Pa Yusuf berjalan menuju kamar anaknya. Saat makan malam tadi mereka tidak terlalu banyak bercakap-cakap. Sudah beberapa hari ini Pak Yusuf marah kepada Dany. Walaupun sebenarnya banyak yang ingin dibicarakan pria itu menahannya. Selepas makan malam barulah pria itu merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk segera mengutarakan semua isi hatinya. Tentu saja mengenai anak ke 4 nya.
" Papi ingin bicara serius. Tolong matikan musiknya." Pak Yusuf masuk ke kamar anaknya yang pintunya sedikit terbuka. Dari suaranya sudah terbaca pria itu sedang emosi.
" Ada apa Pi?" Dany yang sedang asyik menikmati lagu-lagu kesukaannya itu langsung mematuhi perintah ayahnya. Sejak selesai makan malam ia memang langsung masuk kamarnya. Enggan mendengar omelan Maminya.
" Kapan kamu akan berubah? Papi sudah lelah melihat ulah kamu." Tiba-tiba Pak Yusuf mengajukan pertanyaan dengan nada tinggi.
Ia berdiri di depan anaknya yang duduk manis di sofa. Matanya menatap tajam ke arah pemuda yang terkenal bandel dan susah diatur itu.
" Papi malu sama para ART juga teman-teman Papi atas semua sikap dan tindakan kamu yang tidak terpuji. Tagihan kartu kredit kamu yang membengkak belum lagi tadi Vicky menelpon kalau kamu punya utang sama dia." Pak Yusuf terlihat kesal. Ingin rasanya ia mencabik-cabik putranya itu.
" Aku memang buruk fan b******k Pi...Sangat buruk...Tidak seperti Diki anak kesayangan Mami dan Papi." Dany malah menjawab seenaknya tanpa memandangi wajah ayahnya yang mulai mengendalikan amarahnya.
" Papi cuma ingin kamu berubah. Mulai besok kamu harus kerja di kantor Papi. Pokoknya Papi ga mau dengar alasan dan penolakan lagi. Papi akan siapkan semuanya. Terus itu rambut dan muka tolong rapikan." Ayah 5 anak itu memerintah.
" Aku belum siap." Dany mulai berani menatap ayahnya sekilas kemudian ia membuang muka sambil jari-jari tangannya memainkan gadgetnya.
" Sampai kapan pun kamu ga akan siap. Makanya Papi paksa kamu. Dan mulai besok juga Mami dan Papi ga akan ngasih uang sepeser pun. Semua rekening papi blokir. Cari uang sendiri. Jangan harap Kakak-kakak kamu nolongin." Papinya benar benar sudah hilang kesabarannya.
" Papi jangan kejam begitu dong. Itu ga adil Pi." Dany terlihat kaget ia tak percaya dengan apa yang dikatakan ayahnya. Rekening diblokir artinya tidak ada uang.
" Kamu bilang Papi kejam? Kamu yang ga tahu diri." Bentak Pak Yusuf.
Setelah mengatakan itu Pak Yusuf berlalu dari hadapan anaknya. Ia tak mau lagi mendengar protes anaknya itu. Ia ingin memberikan pelajaran.
****
2 hari kemudian
Pagi itu Dany tampil rapi dengan kostum kerjanya. Kemeja abu dengan dasi warna biru dongkernya. Rambutnya sudah rapi tidak segondrong kemarin. Cambang dan kumis telah dipangkas habis. Wajahnya sudah betsih. Ia terlihat tampan mirip Pak Yusuf ketika muda dulu. Penampilannya benar-benar banyak berubah.
Setelah turun dari mobilnya ia langsung menuju ke pintu masuk kantor pak Yusuf. Semua yang di lobby terpana melihatnya. Mereka tidak tahu kalau itu adalah anak bos nya.
Ia menuju lantai 6 dimana ruangan Papinya berada.
" Siapa tuh...Kayanya baru lihat deh" seorang karyawan perempuan berbisik kepada rekannya setelah tadi satu lift dengan Dany. Mereka kagum dengan ketampanan Dany.
Tok...Tok...
Dany mengetuk pintu ruangan pak Yusuf yang tertutup rapat.
" Selamat pagi." Sapanya.
Pak Yusuf yang sedang ditemani Heni
benar-benar terpukau dengan penampilan anaknya. Begitu pun Heni yang sejak tadi duduk di depan meja Pak Yusuf. Perempuan itu seolah tak percaya dengan penglihatannya. Ia menggosok matanya lembut kemudian memicingkan matanya.
" Dany...Apa aku ngga salah lihat. Itu beneran kamu kan?" Heni terheran-heran. Dany minggu lalu sudah berubah drastis.
" Kenapa ekspresinya begitu? Aku ganteng kan?" Dany menjatuhkan bokongnya di sofa. Ia tersenyum sok ganteng. Penuh percaya diri.
" Narsis amat sih." Cibir Heni.
" Papi senang lihat penampilan kamu sekarang yang jauh lebih rapi ga acak acakan lagi." Pak Yusuf beranjak dari meja kerjanya lalu duduk di sofa tepat di samping anaknya.
Ia merasa senang akhirnya anak yang selalu membuat onar ini mau menuruti perintahnya. Datang ke kantornya untuk bekerja. Ini adalah sebuah awal yang baik. Walau bagaimana pun juga Dany salah satu penerus perusahaannya.
" Kalau gitu aku permisi dulu ya." Heni hendak meninggalkan ayah dan anak tersebut. Ia tak ingin mengganggu pembicaraan mereka berdua.
" Oke. Silahkan sekalian kamu siapkan meeting nanti jam 10." Pak Yusuf membiarkan sekretarisnya berlalu dari ruang kerjanya.
" Mas Fikri mana?" Tanya Dany.
" Dia lagi ke lantai 4" jawab Papinya singkat.
" Nanti dia tunjukkan ruang kerja kamu. Mulai hari ini kamu menjabat jadi direktur pemasaran". Pak Yusuf memberi arahan.
" Ok." Dany mengangguk-anggukan kepalanya pertanda setuju. Apapun jabatan yang diberikan oleh ayahnya, ia akan menerimanya.
" Karena sekretarisnya sedang cuti melahirkan jadi sementara mas Fikri yang bantuin kamu." Lelaki tua itu memberikan informasi penting.
" Apa?! Emang gak ada sekretaris lain apa? Aku ga mau ah Pi. Mas Fikri itu orangnya ngeyel, nyebelin, cerewet minta ampun dan sering nyuruh-nyuruh. Bisa-bisa malah sebaliknya dia yang jadi bos aku." Dany protes dengan keputusan Papinya yang dianggap kurang tepat. Ia memang tidak menyukai assisten pribadi sekaligus bodyguard ayahnya yang bernama Fikri itu.
" Dia lebih berpengalaman dibanding kamu. Jadi Papi sengaja tunjuk dia untuk mendampingi kamu supaya kamu bisa kerja dengan baik. Itu cuma sementara nunggu cuti Meila yang 2 bulan lagi juga masuk kembali" Pak Yusuf berkata panjang lebar.
Gila gua bisa stress kerja gara-gara orang itu. Bakalan sering ribut deh. Ah apa boleh buat daripada Papi marah dan semua sumber keuangan distop. Aku coba jalanin deh...Awas aja kalau si kutu kupret itu macam-macam.
Batinnya menggerutu.
" Iya deh Pi, terserah Papi aja." Dany akhirnya setuju.
***
Fikri dan Dany berada di lantai 4. Tempat dimana ruangannya berada. Semua orang yang melihatnya berbisik-bisik mempertanyakan siapa dia. Semua terpana dengan ketampanannya yang di atas rata-rata. Fikri yang tampan pun kalah telak dibanding Dany.
" Ini ruangan kerja Boss Dany. Kalau ada yang kurang sesuai nanti bilang saja ya. Mudah-mudahan betah." Ia berkata sambil tersenyum. Senyum penuh tantangan. Dany sedikit kesal dengan assisten Papi nya ini. Ia merasa laki-laki itu sedang mengejeknya atau seolah meragukan kemampuannya.
" Oke thanks ya mas Fikri. Segera buat jadwal dan kasih petunjuk kerjaan aku apa saja." Dany tak sabar ingin bekerja.
" Santai pak Direktur. Semua sudah disiapkan." Fikri menyeringai. Ia memang meragukan Dany.
" Hari ini akan ada meeting dulu dengan CEO. Bos Dany silahkan santai dulu ya. Nanti jam 10 kita ke ruang meeting sekalian acara perkenalan juga." lanjutnya.
Dany tidak merespon ia malah mendekati meja kerjanya dan mencoba menduduki kursi di balik meja.
****
TBC