Aku makan sambil sesekali melirik Mas Dhika yang saat ini duduk di depanku. Dia makan dengan lahap seperti biasanya. Sesekali dia terdiam agak lama, barangkali sedang menebak bumbu atau apa pun itu istilahnya. Dia juga sempat mengedarkan pandangan ke penjuru restoran. Mungkin juga, dia sedang mencari insipirasi. Malam ini jadinya aku mengajak Mas Dhika makan di resto ayam betutu yang juga langganan keluargaku. Dia ikut saja karena katanya sudah lapar dan ingin segera makan. “Saya lebih menarik daripada ayam betutumu itu?” tanya Mas Dhika yang langsung kuangguki. “Iya.” Dia menatapku tak percaya. “Kamu cewek terjujur yang pernah saya temui.” “Jadi apa gunanya saya jaim?” Mas Dhika pergi ke wastafel karena makanannya sudah habis. Lagi-lagi aku mengamatinya. Sejujurnya aku masih kepiki