“Siapa dia, Dek?” Mbak Karin lagi-lagi bertanya. Tatapannya masih sama seperti tadi, yakni penuh maksud. Alhasil, aku hanya tersenyum malu kemudian berbisik di telinganya. “Aku pengen cerita, tapi enggak akan bisa kalau ada Papa, Mama, apalagi Mas Dipta.” “Ya udah. Mau cerita di mana?” “Kalau di kamarku gimana, Mbak?” aku melirik Mas Dipta yang sepertinya mulai curiga karena aku bisik-bisik dengan istrinya. “Boleh. Kalau gitu, habis ini aku ke kamarmu.” “Oke.” Malam ini Mas Dipta dan Mbak Karin akan menginap. Tentu saja si kembar ikut serta. Papa dan Mama masih kangen dengan dua bocil itu, jadi beliau menyuruh Mas Dipta dan Mbak Karin ikut pulang. Mumpung besok weekend juga katanya. Sejujurnya aku sangat malu ketika tahu Mbak Karin sempat melihatku memukul-mukul sandaran sofa. Namun