"Oh astaga! Tadi itu soal-soal ujian nya susah-susah sekali, apaalgi tadi matematika, astaga otak ku rasanya mau keluar asap aja," keluh Duma.
"Kau pasti tidak belajar kan?" todong ku. Duma langsung gelagapan mendengar pertanyaan ku.
"Eh, tidak kok Aruna, tentu saja aku belajar, kalau aku tak belajar nanti akan aku jawab apa pertanyaan-pertanyaan ujian hari ini," ucap Duma mengelak. Aku hanya mengendikkan bahu ku saja.
"Kirain aku kau tak belajar, soalnya jujur tadi itu soal-soal ujian nya mudah-mudah, ya... Meskipun ada yang sulit, tapi masih bisa diakalin lah," ucap ku. Duma pun tak merespon kembali.
"Ayo ke kantin, perut ku sudah lapar," ajak Duma.
"Huu! Giliran ke kantin aja cepet, coba di suruh belajar lama nya minta ampun, mana banyak alasan lagi," ujar ku mengejek nya. Duma hanya menyengir saja. Lalu, ia menarik tangan ku untuk mengikuti langkah nya pergi ke kantin.
---
"Bang! Kalau kau mau keluar, nanti jangan lupa di kunci pintu rumah nya," ucap Emma berpesan kepada Abraham yang sedang makan di meja makan.
"Ya ya ya! Sudah sana pergi, cerewet sekali mulut kau itu," ucap Abraham. Emma hanya menghela napas nya.
"Ingat loh bang! Jangan iya iya aja," ucap Emma memperingati.
"Iya Emma! Kau ini sudah sana pergi, mengganggu sarapan saya saja," jawab Abraham sedikit membentak.
"Kau ini! Harusnya sebagai suami kau itu mengantarkan aku pergi bekerja!" ucap Emma.
"Terserah kau mau bilang apa, saya tidak peduli! Kau itu jadi istri tidak usah manja! Kau ada kaki, kau ada duit, tinggal pesan ojek aja untuk mengantarkan kau bekerja, tidak usah di bawa ribet! Jangan ikut-ikutan sama teman-teman kerja kau, biasanya juga berangkat sendiri," ucap Abraham tak mau kalah. Emma tak menyauti lagi ucapan Abraham. Emma langsung pergi berjalan keluar rumah. Tak lupa ia menutup pintu rumah nya itu. Setelah nya, Emma langsung berjalan untuk ke depan gang, mencari ojek-ojek yang sudah menangkring di depan sana menunggu para pelanggan. Emma melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan nya, jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dan ya, hari ini Emma pasti telat akan datang ke cafe tempat ia bekerja. Karena, tadi juga Emma memang bangun tidur nya kesiangan, bahkan pagi tadi Emma tidak menyiapkan sarapan untuk Aruna, malah Aruna lah yang membangunkan tidur nya da menyiapkan sarapan tadi pagi. Ketika Emma sudah tiba di depan gang rumah nya, Emma mengedarkan pandangan nya. Mencari seorang tukang ojek. Dan ternyata kebetulan di sana sudah ada tukang ojek yang sedang duduk di atas jok kursi motor nya sambil menyeruput kopi hitam panas nya. Emma segera berjalan menuju tukang ojek tersebut.
"Bang! Kosong kan?" tanya Emma sambil menepuk pelan bahu tukang ojek tersebut. Abang ojek itu pun menolehkan kepala nya ke belakang.
"Eh? Iya lagi kosong, ibu mau naik ojek?" jawab Abang ojek tersebut.
"Iya bang, ayo antarkan saya dulu," uajr Emma.
"Oh oke, sebentar ya Bu," ucap Abang ojek tersebut. Lalu, Abang ojek itu berdiri dan berjalan ke sebuah warung yang dekat dengan posisi Abang ojek tersebut sambil tangan nya membawa segelas kopi hitam yang asap nya masih mengepul. Abang ojek itu pun menaruh kopi hitam nya di atas meja warung yang menjual uduk dan lontong. Setelah itu, Abang ojek itu pun berjalan kembali menuju motor nya. Emma langsung saja duduk di belakang jok motor Abang ojek tersebut.
"Udah Bu?" tanya Abang ojek itu kepada Emma yang sedang mengecek ponsel nya.
"Iya, ayo bang! Cepat ya bawa motor nya, saya sudah agak telat soalnya," jawab Emma.
"Oke," kemudian, Abang ojek itu pun menarik gas motor nya dan motor tersebut pun berjalan, bergabung dengan kendaraan motor dan mobil lainnya yang berada di jalan raya.
---
Setibanya Emma di cafe tempat ia bekerja, Emma langsung buru-buru berjalan masuk ke dalam cafe tersebut.
"Eh Emma, kok siang sekali datang nya," tegur Winda yang sedang melayani seorang pelanggan di meja kasir nya tersebut.
"Iya nih mba, kesiangan. Bos udah datang ya?" tanya Emma.
"Iya udahlah Emma, dari tadi malah datang nya. Sekarang bos lagi ada di ruangan nya," jawab Winda.
"Terima kasih," ucap Winda sambil tersenyum ke arah pelanggan yang sedang membayar pesanan nya itu.
"Udah sana, mumpung bos masih ada di atas, abis itu kau langsung isi absen aja," ujar Winda menyuruh Emma untuk segera masuk ke dalam. Emma pun mengangguk dan langsung berjalan cepat menuju loker nya untuk menaruh barang-barang yang ia bawa.
"Emma! Tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor dua belas ya," Emma pun langsung saja mengambil nampan pesanan itu dan Emma langsung mengantarkan nya ke meja nomor dua belas yang letak nya ada di halaman luar cafe.
"Selamat pagi, mohon maaf mengganggu. Izinkan saya untuk menaruh pesanan nya di meja ya," ucap Emma dengan sopan.
"Oh iya, silakan," ucap salah satu ibu-ibu yang gaya nya seperti ibu-ibu sosialita. Emma tersenyum. Setelah Emma menaruh semua pesanan nya di atas meja. Emma pun berjalan kembali masuk ke dalam menuju dapur untuk mengambil pesanan lainnya dan mengantarkannya ke pelanggan-pelanggan.
---
Aruna
Bel pulang pun telah berbunyi. Aku pun langsung saja memasukkan semua peralatan sekolah ku ke dalam tas sekolah ku. Tiba-tiba Duma pun menghampiri diri ku.
"Ayo Aruna!" ucap Duma. Aku mengangguk. Setelah semua peralatan sekolah milik ku, ku masukkan ke dalam tas. Aku langsung berdiri dan berjalan mengikuti Duma menuju gerbang sekolah.
"Eh iya Duma, belajar bareng nya besok aja ya? Aku ada urusan sehabis pulang sekolah ini soalnya," ucap ku memberitahu Duma. Karena, memang hari ini, niat aku dan Duma akan belajar bersama di rumah ku. Namun, aku pun beralasan untuk tidak membawa Duma hari ini ke rumah ku untuk belajar bersama. Aku berbohong kepada nya tentang aku memiliki urusan lain sehabis pulang sekolah. Aku berpikir, aku tidak mau ketika Duma datang, nanti Duma akan menyaksikan keributan ayah dan ibu. Memang, aku tidak tau apakah hari ini ayah ada di rumah atau tidak, namun aku juga sedang sangat malas sekali mengajak Duma ke rumah ku. Dan tadi juga Duma memberikan usul untuk belajar bersama di ruang nya saja, tapi aku pun menolak nya. Karena, selain rumah Duma jauh, aku pun tak memiliki uang banyak untuk membayar ojek dari rumah Duma ke rumah ku. Karena, jarak rumah ku dengan rumah Duma juga sedikit jauh. Dan pastinya ayah Duma juga akan mengantar kan aku pulang ke rumah, namun aku pun masih tau diri. Aku tidak ingin merepotkan keluarga Duma. Aku tidak ingin merepotkan ayah Duma yang harus bulak balik mengantarkan diri ku.
"Yahhh ... Kok gitu sih Aruna?" tanya Duma. Aku hanya tersenyum minta maaf kepada nya.
"Iya, maaf ya Duma. Lain kali kita bisa belajar bersama kok, tapi untuk hari ini aku tidak bisa," ucap ku sedikit tidak enak.
"Yaudah deh, tapi janji ya lain kali kita belajar bareng?" ucap Duma. Aku pun langsung mengangguk pasti dengan nya.
"Yaudah, aku pulang duluan ya ... Mobil ayah udah datang tuh. Kau mau pulang bareng?" tawar Duma kepada ku. Aku pun langsung saja menggelengkan kepala ku.
"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri," ucap ku.
"Oke deh, aku pulang duluan ya Aruna, dadah!" ucap Duma sambil melambaikan tangan nya ke arah ku sebelum menyebrang jalanan. Aku pun membalas lambaian tangan nya. Setelah itu, aku pun berjalan ke arah halte bus, menunggu bus datang untuk mengantarkan aku pulang ke rumah.
---
Saat ini Emma sedang membereskan cafe. Emma mengelap-elap meja bekas pemakaian pelanggan cafe tadi. Hari ini, cafe tutup sedikit cepat, karena bos Emma bilang ada urusan mendadak, jadi bos Emma meminta untuk menutup cafe sore ini jam enam. Setelah semua meja Emma bersihkan. Sekarang, saatnya Emma menyapu dan mengepel lantai cafe. Namun, ketika Emma sedang menyapu lantai, tiba-tiba pintu cafe pun terbuka.
"Mba masih buka atau tidak ya cafe nya?" tanya orang yang membuka pintu cafe tersebut. Emma pun membalikkan badan nya menghadap orang itu.
"Udah tutup Bu, mohon maaf ya Bu, ibu bisa datang kembali ke cafe ini besok pagi kok bu," ucap Emma kepada ibu-ibu itu.
"Oh udah tutup ya, tumben sekali. Biasanya masih buka," ucap ibu-ibu itu.
"Iya Bu, hari ini cafe nya tutup lebih awal," ucap Emma memberitahu.
"Emma!" panggil seseorang yang keluar dari ruangan loker pegawai cafe. Emma pun menoleh. Ternyata itu Winda yang memanggil diri nya.
"Eh mba, udah mau pulang?" tanya Emma basa basi.
"Iya nih, oh iya nanti pintu nya jangan lupa di kunci ya. Loh ini siapa?" tanya Winda ketika mata nya melihat sekarang ibu-ibu yang sedang memerhatikan percakapan Emma dan Winda.
"Ini pelanggan mba, tadinya mau mesen sesuatu. Cuman udah aku bilangin kalau sudah tutup," ucap Emma memberitahu kepada Winda. Winda pun hanya mengangguk saja.
"Yaudah, mba Winda pulang duluan ya," ucap Winda berpamitan. Setelah itu, Winda langsung berjalan menuju pintu cafe untuk keluar.
"Kau namanya Emma?" tanya orang itu.
"Iya Bu," jawab Emma dengan sopan.
"Kok wajah kau tidak asing ya, seperti saya pernah lihat," ucap ibu-ibu tersebut mencoba mengingat-ingat.
"Mungkin ada yang mirip wajah saya Bu," ucap Emma masih sambil tersenyum. Lalu, tiba-tiba ponsel ibu itu pun berdering dengan suara yang cukup keras. Kemudian, ibu-ibu itu pun langsung mengangkat nya.
"Iya halo," ucap ibu-ibu itu. Emma pun masih saja berdiri di hadapan ibu-ibu itu menemani nya di dalam cafe tersebut.
"Iya, cafe nya sudah tutup. Iya. Yaudah," ucap ibu-ibu itu.
"Yaudah mba, terimakasih ya, kalau begitu saya pergi dulu," pamit ibu-ibu itu. Emma Hatta mengangguk tersenyum.
"Iya Bu," setelah ibu-ibu itu keluar dari cafe. Emma pun menuju pintu cafe. Emma lupa untuk mengubah papan di pintu cafe menjadi close. Jadi, mungkin ibu-ibu tadi mengira cafe ini masih buka, karena papan di pintu cafe itu pun tadi masih menunjukkan open. Setelah semuanya sudah Emma selesaikan. Emma berjalan menuju loker nya untuk mengambil tas nya. Setelah itu, Emma mematikan semua lampu di dalam cafe tersebut. Lalu, Emma berjalan keluar cafe, mengunci pintu cafe tersebut. Setelah itu, Emma pun pergi meninggalkan cafe. Mencari angkutan umum untuk mengantar nya pulang ke rumah. Tapi, sebelum itu Emma pergi ke suatu rumah makan. Emma membelikan beberapa makanan untuk makan malam di rumah. Emma yakin, anaknya itu. Aruna. Tidak akan sempat memasak makan malam, karena Aruna juga sedang sibuk belajar untuk ujian kenaikan kelas nya. Setelah Emma membeli makan malam untuk suami dan anak nya di rumah. Emma langsung memberhentikan salah satu angkutan umum yang lewat.
---
Aruna
"Aruna!!! Aruna!!!!" terdengar ada suara yang memanggil diri ku. Saat ini aku sedang berada di dalam kamar. Sedang belajar untuk mempersiapkan ujian besok.
"Arunaa!!!!!" aku pun mendengar suara ayah yang memanggil ku dengan suara nya yang sangat keras itu. Lalu, aku pun langsung berjalan cepat menuju pintu kamar ku. Aku membuka pintu kamar ku, lalu aku berjalan keluar kamar mencari sosok ayah yang memanggil ku tadi.
"Aruna!!!" panggil ayah sekali lagi. Aku berjalan menuju dapur. Aku melihat ayah yang sudah duduk di kursi meja makan itu dengan ekspresi wajah nya yang marah.
"Iya ayah?" jawab ku sambil menundukkan kepala ku. Kesalahan apalagi yang aku perbuat sehingga membuat ayah marah seperti ini. Aku merasa aku tidak membuat salah apapun hari ini.
"Ada apa ayah?" tanya ku lagi ketika ayah tidak kunjung membuka suara nya.
"Mana makan malam hari ini?" tanya ayah.
"Belum ada ayah, ibu ... Belum pulang kerja," jawab ku dengan sedikit takut. Namun, tiba-tiba ayah menggebrak meja makan tersebut.
"Kau ini bagaimana!!!! Harusnya jika ibu kau belum pulang, kau harusnya punya pikiran dong untuk menyiapkan makan malam hari ini!!! Kau itu anak perempuan di rumah ini. Jika tidak ada ibu kau, maka kau lah yang menggantikan ibu kau memasak makan malam!!! Kau ini anak perempuan kok pemalas sekali!!! Memang apa susah nya kau itu masak sebentar untuk ayah kau ini hah?!!!" ucap ayah memarahi diri ku.
"Aku sedang belajar untuk persiapan ujian besok ayah, dan aku berpikir untuk menunggu ibu saja untuk memasak makan malam nya. Karena, mungkin ibu akan pulang sebentar lagi," jawab ku tidak terima kalau aku dibilang sebagai anak perempuan yang pemalas.
"Alasan aja kau ini!" Aku pun tak merespon ayah lagi.
"Yaudah, cepatlah kau buatkan makanan untuk saya," ucap ayah. Aku pun langsung berjalan membuka kulkas untuk mengambil telor.
"Aruna? Mau ngapain nak?" tanya ibu tiba-tiba yang muncul sambil membawa bungkusan di tangan nya itu.
"Mau buatin ayah makan malam ibu," jawab ku.
"Biarin dia buatin saya makanan, jadi anak perempuan kok males nya minta ampun. Itulah kau sering memanjakan diri nya, jadinya anak itu pemalas kan," ucap ayah. Aku kesal sekali dengan ayah yang menyebutku anak pemalas daritadi.
"Apa sih ayah?! Aku itu daritadi belajar, kecuali daritadi aku tidur-tiduran tidak jelas, baru ayah sebut aku anak pemalas," ucap aku kesal dengan nya.
"Sudah Aruna letakkan telur tadi ke dalam kulkas lagi. Ibu sudah membelikan makanan tadi sebelum ibu pulang ke rumah," ucap ibu sambil menaruh plastik yang di bawanya ke atas meja makan. Aku pun langsung membuka plastik yang dibawa oleh ibu, dan menaruh semua makanan yang di beli ibu itu ke atas piring. Aku pun meletakkan semua makanan nya di atas meja makan. Aku melihat ayah yang langsung mengambil nasi dan beberapa lauk yang sudah ku taruh di atas piring. Dan ayah pun langsung melahap makan malam nya itu. Aku pun berjalan pergi menuju kursi depan tv. Menunggu ibu keluar dari kamar nya agar aku bisa makan amlam bersama dengannya.
[]