"Minggir- minggir" seorang pria tua berwajah sangar tampak berteriak dari atas kapal target tim merak.
Setelah kapal mendekat pria itu beserta dua kru yang masih muda menjatuhkan jangkar dan meningkat tali ke tiang yang berada di pelabuhan.
Pria tua itu memiliki kumis yang tebal membuat wajahnya terlihat semakin garang.
"He Anto ngapain kau bawa- bawa orang kesini ? Kau sudah ku gratiskan ikan ajak orang lain lagi kau " ucap pria itu galak.
"Eh mboten mboten pak Egar, mereka itu liburan disini" ucap Anto dengan nada takut menunjuk Lisa dan Wisnu yang sedang berselfie- selfie tak jelas.
Lisa dan Wisnu mengangguk ramah karena pria yang bernama Egar itu melihat ke arah mereka ingin memastikan sesuatu.
"Kalo yang ini katane mau numpang balik ke china" ucap Anto dengan nada lirih takut ada yang mendengar.
"China ? Salah kapal bah kalian ini" ucap Egar pada Raka dan Leon.
"eh ? Iya kah ?" tanya Raka sok bingung.
"Iya bukan kapal ini tapi kalo ingin langsung itu numpang pelabuhan di ibu kota kapal nelayan tapi dia juga sering ngirim orang ke negara tetangga kita" Egar menjelaskan dengan nada malas.
"Emang benar dia dari china ?" tanya Egar ragu.
"Benar bang dia itu kesini sama ibunya terus ditinggal" ucap Raka asal.
Namun ucapan Raka tepat mengenai hati Leon yang paling dalam.
Leon menangis karena teringat ibunya, walau wajahnya pun ia tak ingat.
"Eh eh nangis dia, dah gak usah nangis kau besok ku antar kau pulang. Minggu depan aku baru mau kesini lagi nunggu barang aku" ucap Egar menenangkan Leon.
Leon menangguk- angguk setuju.
Dalam hati Lisa mengappluse akting Leon, ia berpikir Leon hanya akting saja. Padahal Leon bener sedang sedih.
"Abang bawa barang apa ?" tanya Raka ingin tau.
"Tak usah kau tau"ucap Egar kembali galak.
Semua kru di kapal itu berjumlah lima orang mereka semua menurunkan kotak es dari dalam kapal.
"Biasa ya yang kotak biru kau boleh ambil, kali ini kau bagi sama mereka kasihan mereka" ucap Egar pada Anto, mungkin sebenarnya pria itu baik. Hanya salah langkah saja mungkin.
"Eh kami gak doyan ikan, kami makan ayam" ucap Raka yang di iyakan oleh Leon.
Mereka trauma memakan ikan asin yang di beri garam menjadi lebih asin oleh Wisnu.
Alhasil mereka pusing karena terlalu banyak mengkonsumsi garam, masih muda udah darah tinggi aja.
"Dasar kalian ini, ikan ini beda bikin fly" ucap salah satu kru kapal berbadan krempeng, dari matanya sudah di pastikan dia adalah pengguna.
"Terbang saja kau ke laut, ikan laut bikin pintar bikin otak cerda" sahut kru yang lain, ia sedikit panik karena ucapan temannya.
"Heh landak diam saja kau ! Cepat turunkan itu nanti akan ada yang mengambil" ucap Egar marah.
"Anto kasih mereka beberapa ikan jangan lupa" ucap Egar lagi ke Anto yang sedang melihat ikan di box itu.
Anto mangut- manggut dengan wajah cemberut.
Egar dan krunya pergi membawa box ikan berwarna hitam, hanya tinggal pria bernama landak yang berada di atas kapal.
Ia melihat ke sekeliling lalu menghampiri Anto.
"Heh pak, ikannya jangan lupa di cuci kalo gak di cuci nanti yang makan pada mabok" ucap Landak pada Anto.
"Wong gemblong" Anto berdiri dan mengangkat satu persatu box ke trolinya.
Ia memberikan beberapa ikan ke Raka.
"Nih 5 aja yo gak usah banyak- banyak kasihan temen kamu krempeng" ucap Anto sambil melirik Leon.
Raka berterima kasih kepada Anto, Antopun berjalan menjauh ke arah parkiran.
Kini Lisa dan Wisnu juga berjalan sedikit menjauh, mereka segera menghubungi beberapa petugas yang sudah standbay mengawasi gerak gerik Egar dan krunya.
Raka mengajak Landak untuk menggali informasi, sepertinya pria yang sedang fly itu mudah untuk di ajak bicara.
"Bang make ya ? Saya juga" tanya Raka sok akrab.
"Eh kamu juga to ? Sama tadi di kapal banyak banget. Masih ada tuh beberapa dan ini" Landak mengambil satu plastik berisi bubuk berwarna biru.
"Eh kok warna biru bang ?" tanya Raka pada Landak, ia baru pertama kali melihat n*****a jenis itu.
"Ini baru bro, tapi kalo kena udara warnanya langsung putih terus yang ini bikin candu lah bikin enak" jawab Landak nglantur.
"Nih aku kasih satu tapi jangan bilang bang Egar" ucap Landak memberi satu bungkus kecil n*****a pada Raka.
"Siap bang" ucap Raka senang.
"Kamu juga pake ?" tanya Landak pada Leon.
"Wo ai ni" jawab Leon asal.
"Woh wong chino iki ? Banyak uangnya" ucap Landak senang.
"Aku minta uang sini chin" lanjut Landak lagi.
"Ni hao ni hao" jawab Leon sambil menggelengkan kepalanya pada Landak.
"Dia itu chino kere mas" ucap Raka pada Landak agar berhenti berbicara pada Leon.
"Woalah Crt to" ucap Landak.
"Apa itu?" tanya Raka kepo.
"Chino randue toko hahaha" jawab Landak lalu tertawa.
Raka ikut tertawa, sedangkan Leon langsung cemberut.
Lisa dan Wisnu yang mendengar itu juga tertawa.
"Gek di pake itu" ucap Landak pada Raka agar segera memakai n*****a yang di berinya.
"Itu bang Egar udah mau kesini" ucap Raka lalu berpura- pura melihat laut.
"Sembunyiin" ucap Landak lalu berpura- pura membersihkan kapal.
"Ayo ndak, kita ngirim lagi" ajak Egar.
"Minggu depan kalian kesini" ucap Egar pada Raka dan Leon.
Mereka berdua mengangguk dan berpura- pura senang.
Akhirnya Egar dan krunya kembali kelaut.
Meninggalkan Raka dan Leon yang terus melihat kapal yang kian menjauh itu.
"Maaf bang tapi kayaknya minggu depan lu gak bakal bisa menghirup udara bebas deh" ucap Leon, Raka mengangguk senang.
"Kita bergerak sekarang kak ?" tanya Raka pada Lisa.
"Kita tunggu laporan aja" ucap Lisa pada semua rekannya.
Di kapal Landak terus saja bernyanyi, dia memang sedang senang- senangnya.
"Brisik kali kau" ucap Egar galak.
"Bang itu ada yang kelip- kelip apa ya ?" tanya Landak menunjuk ke arah laut.
"Kau itu sedang gak sadar mana ada kelip- kelip di tengah laut" jawab Egar, ia melihat ke arah yang di tunjuk Landak.
Seketika badannya menegang.
"s**l polisi polisi" ucap Egar memberitau semua krunya agar bersiap.
Semua n*****a yang dibawanya sudah tertanam rapi di perut ikan, tak bakal ketauan.
Dengan segera ia menghantam kepala Landak hingga ia pingsan.
"Heh dus, bawa landak ke kamar dia berbahaya buat kita kalo dia tetap sadar" ucap Egar menyuruh anak buahnya untuk memindahkan Landak yang sudah pingsan.
Polisi kian mendekat, Egar berusaha mengatur napasnya.
Kini polisi menyuruh mereka untuk menepi kembali ke pelabuhan.
Egar mau tak mau mengikuti perintah dari polisi laut itu.
Ia kembali lagi ke pelabuhan kota hogga, dengan keringat dingin yang terus bercucuran.