14. Rencana Pulang

2337 Kata

“M-maksudnya?” Mas Dhika tiba-tiba menarikku berdiri, lalu menahanku ketika aku kembali akan limbung. Sudah lemas, darah rendahku sepertinya kambuh. Penyakit yang satu ini hampir selalu kumat menyertai yang lain. “Bukannya di mata mantanmu, saya calon suamimu?” “Hm ... memang iya, tapi kan ... tapi ....” entah kenapa, aku mendadak sulit mengungkpakan apa yang ingin kukatakan. Aku merasa ada yang aneh dengan kalimat Mas Dhika, tetapi sulit menjabarkannya. ‘Tapi di sini ada saya, sedangkan di kos lain tidak.’ Bukankah itu ambigu? “Saya sarankan kamu tidak perlu pindah setelah apa yang kamu katakan padanya, tapi kalau mau tetap pindah, itu terserah.” Mas Dhika jalan lebih dulu, membuatku segera berlari kecil mengikutinya. “Tapi bener, sih, Mas. Enggak usah pindah aja. Tadi saya spontan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN