Part 15

1910 Kata
" Ngomong-ngomong mas apa kabar?" Pemuda yang juga sahabat Dany itu masih dalam posisi berdiri. " Kamu lihat sendiri aku baik-baik saja. Kamu mau ngapain ketemu Lidya.?" Dengan nada ketus Fikri masih menginterogasi Vicky. Pemuda gondrong itu tadi sepulang dari rumah Dany memang berencana mengunjungi Lidya gadis yang baru dikenalnya seminggu yang lalu. Keberuntungan berada di pihaknya setelah tahu bahwa ia adik ipar Fikri. Dikatakan beruntung karena Dany mengenal keluarga Fikri yang terkenal keluarga baik-baik. " Aku kan temannya Lidya." Vicky tetap bersikap sopan dan santun. Walaupun orang yang berada di hadapannya bermuka masam. Senyuman manis masih merekah di bibirnya. Ia memang pandai menghadapi pria macan Fikri yang dikategorikan galak atau ganas. Kapan mereka kenalannya kok langsung ngaku teman aja. " Siapa mas?" Tanya Lidya penasaran saat ia berada tepat di belakang kakak iparnya. Seisi ruangan tempat bekumpul tadi merasa penasaran dengan Fikri yang tidak kunjung kembali. Sehingga Nadia mengutus adiknya untuk mengintip siapa tamu tadi. " Lidya..." Vicky menyapa gadis yang menjadi pujaan hati selama seminggu ini. " Eh, ada kak Vicky. Mas kok ga nyuruh kak Vicky masuk sih." Lidya menatap kakaknya penuh heran tidak biasanya kakak iparnya itu berbuat kurang sopan terhadap tamunya. Lagipula itu adalah kunjungan pertama Vicky untuknya. " Ok. Silahkan masuk tapi ingat kamu jangan macam-macam sama adikku." Fikri lalu pergi meninggalkan Lidya dan Vicky. Perasaannya masih kesal namun dengan terpaksa ia membiarkan pemuda itu masuk. Vicky dengan percaya diri masuk ke dalam ruang tamu bersama Lidya. " Lidya ini buat kamu." Pemuda yang dikenal sering menyelingkuhi pacarnya itu tanpa canggung memberikan seikat bunga mawar merah yang tadi dipegangnya. " Wah, makasih banyak kak. Kakak repot-repot sih bawain aku bunga." Gadis cantik itu lalu menghisap sekilas wangi bunga mawar yang sedang dipegangnya. " Silahkan duduk dulu kak, aku ambilkan dulu minum ya." Betapa riangnya hati Vicky melihat gadis pujaannya itu bersikap ramah. Ia yakin jika pedekate nya akan berjalan lancar. Walaupun masih ada rintangan dari Fikri. Tapi ia yakin akan berhasil mengatasinya. **** " Siapa?" Nadia langsung mengajukan pertanyaan ketika suaminya kembali duduk di sampingnya. " Pemuda i***t salah satu geng cecunguk tuh lagi berusaha deketin Lidya." Pria itu menahan amarahnya. " Emang siapa?" Heni yang memang sangat kenal yang disebut geng cecunguk itu siapa langsung bertanya penuh rasa ingin tahu. " Si Vicky..." Jawabnya malas. Ia merasa jijik dengan pemuda yang dulunya adalah salah satu murid karatenya, iya mereka Dany dkk sudah dicap Fikri murid durhaka. " Ko Lidya bisa kenal sama Vicky." Heni setengah tidak percaya. " Aku juga ga ngerti." Fikri lalu duduk di samping isterinya. " Udah deh Ayah jangan terlalu banyak berprasangka. Biarin Lidya berteman. Jangan terlalu overprotektif. Dia kan bukan anak kecil lagi. Jangan terlalu menunjukkan rasa nggak suka." Nadia tampak membela adiknya. "Vicky itu pria berbahaya Bunda, playboy. Heni juga tahu." Masih dengan nada kesal pria itu terlihat frustasi. " Dhea sini yuk ah kita main di teras depan. Kak Tasya yuk ikut." Fikri yang merupakan suami takut isteri ingin mengalihkan pembicaraan tentang Vicky. Ia tidak ingin berdebat lebih panjang dengan isterinya. Ia sengaja mengajak Tasya dan Dhea bermain di teras depan supaya dekat dengan ruang tamu, dengan begitu ia akan mudah menguping pembicaraan adik ipar dan tamunya serta gerak-gerik mereka. " Ayo sayang." Fikri meraih anaknya hendak membawanya ke teras depan. Tasya juga ikut bersama mereka. Nadia hanya menggelengkan kepala. Ia tahu suaminya memang melarikan diri supaya tidak berdebat lagi dengannya yang ujung-ujungnya Nadia yang akan menang. " Mas Fikri itu emang overprotektif banget sama Lidya, padahal yang kakaknya itu siapa sih. Selalu aja gitu kalau ada cowok yang deketin Lidya." Nadia menggerutu dengan sikap suaminya yang berlebihan. " Lucu ya ternyata mas Fikri yang ditakuti semua karyawan kantor itu suami takut istri." Heni menahan tawanya. " Eh tapi bener kamu harus waspada sama si Vicky dia kan pemuda brengsek."Heni memperingatkan. " Iya tenang aja, ntar kalo udah ada gelagat kurang baik aku suruh Lidya jauhin tuh anak. ayo mbak mending kita ke dapur masak buat nanti makan malam." Nadia mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Heni ke dapurnya. Hal yang biasa dilakukan ketika kumpul pasti ngajak masak bareng. Heni sih ga keberatan karena itu hobinya. Tiba-tiba saja dia jadi ingat kejadian waktu Nadia ngidam anak pertama. Jam 1 malam Heni yang masih Pake baju tidur dijemput Fikri karena Nadia merengek ngidam mie goreng buatan Heni. Entah berapa belas kali Heni harus selalu memenuhi permintaan Nadia yang aneh dan konyol. Demi persahabatan ia pun mau melakukannya. Ternyata Nadia emang sengaja ngerjain Heni, Nadia waktu itu emang masih cemburu melihat kedekatan suaminya dengan sekretaris cantik yang seksi itu. **** Selama kedua wanita cantik itu di dapur, tugas memandikan dan menyuapi Dhea diambil alih Fikri kebetulan sang baby sitter sedang pulang kampung jadilah Fikri pengasuh sementara. Kesempatan mengasuh Dhea yang ditemani Tasya dijadikan momen untuk menguping pembicaraan Lidya dan Vicky di ruang tamu. Entah berapa kali Dhea yang aktif selalu bolak balik berlari dari teras lalu ke dalam rumah. Tentu saja Fikri ikut mengejarnya dengan begitu ia bisa memantau pergerakan Vicky. Vicky yang sedang dimabuk cinta tidak peduli dengan tingkah Fikri. Jam menunjukkan pukul setengah enam sore akhirnya setelah 2 jam lebih mengobrol ke sana kemari pemuda itu undur diri. " Dek, kakak pulang dulu ya. Udah sore nih." Vicky melirik jam tangannya. Sebenarnya ia masih betah berlama-lama bersama Lidya tapi ia sadar diri dan tidak ingin diusir oleh Kakak ipar Lidya yang garang. Vicky juga tidak ingin mencari masalah dengan Fikri. " Ko buru-buru amat sih kak, mending  nanti aja pulangnya habis makan malam." Tanpa diduga Lidya menahan kepergian Vicky. Sinyal bagus rupanya. Gadis berusia 18 tahun itu mulai terpikat dengan pesona Vicky. Tapi Vicky berusaha jaim. " Gimana ya, aku udah ada janji sama Papa. Lain kali aja ya." Vicky tetap pada keputusannya. " Ya udah, yuk ke ruang tengah dulu pamit sama kakak ku dulu." Vicky dan Lidya berdiri lalu melangkah menuju ruang tengah. Fikri yang sedari tadi bermain bersama Dhea dan Tasya sudah sejak 15 menit yang lalu berada di depan TV menemani anak-anak menonton. " Mas, kak Vicky mau pamit pulang nih." Lidya memanggil kakak iparnya. Orang yang dipanggil menoleh sebentar. " Iya" nada ketusnya masih terdengar. Sebenarnya Fikri sudah siap untuk melancarkan aksinya mengusir Vicky jika pemuda itu tidak pulang saat adzan Maghrib berkumandang. Untunglah sebelum amukannya meledak Vicky lebih dulu pamit sehingga semua tidak akan pernah terjadi. " Mas aku pulang dulu ya." Vicky mendekat ke arah Fikri yang masih asyik dengan posisi duduk memangku Dhea. Lelaki muda itu menyodorkan tangannya yang mau tidak mau diterima oleh Fikri. " Iya." Iapun menjawab pendek. " Calim,.." Dhea dengan nada cadelnya ingin bersalaman juga. " Ih anak pintar." Vicky membuatnya dengan senyum merekah. " Lho kok udah mau pulang lagi. Mending nanti aja pulangnya habis makan malam." Nadia yang diikuti Heni muncul dari arah dapur. Mereka sudah selesai menyiapkan keperluan untuk makan malam nanti. " Maaf mbak aku udah ada janji sama Papa. Makasih banyak." Vicky menolak halus tawaran Nadia. " Kamu kenal Lidya darimana Vicky? Awas aja kalo kamu macam-macam. " Heni yang dari tadi belum sempat bertemu dan berbicara dengan Vicky angkat bicara. " Tenang aja mbak, jangan khawatir. Oh iya aku pamit dulu." Pemuda itu langsung menyodorkan tangannya kepada Heni dan Nadia. Tak berapa lama Vicky pun meninggalkan mereka. *** Makan malam sangat istimewa karena hidangan yang disajikan adalah hasil karya Heni Aprilia yang rasanya pasti lezat walaupun menu yang sederhana. Fikri,Nadia,Lidya,Heni dan Tasya tampak duduk tenang di meja makan siap menyantap hidangan yang tersaji. Hanya si kecil Dhea yang absen karena beberapa menit yang lalu telah tertidur pulas di kamarnya. " Mbak Heni kenapa ga buka resto aja sih?" Nadia yang mengakui kelezatan masakan Heni memberi ide. " Belum kepikiran Nad, belum ada modal juga lagian aku juga sibuk kerja nanti gimana ngurusnya. Kecuali resign. Tapi belum siap juga kalau resign." Heni menjawab sambil tersenyum. " Iya Mbak Heni aku juga dukung mbak buka resto."Lidya yang duduk di samping Nadia memberi suara dukungan. " Mungkin itu rencana di masa depan." Heni tersenyum. Mereka semua sangat menikmati hidangan yang tersaji di meja makan. Menunya sangat sederhana masakan Sunda yang terdiri dari pepes ikan mas, sambal terasi dan lalapan, kerupuk serta sayur asem. Menu yang sebenarnya cocok untuk makan siang. Entah kenapa Nadia yang sedang hamil ngidam masakan Sunda buatan Heni. Meskipun demikian semua tidak merasa keberatan mengikuti selera ibu hamil tersebut. " Tiap hamil bunda tuh ngidamnya aneh terus." Fikri mulai berkomentar tentang kehamilan isterinya. " Namanya juga lagi hamil muda mas, wajarlah mau ini itu, apa yang kebayang pasti ingin langsung direalisasikan." Heni malah yang melakukan pembelaan atas pernyataan Fikri terhadap istrinya. Tentu saja karena dulu pun ia pernah mengalami hal yang sama. " Tuh, kan mbak Heni aja ngerti." Nadia yang sibuk menyendok makanannya seolah mendapatkan dukungan. " Apa semua ibu hamil itu aneh ya?" Fikri menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengingat beberapa hal konyol isterinya yang berhubungan dengan ngidam kehamilan anak keduanya. " Ayah jangan gitu dong ini semua demi anak kita." Nadia memberi alasan. " Walah, selalu aja bayi yang dijadikan alasan." Pria bertubuh tegap itu terkekeh. " Kamu kenal darimana sama si Vicky?" Heni mulai bertanya kepada Lidya tentang hubungan gadis itu dengan pemuda yang baru saja mengunjungi gadis itu. " Mbak kenal juga ya sama Kak Vicky?" Gadis bernama Lidya itu malah balik bertanya. " Kenal. Dia kan sahabatnya Dany anaknya bos Mbak dan mas kamu di kantor. Dia juga punya Cafe dan kalau ada acara kantor cafenya sering dibooking" Jawab Heni memberi sedikit keterangan tentang Vicky. Pemuda bernama Vicky itu adalah anak pengusaha Hotel dan restoran terkenal yang bernama Dimas Supicto . " Oh.., aku kenalan di Bandara seminggu yang lalu. Pas aku tiba di Jakarta. Kebetulan waktu itu yang jemput telat. Eh ketemu sama Kak Vicky yang mau jemput mamanya." Lidya menuturkan kronologis perkenalannya dengan Vicky seminggu yang lalu yang kemudian berlanjut dengan saling tukar kontak dan melanjutkan perkenalannya via media sosial. Tanpa diduga pemuda itu mengunjunginya sore tadi. " Kamu harus hati-hati dengan buaya darat itu. Kelakuannya sebelas dua belas sama Dany bahkan dia lebih akut." Fikri memberikan peringatan kepada adik ipar tersayangnya itu. " Tenang aja mas, aku sama kak Vicky cuma temanan aja. Di Jakarta ini aku kan belum punya teman jadi wajar jika ada yang mau berteman aku terima." " Iya, gapapa dong Yah." Nadia membela adik perempuannya itu. " Oke, tapi cuma temenan aja. Ga boleh pacaran sama dia." Fikri memberi syarat. Pria itu memang tidak pernah menyukai Dany dan teman-temannya. Jika selama ini ia mau berurusan dengan Dany dan kawan-kawan kawan itu karena perintah Pak Yusuf yang sudah mempercayainya. " Mana mungkin mas Fikrii..., Aku kan udah punya pacar." Mendengar ucapan kakak iparnya yang begitu posessiv membuat Lidya keceplosan dengan mengatakan bahwa ia telah memiliki pacar. " Tuh kan bohong kemarin-kemarin ngelak ditanya-tanya soal pacar, eh sekarang terang-terangan ngaku punya pacar. Emang pacar kamu siapa?" Fikri bertanya penuh selidik. Pria itu memang selalu saja ingin tahu urusan adik semata wayang isterinya itu. " Ada deh,..." sambil memberikan mengurangi Lidya malah enggan memberitahukannya. " Udah ah jangan ngebahas itu aja. Orang dewasa tuh emang aneh ya." Tasya yang baru beranjak remaja dan mendengar semua percakapan mereka menginterupsi.bswdari tadi. Ia seolah tak dipedulikan. " Bentar lagi kamu juga gede deh Tasya, ntar bakal merasakannya." Lidya tertawa jahil. " Iya, jadi lupa kalau ada anak kecil." Fikri merasa bersalah. " Ih, Om Fikri ngatain aku masih kecil terus sih." Tasya protes. " Oke, ABG." Fikri meralat ucapannya. Semua yang hadir tertawa. **** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN