BAB 3| Michael Alexander’s

2284 Kata
*** Setelah berbicara di hotel, di mana Al memberitahu Jihan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh gadis tersebut setelah membelinya dalam pelelangan club, malam itu Al membawa Jihan meninggalkan kota New York menuju London, kota tempat tinggal Al. Sesampainya di London, Jihan mengira Al mungkin akan membiarkannya tinggal di hotel atau tempat sementara, namun ternyata pria paruh baya itu langsung membawanya ke kediamannya yang megah dan mewah, yaitu Mansion Alexander's. Ketika Jihan tiba di kediaman mewah milik Alexander's, dia disambut hangat oleh wanita berusia senja yang tak lain adalah Kayla, ibu dari Al, dan wanita paruh baya bernama Arabella, istri dari Al. Kesan kesederhanaan dan kehangatan langsung terasa di kediaman tersebut. Saat Jihan bertemu kembali dengan Kayla dan Arabella setelah beberapa tahun tidak bertemu, ia merasa sedikit canggung. Namun, Kayla, wanita berusia senja yang dikenal dengan sifat lemah lembut dan kebaikan hatinya seperti malaikat, membuat Jihan merasa lebih nyaman dan mudah untuk beradaptasi. Setelah tiba di kediaman tersebut, Jihan duduk sebentar bersama keluarga Al, yaitu istri dan kedua orang tua pria paruh baya tersebut, sebelum kemudian Arabella meminta Jihan untuk beristirahat di salah satu kamar tamu. Ketika Jihan masuk ke dalam kamar, Arabella dan Kayla, yang sejak beberapa saat lalu sudah menahan rasa penasaran mengapa Al bisa bersama Jihan, segera melontarkan berbagai macam pertanyaan kepada pria paruh baya tersebut. Al dengan jujur menjelaskan semuanya kepada ibunya dan juga istrinya. Dia menceritakan kepada mereka alasan mengapa Jihan sampai berada di panggung pelelangan Club, dan juga alasan mengapa dia memutuskan untuk membeli gadis tersebut dalam pelelangan itu. Arabella awalnya terkejut mendengar betapa jahatnya perlakuan Claudya terhadap Jihan, namun keputusan suaminya untuk menikahkan Michael dengan Jihan lebih membuatnya terkejut. "Tidak bisa, Al. Kali ini aku tidak setuju dengan keputusanmu. Aku tidak setuju Jihan menikah dengan Michael," ucap Arabella dengan tegas menolak keputusan suaminya. "Aku tidak membutuhkan persetujuan siapapun, termasuk kau, Bella. Bahkan Michael pun tidak berhak menolak. Keputusan ini sudah bulat dari pihakku dan tidak boleh ada yang membantah, protes, apalagi menolak," ujar Al dengan tatapan dingin pada istrinya. Keegoisan yang melekat pada Al sejak dulu tetap terpancar, meskipun dia mencintai Arabella dengan sepenuh hati, namun keegoisannya tak tertandingi. "Sayang, tolong jangan menjadi begitu egois. Jihan adalah gadis yang baik, sedangkan putramu..." Arabella memberi jeda sejenak, menatap tajam suaminya. "Kita semua tahu bagaimana Michael. Apakah kamu tidak khawatir bahwa setelah menikah, Michael akan menyakiti Jihan? Dan jangan lupakan bahwa Michael tidak jauh berbeda denganmu. Egois, pemaksa, bahkan tidak peduli dengan perasaan orang lain," Arabella menyampaikan dengan nada tajam tanpa rasa takut, meskipun Al menyunggingkan tatapan tajam padanya. "Dan aku yakin semua orang disini berpikiran sama denganku. Tolong jangan hanya memikirkan keinginanmu, tapi pikirkan juga nasib orang lain, terutama Jihan. Aku tidak mengerti apa sebenarnya niatmu sampai kamu begitu keras untuk menjodohkan mereka. Padahal di dunia ini ada begitu banyak wanita yang bisa menjadi calon untuk putramu," tambah Arabella, berapi-api karena kesal terhadap keputusan suaminya. "Masalahnya, dari sekian banyak wanita di dunia ini, aku hanya menginginkan Jihan sebagai pendamping Michael," Al mengangguk acuh. "Dan Jihan juga setuju dengan itu, dia sama sekali tidak keberatan." "Karena dia takut padamu dan terbebani dengan cara kamu memperolehnya. Ayolah, sayang, jangan bodoh," tegur Arabella. Al menghela napas berat, "Sudahlah, kau terlalu berisik, Baby. Kita tunggu sampai putramu yang nakal itu pulang, baru kita bicarakan lagi. Sekarang, aku sangat lelah dan ingin mandi," ucapnya sambil menatap Arabella yang kesal padanya tanpa peduli. Mendesah kasar, Arabella bangkit dari duduknya. "Aku tidak bisa memahami keputusanmu yang gila ini," gerutunya sambil melangkah meninggalkan ruang keluarga menuju kamar utama. "Lihatlah, menantumu, dia senang sekali menggerutu di belakang suaminya," ucap Al kepada ibunya. Wanita berusia senja itu memandang putranya dengan malas, "Aku rasa wanita manapun yang menjadi istrimu akan bersikap sama seperti Ara. Mana ada wanita yang bisa bersikap lemah lembut jika suaminya seperti dirimu, menyebalkan," cetus Kayla, membuat Al meringis pelan sebelum melirik ke arah ayahnya Marchell. Pria berusia senja itu terlihat mengulum senyum. *** Di tempat lain, di sebuah apartemen, seorang lelaki berusia 30 tahun berbaring di ranjang king size dengan posisi terlentang. Tubuh kekar dan berototnya hanya ditutupi oleh selimut putih tebal di bagian intim. Dengan sorot mata tajam, ia memperhatikan layar ponsel dalam genggamannya, membaca pesan dari kontak yang bernama 'Dad'. "Segera pulang, kehadiranmu ditunggu oleh semua orang. Ada hal penting yang akan aku sampaikan padamu," bunyi pesan yang terbaca dalam hati sang lelaki tampan tersebut. Namanya Michael Alexander's, putra bungsu dari pasangan Al dan Arabella, pewaris tunggal Alexander's Corporation, dan pemimpin The Phoenix, kelompok Mafia terkuat di kota London. Michael mendesah kasar sebelum menyimpan kembali perangkat canggihnya ke atas nakas di samping tempat tidur. Di sampingnya, seorang wanita yang juga berpenampilan sama dengan Michael, tubuh polosnya hanya ditutupi oleh selimut, mendekatkan tubuhnya ke arah lelaki itu. "Apakah pesan tadi dari ayahmu?" tanya Alea dengan suara lembut. Alea, berusia 29 tahun, seorang model dengan paras cantik dan tubuh tinggi semampai. Michael mengalihkan pandangannya pada Alea, tersenyum tipis di wajah tampannya. "Ya," jawabnya singkat. Sejenak, Alea terdiam sambil memandangi wajah Michael dengan serius sebelum mendekat dan mencium bibir lelaki itu dengan lembut, lalu menyudahi. "Kamu sudah berjanji bahwa kita akan menikmati waktu dan bersenang-senang di sini. Apakah kali ini kamu akan ingkar janji lagi?" Suara Alea mencerminkan rasa kecewa karena Michael kembali tidak menepati janji. Ini bukan kali pertama kebersamaan Alea dengan Michael terganggu oleh pekerjaan lelaki itu. Setiap kali ada kesempatan untuk bertemu di tengah kesibukan Alea sebagai seorang model, selalu ada saja hal-hal yang mengganggu mereka. Entah itu urusan pekerjaan Michael atau seperti tadi, ayah pria itu meminta Michael segera pulang. Dalam kondisi seperti ini, Alea tentu sangat kesal karena di sisi lain Michael juga kurang tegas dalam mengambil sikap. Lelaki itu tidak pernah bisa membantah ayahnya, atau mengorbankan pekerjaannya agar bisa menikmati waktu bersama dirinya. "Kita atur pertemuan kita di lain waktu," balas Michael sembari menegakkan tubuh di atas kasur dan menurunkan kedua kakinya ke lantai yang dingin. Sejenak ia duduk dengan posisi membelakangi Alea. Alea ikut menegakkan tubuhnya, menarik ujung selimut ke arah dadanya untuk menutupi bagian yang terekspos. "Bulan lalu kamu juga bicara seperti ini, Michael. Sebelumnya kamu berjanji padaku akan meluangkan waktu untukku selama tiga hari. Tapi apa kenyataannya? Kamu hanya ada sehari, setelah itu kamu pergi dengan alasan ada pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda-tunda. Kamu pergi begitu saja tanpa memikirkan perasaanku," ujar Alea sambil menyampaikan unek-uneknya. Sudah lama dia menahan kekesalannya terhadap sang kekasih yang terlihat tidak peduli dengan hubungan mereka. "Aku sangat sibuk mengemban dua tanggung jawab besar, seharusnya kau tahu itu," ucap Michael tanpa menoleh ke arah Alea. "Aku tahu bahwa pekerjaanmu sangatlah penting. Tapi bagaimanapun, aku ini kekasihmu, Michael. Aku juga ingin diperhatikan olehmu, aku juga ingin kamu memprioritaskan aku." Dengan gerakan cepat, Michael memutar kepala dan menatap dingin pada Alea. "Kalau seperti itu yang kau inginkan, maka tinggalkan pekerjaanmu. Dengan begitu, aku bisa membawamu ke mana saja. Bahkan kita bisa bersama setiap hari," ujarnya dengan suara berat dan serak khas seorang Michael Alexander's. Seketika terdiam, Alea mengatup rapat kedua bibirnya. Permintaan sang kekasih tentu tidak akan bisa dikabulkan oleh Alea. Dia tidak akan mungkin berhenti menjadi seorang model, karena profesi tersebut adalah impian sejak dia masih kecil. Menggeleng pelan, Alea menjawab, "Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku," dengan suara pelan. Dengan tatapan fokus pada Alea, Michael menganggukkan kepala sebelum berucap, "Kalau begitu, jangan protes apalagi menuntut waktu banyak karena sampai kapanpun kita akan tetap seperti ini. Kamu sibuk dengan urusanmu sendiri begitupun dengan aku. Menghabiskan waktu selama beberapa jam bersamamu menurutku sudah luar biasa. Jangan menuntut banyak karena kamu sendiri enggan meninggalkan pekerjaanmu." Michael menarik pandangan dari Alea, membuang napas dengan kasar sebelum berdiri dari duduknya dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia segera mengenakan pakaiannya, sedangkan Alea dengan cepat turun dari ranjang dan menghampiri Michael. Wanita itu memeluk Michael dari belakang dengan erat, membiarkan tubuh polosnya menempel dengan sempurna di punggung sang lelaki yang dipenuhi oleh tato. "Aku sangat merindukanmu, honey. Aku sudah lama menantikan momen ini. Satu bulan lamanya aku menahan rasa rinduku padamu, hingga tiba saatnya kita bertemu. Tadinya aku sangat berharap kita akan menghabiskan waktu selama dua atau tiga hari ke depan di tempat ini tanpa ada yang mengganggu kita," gumam Alea. "Aku mengerti dengan kesibukan kita masing-masing, itulah sebabnya aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu senggang untuk bersenang-senang di luar sana, karena aku ingin memanfaatkan waktu tersebut bersamamu," ujar Alea mengutarakan isi hati dengan suara bergetar sambil mengeratkan pelukannya di tubuh kekar sang kekasih. Michael terdiam, menatap lurus ke arah depan sebelum ia menghela napas lelah. Dia juga lelah dengan hubungannya bersama Alea seperti ini. Dia juga ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama kekasihnya, tetapi apa boleh buat dia memiliki tanggung jawab besar dalam pekerjaannya. Dia juga tidak bisa memaksakan wanita itu untuk berhenti dan meninggalkan pekerjaan, karena dia tahu sampai kapanpun Alea tidak akan mau mengikuti sarannya. Tidak ada yang mau mengalah di antara dirinya dan Alea, sehingga hubungan mereka akan tetap seperti ini mungkin selamanya. Michael meraih tangan Alea yang melingkar di perut sixpacknya, lalu memutar posisi tubuh dan berdiri menghadap pada wanita itu. Ia menatap Alea dengan tatapan penuh cinta, menangkup wajah cantik sang wanita dengan kedua tangan lebarnya. Michael menurunkan wajah lebih dekat ke wajah Alea, kemudian mencium bibir kenyal wanita itu sebelum menyudahi. "Kita sama-sama tidak bisa meninggalkan pekerjaan kita. Tidak ada satupun di antara kita yang mau mengalah, jadi mau tidak mau kita harus bisa menikmati hubungan seperti ini," ujar Michael. "Berapa lama waktu yang kita habiskan, itu bukan masalah, yang terpenting hubungan kita baik-baik saja," tambah Michael. Alea mengangguk kecil. "Sejujurnya aku takut kamu bosan dengan hubungan seperti ini. Aku takut kamu akan berpaling dariku saat kamu menemukan kenyamanan pada wanita lain. Aku tidak bisa membayangkan jika hal buruk itu benar-benar terjadi," ujarnya dengan tatapan sendu. Michael terdiam, fokus menatap kedua mata Alea. "Berjanjilah untuk tidak akan pernah meninggalkanku, apapun yang terjadi," pinta Alea sambil menatap wajah tampan Michael dengan kedua mata berkaca-kaca. "Please, berjanjilah," dia memohon ketika menemukan sang kekasih yang hanya diam saja. Michael mengangguk pelan, "Aku akan tetap mencintaimu," janji itu membuat sang wanita melebarkan senyum di bibir. "Aku harus segera pulang," ucap Michael. "Kamu akan kemana setelah ini?" tanyanya penasaran. "Aku ada pekerjaan di Paris. Aku menjadi salah satu brand ambassador yang cukup terkenal di sana. Sebenarnya lusa jadwalku ke sana, dan tadinya aku pikir kita bisa tinggal di sini selama 2 hari. Tapi karena pekerjaanmu sungguh penting, mungkin sebaiknya aku berangkat malam ini saja, karena kalau aku tetap di sini pun tetap percuma. Aku sendirian di sini," jawab Alea sambil menerangkan panjang lebar. “Baiklah, semoga pekerjaanmu lancar,” balas Michael lalu mendekat dan melabuhkan kecupan hangat di kening Alea sebelum menjauhkan bibirnya. Michael mengurai pelukan Alea dari tubuhnya dan berjalan menuju nakas untuk menyambar ponselnya di atas nakas dan menyimpannya ke saku celananya. Setelah mendapatkan respon singkat dari lelaki itu, Alea memandang nanar punggung lebar sang kekasih. Dia merasa Michael terlalu cuek. Lelaki itu bahkan tidak pernah mencegah kepergiannya. Alea menduga bahwa selama ini Michael tidak pernah merindukan dirinya seperti dia yang merindukan lelaki itu. Rasa ingin tahu mulai menyelimuti Alea, namun dia menahan diri karena tidak ingin bertengkar dengan Michael. Alea takut kehilangan Michael, dia takut membuat lelaki itu marah. Oleh sebab itu, Alea hanya pasrah menerima sikap cuek Michael menurut pandangannya. “Aku pulang dulu,” pamit Michael setelah menghampiri Alea. Wanita itu mengangguk dalam diam. Michael segera keluar dari kamar meninggalkan Alea dengan perasaan sesak. Tak lama kemudian, wanita itu menangis dengan tubuh merosot ke lantai. *** Mansion Alexander… Saat Michael tiba di Mansion, dia langsung menuju ruang tengah tempat keluarga biasanya bersantai. Tiba di ruang santai, Michael menyapa ibunya, neneknya, dan kakeknya. Tidak dengan ayahnya karena hubungan mereka tidak begitu hangat. Sering terjadi kesalahpahaman kecil di antara keduanya. Al yang egois, Michael apalagi. Keduanya sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengalah. Hobi keduanya adalah saling menatap dingin satu sama lain. “Habis berkencan?” tanya Marchell Alexander sambil menatap sang cucu dengan senyuman. Lelaki tampan itu duduk di sampingnya, memiringkan wajah dan membalas tatapannya dengan ekspresi datar. “Grandpa mencium parfum seorang wanita,” tambah Marchell. Michael menarik pandangannya dari sang kakek dan melirik ayahnya yang tengah memperhatikannya. “Yeah, sayangnya kencanku diganggu oleh pesan yang tidak penting,” jawabnya sambil menarik pandangan dari sang ayah, lalu melirik ibunya dan neneknya sebelum memaku pandangannya pada sang kakek. Marchell tersenyum mendengar jawaban cucunya. “Baiklah, sekarang bersihkan tubuhmu sebelum kita makan malam bersama. Grandpa sangat lapar, sengaja menunggumu. Sudah sepekan lamanya kita tidak pernah menikmati makan malam bersama. Grandpa merindukan momen hangat itu,” papar Marchell dengan jujur. Cucunya jarang pulang ke Mansion karena lelaki itu lebih banyak menghabiskan waktu di markas, apartemen pribadi, dan salah satu rumah pribadinya. Salah satu alasan Michael jarang pulang adalah karena dia malas bertemu dengan ayahnya yang menurutnya sangat menyebalkan. Mengangguk pelan, "Baiklah, aku akan segera turun jika sudah selesai," balas Michael sebelum berdiri dari duduknya. Ia mendekat ke arah neneknya, merendahkan tubuh, dan mengucapkan kecupan hangat di kening wanita senja itu. Michael juga melakukan hal yang sama pada ibunya sebelum meninggalkan ruangan tersebut menuju tangga penghubung antara lantai dasar dan lantai atas. Beberapa menit berlalu... Michael tiba di lantai atas, ia memperlambat langkahnya di dekat tangga ketika matanya menangkap sosok seorang gadis yang tengah melangkah ke arahnya. Ketika mengenali sosok gadis cantik tersebut, wajah Michael langsung berubah menjadi semakin dingin. Ia berhenti di sisi tangga sementara gadis itu tampak fokus memperhatikan ponsel dalam genggamannya. Hingga pada detik berikutnya... Brugh! Jihan tidak sengaja menabrak d**a bidang Michael. Ia memekik kaget sambil tubuhnya terhuyung ke belakang hampir tersungkur ke lantai. Dengan gerakan refleks, tangan kanan Michael menahan pinggang ramping Jihan, membuat tatapan keduanya bertemu. Deg! Jihan membelalakkan kedua matanya, sementara Michael menatap dengan ekspresi penuh kebencian. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN