"Assalamualaikum" Heni mengucapkan salam ketika memasuki ruangan Tamu kediaman Yusuf Hadiwijaya.
" Waalaikumsalam." Jawab ART yang tadi membukakan pintu untuknya.
Ia masuk ke dalam rumah tanpa ditemani oleh Dany yang setelah turun dari mobilnya langsung menghilang entah kemana.
Tanpa canggung perempuan berambut panjang itu berjalan ke ruangan tengah mencari Bu Ratih. Di Ruangan tersebut terlihat Bu Ratih sedang asyik menonton siaran berita di TV. Melihat kedatangan Heni ia langsung berbinar lantas menyambutnya dengan suka cita.
" Heni...Tante pikir kamu tidak jadi datang." Wanita itu beringsut dari tempat duduknya kemudian berdiri memeluk Heni. Lalu keduanya pun duduk di Sofa yang sama.
" Maaf Tante tadi jalanan macet jadi baru datang. Barusan Heni ikut Dany" jawab Heni.
" Oh.." Bu Ratih cuma ber oh ria.
" Oh iya Om Yusuf belum pulang? Katanya tadi siang ia ke Bogor." Heni menanyakan keberadaan Pak Yusuf suami Bu Ratih yang berstatus sebagai bos di kantornya.
" Belum. mungkin nanti malam." jawabnya singkat.
" Ini minumnya mbak..." seorang ART bernama Titi meletakan minuman teh di hadapan dua wanita beda generasi itu.
" Makasih ya Bi Titi."
Beberapa saat kemudian datanglah Dany. Menenteng tas kerjanya. Ia menghampiri ibunya seraya mengecup pipi sang Mami.
" Ih...Kamu." Bu Ratih tersenyum.
Terhitung sejak mulai kerja ia bersikap lebih manis terhadap Bu Ratih. Dany tidak pernah bikin ulah Hubungan mereka mulai mencair. Mereka tidak pernah lagi terlibat perselisihan.
" Aku bersih-bersih dulu ya." Pamitnya. lalu ia meninggalkan kedua wanita itu untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
" He..He...Anak Tante yang satu ini emang keren deh. Cuma butuh waktu sebentar untuk berubah 180 derajat." Heni menggoda Bu Ratih.
" Alhamdulillah Hen, Tante senang banget. Ga nyangka banget Dany bisa berubah secepat ini. Tante pikir dia mau jadi berandalan atau preman jalanan." Sahut Bu Ratih. Wanita itu tampak bahagia karena si pembuat onar sudah menjadi anak baik.
" Walaupun kebiasaan ngajak debatnya belum hilang, protes ini itu, heran deh banyak ribut cuma sama aku dan mas Fikri saja." Heni sedikit mengadu kebiasaan buruk Dany di kantor.
" Masa sih, bukannya di kantor ia terkenal ramah." Bu Ratih agak terkejut.
" Entahlah, mungkin dia ga suka sama aku dan mas Fikri." Jawab Heni.
" Udah Maghrib, kamu kalau mau sholat di kamar tamu aja ya." Bu Ratih mengakhiri topik pembicaraan tentang anaknya.
" Oke." Jawab Heni.
Keduanya lalu meminum teh yang disajikan bi Titi sebelum mereka beranjak meninggalkan ruangan tersebut.
***
Pukul 7 Malam.
Bu Ratih, Dany dan Heni berada di ruang makan untuk menikmati makan malam. Bu Ratih memang sengaja mengundang Heni karena hampir sebulan ini Heni jarang sekali berkunjung ke rumahnya. Selalu saja ada alasan sibuk. Terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan kantor. Belum lagi sudah 2 Minggu ini tiap akhir pekan, Heni sibuk ke Bandung untuk menyelesaikan surat-surat kepindahan anaknya.
" Itu Tante yang masak semua." Bu Ratih berkata seraya menunjukkan semua hidangan yang tersedia di meja. Ada soto Bandung, empal, tempe kering, sambal dan kerupuk udang.
" Ini makanan kesukaanku." Dany menatap masakan Ibunya dengan sumringah. Ia tak sabar ingin segera melahapnya.
" Semua masakan Mami pasti kamu bilang masakan kesukaan " Bu Ratih tersenyum. Sejak kecil Dany memang gembul namun tidak membuatnya gemuk.
" Kayanya enak nih." Seru Heni. Ia juga tidak tahan segera mencicipi hidangan yang tersedia.
" Pasti." sahut Dany. Pemuda itu sibuk mengambil makanan.
" Sayangnya Papi ga ikut makan." Terdengar sedikit nada penyesalan Bu Ratih.
Mereka menikmati makan malamnya dengan tenang.
" Masakan ini spesial buat Dany yang udah sukses menjabat Direktur." terlihat senyum dibibir merah Bu Ratih. Lalu ia memandangi putranya yang tengah sibuk melahap makanannya.
" Thanks ya Mi."
Dany merasa tersanjung. Begitu besar perhatian ibunya pada dirinya. Saat ini ia merasa menjadi anak kesayangan Mami menyingkirkan Diki.
" Jadi ini tuh semacam perayaan buat Dany ya..." Heni ikut tersenyum lebar.
Akhirnya makan malam bersama pun usai. Tepat jam 8 malam Heni pamit pulang.
" Tante makasih banyak ya." Kata Heni saat akan pamit.
" Sama-sama. Makasih kamu juga udah datang. Kamu pulang diantar Dany lagi ya." Bu Ratih memerintah Dany.
" Ga ah Mi, diantar mang Sukri aja." Dany menolak.
" Apa?! Tadi kan kamu yang bawa Heni. Jadi kamu dong yang anterin. Kasihan dia" Bu Ratih sedikit sewot.
Dany akhirnya menuruti ibunya. Ia tidak ingin merusak suasana malam ini. ibunya telah berbuat kebaikan dengan membuat makan malam istimewa.
" Ayo." Dany mengajak Heni yang sudah siap menuju pintu.
" Dah Tante, Assalamualaikum" Heni bercipika cipikidengan Bu Ratih
" Waalaikumsalam, hati-hati ya" Wanita paruh baya itu tersenyum ceria.
****
Dany memacu mobilnya perlahan menuju rumah Heni yang letaknya tidak terlalu jauh.
" Gimana nih kayanya kamu seneng banget ya sekarang udah gak bareng Mas Fikri lagi." Heni menggoda Dany.
" Alhamdulillah tuh gak perlu lagi menerima omelan dia. Tiap hari telinga aku panasnya bukan kepalang. Selalu saja dia mencari cari kesalahanku. Main perintah ini itu, dia berlaku seolah dialah bosnya." Dany bicara blak-blakan tentang Fikri. Ia tak peduli bahwa Heni adalah sahabat Fikri.
" Tapi dia memuji kinerja kamu lho." Heni tersenyum. Dany tidak percaya karena selama ini Fikri datar-datar saja. Dia memang pelit pujian. Sosok yang sok formal dan gila hormat. Mentang mentang tangan kanan sang CEO.
" Ga mungkin. Dia kayanya benci banget sama aku. Mana pernah dia muji aku." Gumamnya.
Heni lalu terdiam. Ia tak ingin lagi melanjutkan pembicaraan mengenai Fikri yang ujung-ujungnya membuat Dany bergibah.
" Ehm,...sepertinya kamu naksir Meila ya. Kelihatan banget lho. Terus tadi juga Meila bilang hari ini kamu aneh banget." Heni mengalihkan pembicaraan. Mendengar ucapan Heni Dany terdiam sesaat.
" Kamu mau tahu aja urusan orang, emang sih dia cantik. Baru kali ini aku lihat cewek yang benar-benar bikin hati bergetar, cantik luar dalam He...He...beruntung banget yang jadi suaminya." Dany bicara sambil tersenyum terus seperti orang yang sedang kasmaran.
" Sah- sah aja sih naksir istri orang tapi inget jangan kebablasan. Apalagi sampai menggodanya." Heni memperingati.
" Siap, Bu Heni. Lagian aku juga ga berniat gangguin dia." Jujur Dany.
" Aku serius nih.." pekik Heni.
" Aku juga serius suka sama dia. Tapi aku janji ga akan macam-macam." seru Dany.
Heni tidak tahu dengan sifat Dany yang sebenarnya terhadap wanita. Selama ini yang ia tahu status Dany adalah jomblo setelah putus dengan Caroline pacarnya yang orang Amerika. Padahal mereka sudah pacaran selama 5 tahun. Entah apa alasannya. Setahu Heni ,Dany bukan tipe playboy. Mantan-mantannya bisa dihitung jari. Mungkin Dany tipe laki-laki setia.
" Udah sampai" Dany mengerem laju kendaraan yang dikemudikan nya tepat di depan pagar rumah Heni.
" Makasih ya." seru Heni seraya membuka pintu mobil bagian depan.
" Ok. Jangan lupa pesanan aku besok ya." Ia mengingatkan Heni akan pesanan pudding ya.
" Siap. Jangan khawatir. Nanti aku langsung bikinin kok" jawab nya.
Dany meninggalkan Heni yang langsung membuka pintu pagar rumahnya. Laki-laki itu kembali menjalankan mobilnya untuk pulang ke rumahnya.
****
TBC