengaku saja! Soal Ardan, biar bunda yang urus."  Virya mengambil segelas air minum dingin dari kulkas. Mendudukkan dirinya di kursi meja makan dan meneguk habis air dingin itu.  "Kenapa bunda bisa bilang seperti itu?" Tanya Virya menatap bunda yang baru saja mematikan kompornya.  Beliau mendekat dan duduk di samping Virya. Mencomot kue kering pemberian ibu Virya, "jantungmu sering deg-degan nggak karuan toh kalau lagi sama Ardan? Hayo ngaku!"  Virya mendelik seketika, dari mana bunda tahu!? Virya masih berusaha mengelak dan berkata tidak. Dan, meyakinkan bunda jika wanita paruh baya itu mungkin salah menilai atau merasa.  "Vir, bunda pernah muda. Bunda tahu, ketika Ardan jauh dari kamu.. kamu sering curhat ke ibumu. Bunda tahu semuanya.."  Virya tersenyum dan mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja makan itu, "Bunda percaya sama cerpen karya ibu?"  "Bukan cerpen, Nduk cah ayu. Tetapi rekaman suara."  Virya menelan ludahnya sendiri. Jadi, selama ini ibunya selalu merekam suaranya yang kerap curhat soal Prada Ardan. Wah, apa-apaan ini!? Penghianatan terselubung dan terencana ini! "B-bunda, Virya pamit." Bunda tampak tersenyum geli dengan Virya yang salah tingkah. "Iya. Pamit dulu sana sama yayangmu!"  "Bunda!!" Virya berteriak.  Kesal sekali ia hari ini. Pasalnya, ini bukan pertama kalinya kedua orang tuanya itu ikut andil dalam dunia Virya. Jika kemarin bapak membeberkan sesuatu pada Serda Erlang, hari ini Virya baru mengetahui fakta. Sang ibu ternyata selalu memberikan informasi diam-diam pada bunda.  "Arrrggghh.." Virya menendang kerikil kecil saat berjalan menuju rumah.  Sesampainya di rumah, Virya ngamuk-ngamuk pada sang ibu yang telah tega membeberkan semua curhatannya tentang Prada Ardan.  Dengan santainya ibu berkata, "seharusnya kamu berterima kasih sama ibu. Bunda merestui kamu sama Ardan hlo!"  Virya semakin kesal dibuatnya. Virya pun duduk di samping sang ibu. Memeluk erat lengan ibunya yang sedang membaca buku itu.  "Bu.."  "Apa, Nduk!?"  "Bu.."  "Sekali lagi kamu manggil tanpa alasan, tak suruh kuras kolam ikan kamu!"  Virya mengabaikan ucapan sang ibu. Gadis itu malah mengusap-usapkan kepalanya ke lengan sang ibu, "kenapa ndusel kayak anak bayi gini!?"  "Ndak isen?" (Nggak malu?)  Virya semakin menjadi-jadi. Ia kemudian berkata, "apa Virya jatuh cinta benaran sama Ardan, Bu?"  Ibu menghentikan aktivitasnya. Menaruh bukunya di atas meja yang berada di depan mereka berdua.  "Kamu tanya ibu, hla terus ibu tanya siapa!?" Virya menatap sang ibu dengan raut wajah kesal. Virya mengerucutkan bibirnya. Kemudian, menghempaskan tubuhnya di sofa empuk itu.  "Perasaan itu, hanya kamu yang tahu. Ibu dan bunda.. nggak akan tahu,"  "...kalau Ardan, ibu nggak tahu ya. Soalnya, dia kan anaknya intel banget. Hati-hati loh, Nduk!" Virya menggigit kukunya, ia juga sih. Kok dia sampai lupa fakta bahwa Prada Ardan ini sangat pintar dan cerdik. Apakah selama ini ia tahu jika Virya diam-diam mencintai lelaki itu? Padahal, Virya sendiri belum sadar akan perasaannya.  Virya merengek, "Ibu.. Virya kayaknya benaran jatuh cinta.."  "Jangan ada kata 'kayaknya', nggak yakin gitu!" Sungut Ibu yang kurang suka dengan anaknya yang ragu-ragu.  Virya memeluk ibunya, "Virya jatuh cinta sama Ardan, Bu.."  Ibu diam-diam mengulum senyumnya, dalam hatinya sangat bahagia. Akhirnya, sang anak menyadari perasaanya selama ini.  "Sudah besar rupanya anak Ibu. Sudah tahu rasanya jatuh cinta!"  "Ihhhh...ibu!"  Ibu tersenyum dan mengusap kepala Virya dengan penuh kasih sayang, "berjuang, Vir. Siapa tahu, Ardan juga cinta sama kamu."  Pikiran Virya sekarang ini hanya tertuju pada Prada Ardan. Apakah lelaki itu tidak keberatan jika Virya mencintainya? Apakah ia juga mencintai Virya? Lantas, bagaimana nasib persahabatan mereka jika Prada Ardan tahu mengenai perasaan Virya?  Virya terlalu bodoh karena cintanya. Hingga ia tidak sempat memikirkan nasib hubungan persahabatan mereka ke depannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN