"Kalau bertatap muka jantung deg-degan. Tapi, kalau jauh dan bertengkar, suka rindu. Itu penyakit apa ya?"
••♡♡♡••
CINTA pertama Virya masih berkeliaran di sekitarnya. Lelaki beruntung yang menaklukkan hati Virya adalah Erlang. Seorang prajurit, beda angkatan dengan Prada Ardan. Erlang merupakan prajurit angkatan laut berpangkat Serda. Jarang sekali menemui Virya. Tetapi, sekalinya bertamu ke rumah Virya. Maka, ayah Virya akan mengajak lelaki itu untuk mengobrol ke sana kemari. Tidak tahu saja, jika sang anak harap-harap cemas melihat lelaki itu.
"Vir, aku kira kamu nggak di rumah.." ucap Serda Erlang yang sebenarnya ingin sekali berbincang-bincang dengan Virya.
Virya gugup setengah mati. Tetapi, ada yang aneh. Mengapa jantungnya biasa saja? Tidak seperti saat berdekatan dengan Prada Ardan tadi. Oh apa ini!?
"E-eh bang.. sudah dari tadi?"
"Iya. Ganti baju gih!"
Virya mengernyitkan dahinya. Serda Erlang tahu jika gadis itu kurang peka dengan keinginannya.
"Ganti baju, Vir! Yuk, nonton! Ada film bagus,"
"..aku udah pesan tiketnya."
Melongo dan hanya mematung, bahkan hingga Serda Erlang menghilang dari hadapan Virya. Virya tersadar dan segera menuju kamarnya.
Kali ini tidak seheboh biasanya. Kenapa Virya tampak biasa saja? Tidak seperti saat bersama Prada Ardan.
"Aku apa-apaan sih!? Kenapa selalu banding-bandingkan bang Erlang sama si tengil itu!?"
"Sadarrr..sadar, Vir! Otakmu masih waras untuk membandingkan kedua makhluk penyebab penyakit jantungmu itu!"
"Vir.."
Seketika Virya memegangi dadanya. Terkejut saat mengetahui keberadaan sang ibu.
"Ibu! Ngagetin aja!"
"Buruan toh, Nduk! Mesakno Erlang nunggu,"
Virya memutar bola matanya malas. Ia pun berjalan mengikuti ibunya dari belakang. Sampai di ruang tamu, Virya menatap interaksi antara bapak dan Serda Erlang. Lelaki itu dengan gagahnya, langsung meminta izin untuk membawa anak gadis semata wayang itu. Tentara sekali Serda Erlang ini, emang dipikir bapak Virya itu komandan apa!?
"Bang.."
"...." masih tetap fokus menyetir dan hanya menoleh sekilas saat dipanggil oleh Virya.
"Gak jadi." Virya mengurungkan niatnya yang hendak bertanya sesuatu pada Serda Erlang.
Lelaki itu tersenyum kecil, "kenapa? Mau bilang kangen? Atau cinta?"
Sialan!
Sialan 9 10 11 hingga 100.
Jangan kira Serda Erlang itu dingin, sedingin kutub. Ya, memang dingin sedikit. Tetapi, lelaki itu juga sama menyebalkan dan tengil. Seperti Prada Ardan. Kadang Virya heran, apa salahnya hingga Tuhan mendekatkan dirinya dengan dua pria tengil ini!?
"Dih! Nggak ya.."
"Jujur aja, aku udah tahu Vir."
"Tahu apa!?" Virya menaikkan volumenya. Terlihat sang Serda mengusap telinganya.
Kebetulan lampu merah. Mobil itu berhenti, Serda Erlang menoleh. Tersenyum sangat manis, "cinta pertama? Kkkk.. romantis sekali."
"E-enggak!! Pasti ini cerpen ciptaan bapak ya!?"
"Mengaku saja, Vir. Abang tidak keberatan. Mau pengajuan kapan? Besok? Ayo.."
"Maaf ya, bang. Aku nggak minat ditinggal satgas!!"
Lampu hijau, Serda Erlang pun melajukan mobilnya. Mereka sampai di bioskop tepat waktu. Menonton film yang Virya duga adalah film romantis. Tetapi nyatanya, bukan sama sekali. Film komedi tanpa bumbu cinta. Hey! Apa-apaan ini!? Rugi bang, rugi kamu minta izin ke bapak buat culik Virya!
