Part 14

1255 Kata
Bunda Azizah telah kembali ke Bandung tadi pagi selepas sarapan sekitar pukul 7. Pukul satu siang pimpinan panti asuhan Assalam  itu harus sudah kembali berada di Bandung untuk urusan pertemuan penting. Tinggalah sekarang Tasya, Heni ibunya yang ditemani oleh bi Cacih sang ART. Tadi malam Tasya tidur bersama Heni. Ibu dan anak itu melepas rindu dengan menghabiskan malam bersama. Walaupun Tasya bukan lagi anak kecil tetapi ia sangat manja bila dekat dengan ibunya. Ia tidak pernah membenci ibunya yang meninggalkannya, semua penjelasan Bunda Azizah sanggup membuat Tasya menjadi anak yang Sholehah. Tasya mulai beradaptasi dengan tempat tinggalnya yang baru. Meskipun baru semalam ia berada di rumah Ibunya, ia mulai betah. Padahal sebelumnya ia merasa takut tidak nyaman dan tidak betah karena jauh dari saudara-saudaranya yang di panti. Perlakuan ibunya yang manis dan juga fasilitas kamar yang khusus didesain untuknya membuatnya nyaman, ya setidaknya saat ini walaupun jauh dari keramaian panti, ia memiliki kehangatan dari sang ibu tercinta. " Nanti sore Mama mau ngajak kamu ke rumah om Fikri." Heni yang kini berada di teras belakang rumahnya memberi informasi kepada anaknya tentang kunjungan yang telah beberapa hari disepakati dengan Fikri. " Asyik..., aku kangen sama Dhea pasti dia makin cerewet." Tasya terlihat antusias. Gadis ABG itu sudah lama kenal baik dengan Fikri dan keluarganya. Waktu Fikri pedekate kepada Heni dulu pria itu sering mengajak Tasya jalan-jalan. " Tante Nadia kan lagi hamil lagi." Heni memberi tahu. " Apa..?!" Duuh aku jadi iri sama Dhea. Masih kecil udah mau punya adik. Aku udah segede gini bentarlagi 13 tahun belum punya adik juga." Tasya melontarkan kata-kata yang tak terduga. " Ma, ga apa- apa ko kalau mama mau nikah lagi juga. Tasya ikhlas kok, Tasya juga kepingin punya keluarga yang lengkap. Tasya juga mau punya adik kaya orang lain." Sontak beberapa pernyataan Tasya itu menambah keterkejutan Heni. Ia tidak menyangka jika putrinya yang beranjak remaja itu berani berkata seperti itu. " Kamu ngomong apaan sih Sya?" Heni menatap putri kesayangannya " Emang tadi Tasya kurang jelas ya Ma, Tasya mau Mama cari Papa baru buat aku biar nanti kita punya keluarga lengkap. Terus Mama juga ga perlu kerja lagi." Tasya menjawab lagi dengan tegas dan jelas. " Satu lagi cari Papanya yang banyak duitnya Ma...Biar Tasya dibeliin ini itu." Lanjut gadis itu dengan polosnya. " Tasya....!" Heni menghentikan ocehan anaknya. **** Heni mengendarai mobilnya menuju sebuah perumahan kediaman Fikri dan keluarganya. Seperti yang dijanjikan sebelumnya Heni ditemani Tasya datang memenuhi undangan Nadia istri Fikri yang saat ini sedang hamil 3 bulan. Heni berharap kunjungan kali ini berlangsung menyenangkan. Entahlah walaupun hubungan mereka sudah dekat tetap saja Nadia selalu saja terlihat seolah cemburu kepada Heni. Padahal sudah jelas bahwa diantara dirinya dan Fikri tidak terjalin hubungan apapun kecuali urusan pekerjaan kantor karena mereka memiliki bos yang sama. Masa lalu karena dulu Fikri pernah terang-terangan menyatakan cintanya itu terjadi beberapa bulan sebelum mereka jadian. Entahlah Heni tidak tahu apa yang terjadi. Barangkali jenis penyakit yang diderita oleh Nadia sama persis dengan yang dialami oleh istri bos besarnya yang bernama Bu Ratih Hadiwijaya. Possesiv dan cemburuan. Hanya butuh waktu setengah jam mobil yang dikendarainya telah tiba di depan gerbang rumah mewah Fikri. Hanya beberapa detik saja pintu gerbang otomatis terbuka. Heni dan Tasya turun dari mobil kemudian menuju pintu masuk yang tertutup. Heni menekan bel yang 5 menit kemudian seorang gadis cantik membuka pintunya. " Assalamualaikum." Heni mengucap salam. " Waalaikum salam" jawab gadis itu ramah. " Mbak, pasti mbak Heni kan?" Tanyanya penuh percaya diri. Ia lalu menyalaminya. " Iya." Heni menerima uluran tangannya. " Mari masuk mbak. Kak Nadia sama mas Fikri udah nunggu di ruang tengah." Gadis putih berambut ikal itu mempersilahkan Heni dan Tasya masuk ke dalam rumah mewah itu. Sekilas dengan memperhatikan wajahnya Heni dapat menebak jika gadis itu adalah adik kandungnya Nadia walaupun sebelumnya mereka belum pernah bertemu. Wajah mereka sangat mirip. Heni dan Tasya berjalan menuju ruangan yang telah ditunjukkan tadi. Sementara gadis tadi langsung naik ke lantai atas. Di sofa Nadia dan Fikri telah menunggu kedatangan mereka. " Apa kabar mbak Heni?" Nadia diikuti Fikri berdiri dari tempat duduknya untuk menyalami Heni dan Tasya. " Baik, gimana nih kabar kehamilannya?" Heni balik bertanya sambil menyerahkan keranjang buah-buahan yang sengaja dibawanya. " Alhamdulillah, masuk bulan ke 3. Makasih ya oleh-olehnya. Duh Tasya udah ABG ya." Istri Fikri itu memperhatikan putri cantik Heni. " Hai Tante, Om..." Tasya menyapa mereka. " Sorry ya cuman bawa itu aja. Ga sempet bikin kue." Heni menyerahkan parsel buah yang dibawanya. " Ayo duduk." Fikri mempersilahkan tamunya untuk mengambil posisi duduk yang nyaman. " Makasih banyak ya udah mau singgah ke sini. Perasaan udah lama banget kita nggak ngumpul." Nyonya rumah itu membuka obrolan santai mereka. " Bu Sekretaris sibuk terus." Fikri menggoda Heni. "Ya iyalah sibuk, mas assistent kan kemarin-kemarin juga sibuk mendampingi bos Dany makanya aku kerja sendirian." Heni melakukan pembelaan. " Dhea kemana Tante?" Tasya yang sekarang sudah duduk di samping ibunya mencari sosok kecil yang dirindukannya. " Ada di atas kayanya masih tidur. Pasti sekarang sama Lidya." Jawab Nadia. " Lidya itu adik kamu yang tadi ya." " Iya, dia mau kuliah di Jakarta." Sambil membuka tutup toples Nadia menjawab pertanyaan Heni. " Sama dong kaya aku, aku juga baru pindah dan mau sekolah di sini." Tasya menyela. " Aku ambil minum dulu ya. Mbak sama Tasya Mau minum apa?" Nadia menawarkan minuman untuk tamunya. Ia baru sadar jika sedari tadi malah mengobrol. " Jus apa aja boleh." Heni menjawab sambil tersenyum. ** " Bunda...." Suara anak kecil memanggil ibunya. Tubuhnya digendong oleh gadis tadi yang membukakan pintu untuk Heni dan Tasya. Keduanya baru saja menuruni tangga untuk menuju ruang tengah. " Turun ya..." gadis itu membiarkan keponakannya berlari mencari ibunya. " Bunda..." Lagi lagi ia berteriak memanggil ibunya. Ia berlari mendekati sofa ruang tengah. " Sayang, kamu udah bangun ya....sini Salim dulu sama Tante Heni." Fikri segera meraih anaknya. Anak kecil itu tampak malu-malu saat memberikan tangannya pada Heni lalu Tasya. " Ih...Dhea larinya kenceng amat sih." Lidya yang baru saja tiba di ruangan tengah lalu mengomel. " Nah ini adik ipar aku." Fikri memperkenalkan Lidya. Padahal mereka berdua sudah bersapa-sapaan. Gadis bernama Lidya itu lalu ikut bergabung bersama mereka. " Bunda...." Dhea tetap ingin bersama. ibunya. Ketika dilihatnya sang bunda yang sedang membawa nampan diiringi ARTnya. Dhea berusaha turun dari pangkuan sang ayah. " Sabar dong sayang, bunda kan ada di sini." Nadia berusaha menenangkan putrinya. Sejak tahu akan memiliki seorang adik. Gadis cilik itu sangat manja. " Dhea, sini dong main sama kakak." Tasya berusaha menarik perhatian Dhea. Dengan mengajaknya bermain. Namun Dhea tetap tidak mau. Di tengah serunya percakapan tiba-tiba bel berbunyi. Ting tong....Ting tong... " Kayanya ada tamu lagi tuh." Fikri hendak berdiri untuk melihat siapa gerangan tamu itu. " Mas Fikri biar aku aja deh yang bukain." Seru Lidya. " Ga papa mas aja." Laki-laki itu bersikukuh. Fikri berjalan menuju ruang tamu lalu ia membukakan pintu. Alangkah terkejutnya ketika di depan pintu telah berdiri seorang pemuda tinggi berkulit putih dengan rambut gondrongnya. Ia tersenyum kepada Fikri. Ditangannya ada seikat bunga mawar merah. " Selamat sore mas." Ia menyodorkan tangannya untuk mengajak Fikri bersalaman namun Fikri malah menatapnya tajam. " Kamu ngapain kesini.?" Tanya Fikri penuh selidik. Bisa-bisanya pemuda itu datang ke rumahnya padahal sebelumnya tidak ada janji. " Aku mau ketemu Lidya mas." Jawabnya dengan penuh percaya diri, senyumnya masih merekah. Masih dengan pandangan penuh kepenasaran. Dalam benak Fikri ia bertanya-tanya ada hubungan apa antara pemuda ini dengan adik iparnya. Lidya kan baru seminggu tinggal di Jakarta. ***** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN