Setelah duduk di meja makan selama lebih dari setengah jam, Nadia, Fikri dan Heni kembali bercengkrama di teras belakang. Sementara Tasya ikut Lidya ke kamarnya.
Percakapan mereka terhenti karena tiba-tiba Heni harus menjawab panggilan dari sahabatnya yang bernama Ellen.
" Lo dimana sih Hen, dari tadi gua nunggu nih. Udah setengah jam." Ellen sedikit mengomel. Tak sabar menunggu kepulangan Heni. Heni yang tidak tahu menahu tentang kunjungan Ellen ke rumahnya agak kaget.
" Eh jangan sewot gitu dong Len, bentar lagi aku pulang. Tungguin jangan kabur dulu. Lagian kenapa ga dari siang bilang mau ke rumah."
" Iya, iya buruan ditungguin." di seberang sana masih sewot. Mungkin pembawaan hormon wanita hamil yang menjadikannya sensitif apalagi dari dulu Ellen memeng gampang emosi.
" Ok."
Sambungan telepon terputus.
" Mas, Nad aku pulang dulu ya. Ellen udah nunggu di rumah." Heni berpamitan ketika jam menunjukkan pukul setengah 8.
" Ko, buru-buru gitu sih." Fikri Heran.
" Barusan Ellen nelpon katanya lagi di rumahku." jawab Heni.
" Tapi kapan-kapan main lagi." Seru Nadia yang masih ingin mengobrol dengan wanita itu.
" Oke, hmm tapi gantian dong kalian yang ke rumahku."
" Iya nanti diusahakan."
Setelah memanggil Natasya di kamar Lidya, Ibu dan anak itupun meninggalkan kediaman Fikri.
***
Ketika Heni tiba di rumahnya, Ellen telah lama menunggu kepulangannya. Wanita berambut pendek dengan balutan kemeja biru dongker itu tampak duduk manis di sofa ruang tengah menghadap TV. Dengan tenang ia menikmati acara TV di salah satu channels TV swasta. Di pangkuannya tampak toples berisi keripik singkong yang tinggal setengahnya.Tanpa sadar dari tadi ia memakan cemilan itu.
" Sorry banget Len kamu harus nunggu aku lama." Suara Heni yang baru saja tiba di ruangan tersebut mengalihkan perhatian Ellen.
" Akhirnya lo pulang juga." Wanita yang sedang hamil muda itu bernafas lega. sejam lebih ia menunggu sahabatnya dengan sabar.
" Kamu mau ke sini ko ga kasih kabar." Heni malah menyalahkan Ellen. Ia lalu mendekati Ellen yang masih menatapnya sedikit kesal untuk memberikan pelukan hangat.
" Hai Tante Ellen apa kabar?" Tasya yang tadi mengekor ibunya menyapa Ellen, lalu gadis ABG itu mendekati tantenya untuk menyalaminya.
" Tasya..!kabar Tante baik. ih senengnya ketemu kamu lagi! kamu udah gede yah." Ellen memeluk Tasya.
Heni yang masih berdiri pun ikut duduk di sebelah kiri Ellen yang kini badannya terlihat lebih berisi. Efek dari kehamilannya membuat badannya agak melar.
" Kamu ke sini sendirian?" Heni mulai bertanya setelah diam beberapa saat.
" Tadi dianter Kevin tapi dia balik lagi karena ada urusan. gua boleh dong nginep di sini. Hitung-hitung perpisahan. Soalnya besok sore gue sama kevin ke Samarinda dan kayaknya sih mau pindah ke sana." Ellen menyampaikan informasi pentingnya.
Mendengar perkataan sahabatnya itu Heni terlihat sangat terkejut. Tentu saja karena semua itu terasa mendadak. setelah hampir sebulan tidak bertemu tiba-tiba Heni dikejutkan oleh kepindahan sahabatnya.
" Pindah!?" Mata Heni terbelalak.
" Iya. ntar gua cerita detailnya." Ellen dengan santai menenangkan Heni.
" Ma, Tasya mau mandi dulu ya. lelah banget nih." Tasya yang baru beberapa menit duduk di sofa lalu pergi meninggalkan mereka menuju kamarnya.
" Iya sayang, kamu langsung tidur ya jangan begadang nonton film korea." Heni mengingatkan anaknya.
" Oke, Mama."
***
Ellen berada di kamar Heni, sementara si pemilik kamar sedang membersihkan diri di kamar mandi. Wanita yang sedang hamil muda itu duduk di ranjang sambil berselimut ria. Untuk mengusir kejenuhan ia memainkan smartphone nya.
20 menit kemudian Heni keluar dari kamar mandi. Ia juga sudah berpakaian dan siap tidur.
" Bentar ya aku ke kamar Tasya dulu."
Ia lalu keluar dari kamarnya menuju kamar Tasya yang berada di depan kamarnya memastikan bahwa puteri semata wayangnya mematuhi perintahnya tadi. Setelah melihat anak telah terlelap Heni kembali lagi ke kamarnya.
" Kamu beneran udah makan?" Heni menawari Ellen untuk makan malam.
" Udah tadi sebelum kesini. Gua sama Kevin mampir ke warung sate padang." Jawabnya.
" Lagian dari tadi gua ngemil terus nih. Si bi Cacih juga udah ngasih brownies keju sepiring dan gue abisin semua." lanjutnya.
" Kalau lapar lagi nanti cari makanan aja ya ke dapur. Biasanya kan wanita hamil sering lapar. Kata Heni sambil tersenyum. Ia sangat memahami kebiasaan wanita hamil yang rakus.
" Ha..ha..Siap deh. Oh ya pasti Alan udah banyak cerita ya ke lo tentang gue." Ellen menatap Heni yang akan menjatuhkan bokongnya di kasur.
" Iya. Jadi, kamu sama si kevin rujuk lagi." Heni mengajukan pertanyaan yang beberapa hari lalu baru ia dengar kabarnya dari Alan.
" Iya, mau gimana lagi. saat ini gua butuh banget dia. kalau bukan karena kehamilan ini rasanya gue males banget balik sama dia. Bayangin aja perceraian gue ama dia tinggal selangkah lagi. Eh pas mau sidang terakhir gua pingsan setelah dibawa ke RS ternyata gue positif hamil. Gue bingung dong. Pihak keluarga membujuk gua buat membatalkan perceraian. Terus si Kevin juga sampai berlutut di hadapan gus mengemis-ngemis untuk rujuk. Dia janji mau berubah dan menyesali perbuatannya yang udah mengkhianati gua. Tadinya gue ogah banget, namun akhirnya gue mengalah demi anak guea Setidaknya sampe bayi ini lahir." Ellen menjelaskan panjang lebar mengenai apa yang terjadi pada dia dan suaminya.
" Sekarang kehamilan kamu udah berapa bulan?"
" Jalan 4 bulan. Beberapa waktu lalu saat kita sama Bang Bima mendatangi night club itu gua ga nyadar udah telat." Beritahu Ellen.
" Aku doain kamu sama bayinya sehat. Terus kenapa pindah ke Samarinda?" Heni tampak tidak setuju dengan kepindahan sahabatnya.
" Biar gua dekat sama ayah dan ibu. kalau aku di sana gua lebih aman dan mudah-mudahan kevin tidak ada yang mengganggu." Ellen memberi alasan yang dapat diterima Heni. Sebagai sahabatnya Heni tentu peduli dengan kebahagian Ellen.
" Kamu yakin?"
" Harus yakin. Di sana ada orang tua gua yang menjaga gua." Ellen tampak meneteskan air matanya. Heni tidak dapat mengartikannya.
" Kalau itu keputusan kamu aku gak bisa berbuat apa-apa. semoga kalian bahagia."
" Gua titip Alan ya." Wanita hamil itu menghapus air mata di pipinya.
" Alan kan udah gede ngapain dititipin?" Heni terkekeh.
" Maksudnya tolong pantau hubungan dia sama vio. Belakangan ini vio udah berani nginep. untung ada gua." Ellen memperjelas pernyataannya.
" Masa sih. Vio kan cewek baik-baik." Heni setengah tidak percaya. Vio rekan sekantornya itu berani macam-macam.
" Ga tahu tuh cewek kegatelan, malahan udah minta dinikahin sama si Alan." lanjut Ellen.
" Skalian titip bang Bima juga. Gua bakalan seneng kalo kalian bisa jadian?" Lagi-lagi Heni kaget mengapa banyak sekali permintaan yang diajukan Ellen.
" Apa? Bang Bima...."
" Iya, emang ya lo tuh ga peka terus. udah setahun dia ngecengin lo. lihat aja sikapnya. Bang Bima ingin sekali melamar lo." Ucap Ellen meyakinkan.
" Masa iya sih. Tapi dia gak pernah bilang apa-apa. Siapa pun jodoh aku, aku harus diskusi dulu sama Natasya." Heni tersenyum.
" Gua cuma mewakili bang Bima buat nyatain perasaannya. Dia emang aneh ga berani nyatain. Mungkin efek terlalu sering ditolak cewek. gua doain lo Hen semoga cepat dapat pendamping. Syukur-syukur kalau jadi sama abang guo." Ucap llen penuh harap.
"Thanks." Jawan Heni
" kenapa ga diaminin?" Ellen menatap sahabatnya.
" Iya, amin tapi aku ga bisa nerima bang Bima." Jawab Heni. Wanita itu terlalu cuek urusan pria.
Malam semakin larut akhirnya kedunya terlelap.
*****
Pukul setengah lima Heni terbangun tepat saat adzan subuh berkumandang. Wanita itu mau tak mau harus beranjak dari tempat tidurnya. Di sampingnya terlihat Ellen masih tidur lelap memunggunginya.
Sebenarnya Heni masih ingin memejamkan matanya. Ia masih merasakan kantuk, namun ia ingat akan kewajibannya sebagai seorang muslim yang mengharuskannya bangun untuk menunaikan shalat. Walaupun penampilan dan cara berpakaiannya masih belum menunjukkan seorang muslimah yang baik seperti Meilani namun ia berusaha taat menjalankan perintahNya.
Setelah turun dari tempat tidurnya ia lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Usai melaksanakan kewajibannya ia membangunkan Ellen lalu masuk ke kamar Tasya untuk membangunkannya. Setelah itu ia mempersiapkan diri berhias untuk melakukan rutinitasnya pergi ke kantor. Pagi ini yang menyiapkan sarapan adalah bi Cacih ARTnya.
Tepat pukul 6 pagi ia bersama Tasya dan Ellen berada di meja makan untuk sarapan pagi.
Hari Senin adalah hari dimana kebanyakan orang membencinya. Bagaimana tidak setelah menghabiskan libur akhir pekan yang menyenangkan harus kembali lagi memulai rutinitas yang tentunya terasa melelahkan. Begitu pun yang dirasakan oleh Heni.
" Len aku tinggal ke kantor ya, nanti kalau Kevin jemput kamu kabari aku." Heni pamit kepada Ellen yang masih berada di ruang makan. Wanita hamil itu tampak rakus dan masih ingin menikmati sarapannya. mungkinkah anaknya kembar? Entahlah namun nafsu makannya sulit sekali untuk dibendung.
" Iya, ntar kayanya jam 10an dia jemput gua." Jawabnya sambil melirik ke arah jam dinding.
" Sayang, mama pergi dulu ya. tolong jagain tante Ellen." Heni lalu mengulurkan tangannya ke arah gadis kecilnya setelah itu ia memberikan kecupan sayang di kening anaknya.
" Hati-hati Ma." Jawab Tasya.
***
TBC