Hari Sabtu tepat pukul 10 pagi di rumah kediaman Heni, wanita yang mengenakan rok terusan selutut motif batik itu sedang sibuk dengan smartphone nya. Ia duduk di teras rumahnya menunggu kedatangan putrinya dari Bandung yang rencananya hari ini diantar oleh ibu angkat Heni yang bernama Bunda Azizah.
Sebuah pesan masuk
" Ma, Tasya udah di Taksi."
" Iya hati-hati ya." Balasnya Jo
Heni sangat menunggu kedatangan anaknya yang bernama Natasya itu. Akhirnya setelah 5 tahun hidup terpisah, ia akan kembali bersama putri tercintanya yang kini beranjak remaja. Tasya yang tak lama lagi duduk di bangku SMP akan ada disampingnya, mengisi kekosongan hatinya. Selama 5 tahun bukan tanpa alasan ia hidup terpisah dengan anaknya. Saat itu kondisinya tidak memungkinkan. Heni baru saja meniti karir, biaya hidup dan juga keamanan bagi putrinya yang kala itu baru berusia 7 tahun tidak memungkinkan untuk hidup bersama. Ia merelakan anak semata wayangnya tinggal dengan neneknya, di sana Tasya memiliki banyak teman karena sang Bunda, Bunda Azizah memiliki sebuah panti asuhan.
Setelah menunggu sekitar setengah jam akhirnya sebuah taksi tiba tepat di depan pintu pagar rumahnya. Wanita itu yakin bahwa kendaraan itulah yang membawa anak dan ibunya. Ia kemudian beringsut dari tempat duduknya menuju pintu pagar rumahnya.
Tasya dan Bunda Azizah terlihat membuka pintu taksi. Heni lalu memburunya. Sementara sopir taksi sibuk menurunkan koper dan barang lainnya yang jumlahnya tidak sedikit.
" Tasya...." Heni memanggil nama anaknya. Gadis remaja putri itu dengan penuh kerinduan memeluk ibunya.
" Mama...Tasya kangen Mama." Keduanya meneteskan air mata. Mereka melepas rindu seolah tidak pernah bertemu bertahun-tahun. Walaupun sebenarnya 5 tahun terpisah tapi sebulan sekali Heni selalu menjenguk anaknya.
" Bunda apa kabar?" Arah pandangannya kemudian beralih pada wanita paruh baya yang mengenakan gamis berwarna ungu. Heni mencium tangannya lu memeluknya erat.
" Alhamdulillah baik." Jawab wanita yang dipanggil Bunda itu.
" Ayo masuk" Heni mengajak mereka.
" Pak, tolong barang-barangnya angkut ke Teras ya.
Heni, Bunda Azizah dan Tasya berjalan beriringan. Mereka terlihat membawa beberapa barang yang tidak terlalu berat sementara Sopir taksi membawa tas dan koper.
" Terimakasih ya Pak." Heni memberikan uang 2 lembar seratus ribuan.
" Sama-sama. Permisi Bu" sopir itu pun pergi.
Di Teras ternyata sudah ada Bi Cacih yang dengan sigap langsung mengambil alih barang bawaan mereka.
" Ayo masuk, ngobrolnya di dalam aja biar enak." Ajak Heni kepada ibu dan anaknya.
" Bi tolong barang-barangnya dibawa ke kamar yang di atas ya. Kalau tas biru taruh di kamar tamu itu punya Bunda." Perintah Heni untuk ARTnya
Sementara itu Bunda Azizah menenteng kantung plastik yang berisi oleh-oleh makanan.
****
Heni, Bunda Azizah dan Tasya sekarang sedang berada di ruang tengah. Mereka tampak duduk santai menikmati hidangan yang tersaji. Sambil melepas rindu mereka pun asyik mengobrol.
" Bunda ga kan lama Hen, besok pagi juga sudah harus ke Bandung lagi." Wanita berusia 60an itu berkata.
" Lho kok, kita jalan-jalan dulu Bunda." Ucap Heni. Tidak biasanya Bunda Azizah buru-buru pulang kalau berkunjung ke rumah Heni.
" Bunda ada acara." Ucap Wanita tua itu.
" Wah sayang sekali. Padahal Tante Ratih ingin ketemu Bunda." Beritahu Heni.
" Ntar kapan-kapan kalau udah nyalse Bunda pasti ke sini lagi. Bunda juga kan kepingin nengokin cucu Bunda. Titip salam saja buat Bu Ratih" Serunya.
Bunda Azizah adalah orang tua angkat Heni. Sejak usia 5 tahun Heni tinggal dengannya karena kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan. Saat itu Bunda Azizah yang sudah menikah 3 tahun lamanya belum juga dikaruniai anak. Wanita itu memang tidak bisa memiliki keturunan. Sifat keibuan dan kasih sayangnya ia curahkan kepada anak-anak yang kurang beruntung. Sejak 15 tahun yang lalu ia mendirikan sebuah panti asuhan. Saat ini ia memiliki 30 orang anak asuh.
" Ayo, sayang kamu makan dong kue-kue nya. Mama sengaja bikin itu semua buat kamu." Heni membuka semua toples yang berisi kue kering dan coklat yang ada di atas meja lalu menyodorkannya kepada Tasya yang duduk malas di samping Heni.
" Aduh Mama sekarang aku ngga terlalu banyak makan yang manis, ntar gemuk lagi." Gadis berusia 12 tahun itu beralasan. Dari tadi ia hanya memakan buah anggur saja.
" Haah..kamu diet." Heni melongo. Anak ABGnya itu aneh-aneh saja.
" He..He...abis aku kelihatan gemuk banget. Kan malu jadi bulet gini." Jawabnya lagi. Tasya tergolong bertubuh subur untuk remaja seusianya namun walaupun gemuk tetap cantik.
" Iya tuh akhir-akhir ini Tasya emang gitu suka pilih-pilih makanan. Padahal seusia kamu kan lagi masa pertumbuhan. Jadi wajar mau gemuk juga ga papa, kalau seusia mama kamu baru masalah." Bunda Azizah memberikan penjelasan panjang lebar sambil tersenyum.
" Iya sayang, Bunda benar banget, kamu jangan diet segala. Bahaya. Kamu lagi masa pertumbuhan, justru butuh asupan yang banyak. Umur kamu kan baru 12. Ntar kalo udah 18 boleh lah mikirin diet." Heni berkata menatap putrinya sambil menggeleng kan kepalnya. Sementara gadis itu cuma nyengir.
" Kalau kamu ga mau makan kue ya udah mending makan siang dulu yuk, Mama sama Bi Cacih udah siapin masakan kesukaan kamu." Heni menarik lengan putrinya.
" Capcay Kuah kan Ma?" Tanya gadis berambut sebahu itu.
" Iya. Sama sate udang. Udangnya gede-gede." Jawab sang Ibu.
" Iya, iya aku mau makan." Jawabnya lagi. Ia lalu berdiri.
" Ayo Bunda, pasti Bunda juga udah laper kan? Keluar rumah dari subuh, pasti tadi juga sarapannya dikit." Heni mengajak Bunda Azizah setengah memaksa.
Siapa sih yang tidak kenal dengan masakan Heni yang lezat, semua pasti tertarik. Akhirnya mereka bertiga segera bergegas ke ruang makan. Di sana aneka masakan sudah terhidang. Makan siang yang istimewa untuk Heni karena ditemani oleh orang-orang yang dicintainya.
***
Selepas Ashar Heni dan Bunda Azizah berada di teras belakang rumah. Mereka duduk santai sementara Tasya belum bangun dari tidur siangnya.
" Ada yang mau Bunda sampaikan. Anaknya Bu Wartini yang bernama Rudi terus nanyain kamu bahkan ia minta nomor telepon kamu. Gimana Hen kayanya dia serius." Bunda Azizah membuka pembicaraan seriusnya.
" Maaf Bunda sepertinya Heni belum memikirkan pernikahan. Heni mau fokus dulu kerja sama ngurus Tasya." Lagi-lagi Heni menolak tawaran Bunda Azizah.
" Bunda faham hal itu tapi kamu jangan terlalu sibuk kerja, Nak Rudi itu sudah mapan. Dia itu usahanya sukses. Juragan Bawang yang terkenal di kota Brebes. Kebun bawangnya luas, gudangnya tersebar dimana-mana. Orangnya juga sholeh dan baik dari keluarga terpandang." Bunda Azizah terus membujuk Heni.
" Hmm, Heni tahu kan Bunda udah pernah cerita. Tapi gimana ya Heni benar-benar belum siap berumah tangga lagi. Banyak sekali pertimbangan Bunda." Heni masih menolak.
" Kamu keberatan status dia duda 2 anak?" Bunda Azizah menebak-nebak. Rudi pria berusia 40tahun yang ditawarkan kepada Heni itu memang duda 2 anak.
" Atau kamu masih sulit melupakan Hilman? Sudahlah jangan memikirkan dia lagi. Bunda mengerti tapi mau sampai kapan kamu berkabung. Sudah lebih dari 6 tahun. Kuburannya memang tidak jelas ada dimana. Tapi agama kita sudah memberikan waktu 4 tahun untuk menunggu. Jika dia hilang tanpa kabar berita apalagi sudah ada dugaan meninggal tidak berdosa kamu menikah lagi." Bunda Azizah memeluk anak angkatnya dengan penuh kasih. Heni malah menangis. Wanita itu sudah berusaha melupakan sosok Hilman walau nyatanya sulit.
***
TBC