"Tahu gitu aku mending rebahan di rumah, Bang," celetuk Virya memasuki mobil.
"Loh!? Pikiran macam apa itu? Kalau mau jadi jomblo yang berkelas harus keluar pas malam minggu. Setidaknya nonton kek atau nongkrong,"
"..apalagi, kalau sama CINTA PERTAMA kan barokah Vir."
"Gundulmu, Bang!"
"Aku udah nggak gundul-gundul amat lho, Vir. Ini udah mendingan, dan cukup keren untuk boomerang-an."
Virya tahu jika Serda Erlang tengah menggodainya. Karena tadi Virya sempat mencuri-curi mengambil video berbentuk boomerang itu.
"Iyain biar kelar." Virya pun mengeluarkan ponsel dari tas kecil miliknya. Matanya menyipit saat berceceran notifikasi dari si tengil.
Si tengil
Vir.
Nesune ojo suwi-suwi. (Marahnya jangan lama-lama)
Panggilan video tak terjawab pada 18.43
Panggilan video tak terjawab pada 18.49
Panggilan suara tak terjawab pada 19.04
Vir, aku pengen soto ayam.
Vir, iseh nesu toh? Maaf to.. :( (masih marah to?)
Malam minggu lho, aku mumpung di sini.
Mosok kamu tega nggak ngapeli aku..
Seketika rasa kesal Virya lenyap. Hanya dengan membaca pesan-pesan dari Prada Ardan. Jantungnya tiba-tiba kembali berdebar. Virya pun menoleh pada Serda Erlang, dan berpesan pada lelaki itu untuk mampir ke pedagang soto ayam yang menjadi langganan Virya.
Virya meminta untuk turun sendiri. Dengan alasan, ia sudah dititipi uang oleh sang ibu. Jika tidak bilang seperti itu, maka sudah dapat dipastikan. Lelaki itu akan membayar soto ayam yang Virya belik.
"Kamu belum makan Vir?" Tanya Serda Erlang, ada raut wajah bersalah yang tercetak jelas.
Virya dengan cepat menggeleng, "ini yang satunya untuk Ardan, Bang."
"Loh!? Dia di sini?" Virya hanya mengangguk.
Asal kalian tahu saja, hubungan keduanya tampak kurang akrab. Karena dahulu, semasa sekolah Serda Erlang yang merupakan kakak kelas Virya dan Prada Ardan itu, kerap membawa Virya pulang. Tepatnya mengantar Virya pulang tanpa seizin Prada Ardan yang merupakan rekan berangkat-pulang Virya. Keduanya seolah bersaing untuk mendapatkan hati Virya. Hingga Virya benar-benar jatuh cinta pada Serda Erlang. Namun, sialnya.. lelaki itu malah menjalin hubungan dengan rekan sekelasnya. Virya benar-benar patah hati saat itu.
"Tahu gitu, aku nggak mau mampir Vir." Wajah Serda Erlang mendung, Virya menahan kekehannya agar tidak keluar.
Mengantarkan Virya sampai di rumah dan berpamitan dengan kedua orang tua Virya. Virya pun mengantarkan Serda Erlang hingga depan rumahnya.
"Hati-hati, Bang. Makasih karena sudah mengisi malam mingguan ku yang bakalan kelabu dan cuma bisa rebahan, tanpa abang," Virya terkekeh.
Serda Erlang mengangguk dan tiba-tiba bertanya, "Kamu jatuh cinta sama sahabatmu sendiri, Vir?"
"Hah!? Enggak kok, Bang! Aku nggak jatuh cinta sama Ardan!"
"Kkkk... jelas banget! Aku gagal dapetin kamu, kayaknya CINTA PERTAMA-mu ini sudah purna Vir.." senyum kecut tercetak jelas di bibir Serda Erlang.
"Apa sih maksud Bang Erlang!? Udah malam, nggak usah ngigo. Kalau mau ngigo tidur dulu!" Virya masih berusaha mengelak.
"Pertama, aku cuma bertanya tapi kamu sewot. Kedua, memangnya sahabatmu hanya Ardan."
"..." Virya mengernyitkan dahinya. Masih belum paham dengan maksud perkataan Serda Erlang.
"Itu artinya cinta, Vir. Kamu mengelak, tapi nyatanya dia selalu ada dipikiranmu,"
"..aku duluan." Serda Erlang masuk ke dalam mobilnya. Melajukan mobilnya, meninggalkan Virya yang masih mematung di tempatnya dengan menenteng kresek hitam berisi soto ayam itu.
"Apa-apaan sih Bang Erlang!? Yang benar aja, masa jatuh cinta sama si tengil.."
"Ardan?" Virya menggelengkan kepalanya dan menertawakan dirinya sendiri.
Pukul setengah sembilan Virya sampai di rumah Prada Ardan, dirinya masuk ke rumah disambut hangat bunda yang tampak sibuk berbincang dengan bapak. Virya pun langsung menuju ke kamar Prada Ardan.
Setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk, gadis itu masuk ke dalam. Memasang raut wajah datar, mengingatkan pada lelaki itu. Jika, dirinya masih kesal dengan insiden tadi pagi.
"Aku kira kamu lupa baca pesanku, karena keasyikan kencan sama CINTA PERTAMA-mu." Virya menduga bahwa Prada Ardan telah melihat instastory i********:-nya.
Bukannya terima kasih, sudah dibawakan soto ayam. Lelaki itu malah mengucapkan serentetan kata-kata tanpa maksud yang jelas.
"...."
"Masih cinta banget, ya? Nggak ingat pernah nangis berbulan-bulan kalau lihat interaksi cowok itu sama ceweknya,"
Virya menghentikan aktivitasnya yang menuangkan soto ayam pada mangkuk yang telah ia ambil dari dapur tadi. Menatap Prada Ardan tajam, "bisa diam?"
"Makan."
Setelah memberikan sebuah perintah untuk makan, Virya hendak beranjak. Sebelum sebuah suara menghentikannya.
"Satu langkah lagi, kamu tidak akan bertemu dengan aku lagi."
Prada Ardan mengabaikan semangkuk soto ayam yang menggugah seleranya itu. Menahan dirinya, ia malah memposisikan dirinya berbaring memunggungi Virya yang entah berbalik badan atau melangkah pergi itu.
"Mau kamu apa? Kenapa sih, hari ini kata-kata yang keluar dari mulutmu semua menyakitkan? Aku ini perempuan, tapi kamu nggak pernah lihat aku sebagai perempuan." Efek PMS ikut ambil andil di sini, Virya meluapkan kekesalannya pada Prada Ardan. Isak tangis terdengar samar-samar. Virya menangis!?
Prada Ardan membalikkan badannya, dan langsung mendapati sosok Virya tengah duduk di ujung ranjangnya. Menunduk dan mengusap matanya.
Susah payah Prada Ardan mengubah posisinya menjadi duduk. Mengingat kakinya masih sakit.
"Kenapa nangis sih!? Sini!" Virya menggeleng. Tentu saja, ia tak mau! Enak saja! Sudah membuat gadis itu menangis, lalu seenaknya memerintah.
"Vir, tanganku nggak sampai mau hapus air matamu.."
Virya mematung. Kalimat itu berhasil membuat jantungnya berdetak kencang. Apa ini!?
"Vir, sini!" Virya mendekat pada Prada Ardan setelah mengambil mangkuk berisi soto ayam itu dari nakas.
"Cengeng! Aku itu cuma nggak mau kamu nangis lagi. Aku nggak mau kamu dikasih harapan palsu sama cowok itu. Sudah cukup waktu itu air matamu terbuang sia-sia dan bahuku berfungsi untuk tempat bersandarmu karena cowok b******k itu."
Virya merasakan detak jantungnya semakin kencang saat tangan besar Prada Ardan mengusap air mata Virya.
"A," Virya menyuapi Prada Ardan.
Lelaki itu pun tersenyum dan menerima suapan hangat dari sahabatnya itu. Mengusap puncak kepala Virya, "jangan terlalu dekat dengan dia! LDR-mu bakalan berat. Kamu di darat dia di laut."
"Iya. Aku juga nggak minat LDR-an darat-laut. Mending LDR-an sama-sama darat. Ya kan?" Prada Ardan mengangguk dan tersenyum mendengar pertanyaan Virya.
Sepersekian detik kemudian, Virya sadar dengan apa yang barusan ia ucap. Virya langsung salah tingkah dan menghentikan aksinya menyuapi Prada Ardan. Virya pamit pada Prada Ardan dengan alasan izin sebentar pada bapak.
"Kok bisa spontan gitu sih!? Bodoh!" Maki Virya pada dirinya sendiri selama berjalan menyusuri jalan pulang ke rumahnya.
***