17. Mengakuinya

986 Kata
Sedikit melupakan kejadian tadi, The Handsome Guy pun langsung bergegas mengikuti langkah Evelina yang semakin cepat. Gadis itu hendak menyelesaikan perjalanannya dengan cepat, sebelum kembali ke vila untuk makan sore. Kebetulan sekali sedari tadi mereka hanya mengganjal lapar dengan cemilan dan roti perbelakangan. Sesampainya di pertigaan yang akan menjadi penentu perjalanan, keempatnya pun terdiam menatap penuh serius. Evelina yang biasanya mendapat petunjuk dari para hantu mendadak menghilang. Mereka semua pergi tanpa jejak membuat Evelina mengernyit bingung. Tidak ingin memikirkan masalah hantu lagi, Evelina pun langsung memutuskan mengikuti kata hatinya. Sampai dari kejauhan nonik belanda yang mengikuti gadis itu tersenym senang, lalu terbang tanpa lelah mengawali mereka berempat. Tak lama kemudian, mereka pun sampai di sebuah papan besar yang bertuliskan pos tiga membuat Evelina tersnyum senang. Gadis itu hampir tidak mempercayai bahwa dirinya sampai dengan selamat tepat sebelum matahari terbenam. Sejenak gadis itu mengitari pandangannya ke arah sekitar yang belum menunjukkan tanda-tanda kedatangan murid lain. Membuat Evelina merasa senang sekaligus khawatir jika terjadi sesuatu pada mereka. Akan tetapi, ia tidak bisa melakukan apa pun, selain menyelesaikan kegiatan hari ini dan kembali ke vila untuk membersihkan diri. Tentu saja bendera merah dengan simbol bintang di tengahnya hasil penemuan pertama sudah terpasang rapi di atas papan kayu yang menjadi penentu pemenang hari ini. Evelina langsung mengarahkan kameranya untuk mengabadikan momen bersejarah sekaligus hampir tidak mempercayai bahwa mereka kembali dengan selamat dan utuh. Setelah itu, keempatnya langsung bergegas kembali ke vila yang tidak jauh dari lapangan tersebut. Evelina benar-benar tidak percaya tubuhnya seakan hancur melebur di atas sofa panjang bersama tiga lelaki di sampingnya. “Gimana sama perjalanan hari ini?” tanya Evelina memecahkan keheningan. “Uhm … menyenangkan, selain kejadian aneh lo tadi, Ve,” jawab Reyhan sekenanya membuat Zafran langsung menoleh. Lelaki itu terlihat mendelik penuh protes ke arah Reyhan yang masih membicarakan masalah tadi. Namun, sayang sekali Evelina telah mendengarnya dan langsung terduduk menatap tiga lelaki tersebut. “Baiklah, gue akan jujur sama kalian berdua tentang masalah ini.” Mendengar hal tersebut, Zafran pun langsung bangkit dan terduduk menatap sahabat seperjuangannya yang tersenyum tipis. Seakan menandakan gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Apalagi tepat mereka mempersalahkan semuanya saat berada di hutan tadi. “Sebenarnya selama ini gue menyembunyikan rahasia besar yang mungkin menjadi salah satu bagian kenangan. Tapi, semenjak datang ke sini gue benar-benar lepas kendali. Nyatanya semakin gue berusaha untuk menyembunyikan, maka semakin besar pula gue terekpose sama kalian,” ucap Evelina tersenyum miris, lalu menatap ke arah Zafran yang terlihat menatap penasaran. “Jadi, apa yang sebenarnya terjadi sama lo, Ve?” tanya Reyhan sedikit menuntut. “Gue anak indigo,” jawab Evelina singkat yang mampu menjawab seluruh pertanyaan di benak tiga lelaki tampan tersebut. Namun, yang paling terkejut adalah Zafran. Lelaki itu terlihat seperti baru saja dikhianati oleh sahabatnya sendiri yang menyembunyikan kebenaran. Walaupun ia sendiri tidak menampik bahwa perkataan Evelina sedikit masuk akal. Sebab, dulu ketika masih awal-awal mereka berdua berteman, Zafran memang sering mendapati Evelina menangis atau pun tertawa sendirian. Membuat lelaki itu mengira kalau Evelina memiliki masalah yang cukup besar sampai tidak mampu melakukannya sendirian. Akan tetapi, siapa sangka kalau ternyata semua itu terjadi dengan kebenaran yang tertutup rapat. Tentu saja mereka tahu bagaimana beratnya menjalani kehidupan sebagai anak indigo yang hampir ditemani oleh banyak makhluk astral bersama di sisinya. “Apa yang lo katakan ini benar, Ve?” tanya Jordan serius. Evelina mengangguk pelan, lalu menjawab, “Kalau lo enggak percaya gue bisa minta salah satu hantu yang ada di sini untuk menunjukkan rupa. Karena beberapa hari ini mereka bertingkah untuk menunjukkan diri, tapi selalu gue larang.” “Coba tunjukin, Ve!” pinta Reyhan penasaran. Sejenak gadis yang mengenakan hoodie khusus SMA Catur Wulan itu pun memejamkan mata dan kembali membukanya. Ia tersenyum tipis sembari mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah tiga lelaki di hadapannya yang terlihat penasaran. “Dia ini nonik belanda yang ngikutin kita dari hari pertama. Kalau kalian bertiga mau melihat wujudnya silakan tutup mata lebih dulu,” ucap Evelina mengembuskan napasnya panjang. Reyhan pun langsung menutup matanya dengan cepat membuat Zafran sedikit terkejut. Entah kenapa ia merasa sedikit ragu, tetapi melihat tatapan Evelina yang seakan menenangkannya membuat Zafran menurut dan ikut memejamkan mata. Kini tinggal Jordan yang masih terdiam sebelum akhirnya mengikuti kedua sahabatnya. “Hitungan ketiga kalian buka mata secara perlahan,” ucap Evelina singkat. “Satu … dua … tiga! Tolong buka matanya.” Dan benar saja, tepat hitungan ketiga Reyhan langsung mengikuti aba-aba dan membuka matanya tepat melihat seorang wanita cantik dengan tubuh yang sangat tinggi berada tepat di hadapannya. Nonik belanda yang dikatakan mengikuti mereka sejak hari pertama itu tersenyum lembut membuat Reyhan tanpa sadar ikut tersenyum. Nyatanya kebahagiaan tidak menyelimuti Jordan dan Zafran yang terlihat terkejut. Keduanya kembali menutup mata dan membukanya secara perlahan, tetapi tetap saja nonik belanda tersebut masih berdiri menjulang tinggi. “Ini … ini benar, Ve?” tanya Zafran tergagap bingung sekaligus terkejut. “Iya, Zaf. Selama ini gue udah berusaha membuang kemampuan indigo yang gue miliki, tapi Tuhan berkata lain. Nyatanya sampai hari ini gue tetap memiliki kemampuannya, walaupun terasa aneh gue akan tetap menjalankan dengan ikhlas,” jawab Evelina mengangguk pelan. “Bagaimana bisa lo melakukan hal seperti itu, Ve?” Reyhan menatap tidak percaya. Evelina tersenyum canggung. “Gue juga enggak tahu, tapi yang jelas kalau memang ada niat mungkin akan terjadi.” “Lantas, usaha lo ini jadi sia-sia kita datang ke sini?” tanya Jordan bingung. Ia memang sempat melihat perubahan ekspresi gadis itu ketika melakukan diskusi kelompok sebelum mereka memutuskan datang ke sini. “Memang bisa dikatakan begitu, karena kalian bertiga memilih tempat yang cukup ekstrim. Jujur aja, datang ke sini udah membangkitkan seluruh sosok tak kasat mata muda maupun yang sesepuh,” jawab Evelina mengembuskan napasnya berat. Zafran terdiam penuh arti, lalu berkata, “Oh ya, Ve, dari film yang gue lihat katanya setiap arwah itu memiliki cerita sampai mereka enggak bisa ke alam lain. Apa itu benar?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN