Sepulang dari pelatihan Evelina memang langsung bergegas membersihkan diri menuju kamarnya. Ia menaruh ransel beserta isinya di bawah lemari pakaian, lalu mulai mengeluarkan satu per satu pakaian tegi yang masih bersih, tetapi berkeringat membuat gadis itu langsung menggantungnya di tiang gantungan pakaian di sudut ruangan.
Setelah selesai melakukan rutinitas setiap latihan, Evelina pun melenggang santai sembari membawa handuk di pundaknya. Gadis itu mulai menyalakan shower dan membasahi seluruh rambut panjangnya dengan air dingin yang terasa segar.
Selama hampir satu jam penuh membersihkan diri seluruh tubuh, kemudian Evelina keluar sembari menggosokkan kepalanya menggunakan handuk. Sejenak Evelina menatap penampilannya yang terasa segar di depan meja rias kamar mandi berisikan facial wash, mosturizer, toner, dan hair dryer.
Saat Evelina menyalakan hair dryer tiba-tiba ponsel milik gadis itu yang berada di dekat cermin bergetar pelan memperlihatkan sebuah nama seorang lelaki tidak asing.
“Kenapa, Zaf?” tanya Evelina menyentuh loundspeaker ponsel yang berada di layar, lalu kembali melanjutkan kegiatannya sembari sesekali merapikan rambut.
“Lo enggak lupa ‘kan hari ini ada kegiatan sama gue?”
Suara Zafran terdengar sedikit menyindir, karena Evelina kalau tidak diingatkan bisa mendadak lupa membuat lelaki itu harus sesekali memberi kabar pada gadis tersebut.
“Tenang aja, gue baru selesai mandi. Lo mau langsung ke rumah?”
“Kalau udah selesai, gue ke rumah!”
“Um! Ke rumah aja, gue tinggal make up dikit.”
“Enggak make up juga lo cantik, Ve.”
Tepat mengatakan hal tersebut panggilan pun terputus meninggalkan Evelina yang mematung akibat perkataan lelaki itu. Membuat Evelina diam-diam merona di bagian pipi ketika gadis itu tanpa sengaja menatap melalui pantulan cermin besar di hadapannya.
Namun, Evelina langsung menggeleng keras memperingatkan pada dirinya sendiri bahwa Zafran adalah sahabat masa kecilnya selama ini. Akan terasa sangat canggung ketika mereka berdua menyukai lebih daripada seorang sahabat. Sehingga sebisa mungkin Evelina menekan perasaannya agar tidak menganggu persahabatan erat yang sudah terjalin cukup lama.
Tidak ingin berpikir yang bukan-bukan, gadis itu pun keluar dari kamar mandi untuk segera berganti pakaian. Sebab, pagi ini dirinya memang sudah berjanji pada Zafran untuk pergi bersama.
Sebenarnya cukup melelahkan sehabis latihan langsung bergegas pergi bersama Zafran, tetapi gadis itu memilih untuk tetap diam sembari membahagiakan sahabatnya.
Pilihan Evelina jatuh pada setelan kaus hitam polos dipadukan jaket baseball berwarna putih bercampur biru dengan celana panjang jeans berwarna senada, biru langit lembut.
Bepergian kali ini Evelina memilih untuk mencepol rambut dengan membiarkan beberapa anak rambut lembut miliknya berjatuhan. Memberikan kesan manis dan menggemaskan.
Pada sentuhan terakhir, Evelina menyemprotkan parfum pemberian sang ayah ke seluruh tubuh. Membuat aroma segar dari jeruk tercampur teh benar-benar memberikan kesan Evelina yang sedikit berbeda.
Tak lupa gadis itu membawa tas selempang kecil berwarna hitam untuk menempatkan ponsel dan beberapa uang cash guna keperluan mendadak ketika tidak bisa menggunakan kartu kreditnya. Sebab, Evelina hampir terkena masalah ketika kala itu membeli sesuatu, tetapi melupakan kenyataan bahwa tidak bisa menggunakan debit.
Sepasang sepatu sport cukup besar berwarna putih dengan sentuhan merah sedikit dibagian beberapa sudut tertentu. Penampilan kali ini Evelina terlihat seperti atlet sungguhan. Karena jarang sekali gadis itu menggunakan pakaian serba casual sporty yang cukup kekinian ala remaja.
Evelina berpamitan pada Wendy yang ternyata sedang membuat kue bersama Bik Darwi di dapur. Keduanya ternyata ingin membagikan resep baru pada tetangga sekitar sekaligus memberikan rasa cokelat asli Swiss yang begitu mewah.
Kali ini Evelina tampak menunggu kedatangan Zafran di depan gerbang sembari sesekali mengecek ponselnya untuk memastikan tidak melewatkan satu panggilan pun dari Zafran.
Dari kejauhan, tampak sebuah mobil jeep merah mendekat membuat Evelina mengernyit bingung. Gadis itu terlihat ragu, sebelum salah satu kaca jendela mobil diturunkan memperlihatkan wajah tampan Zafran yang tersisir rapi.
“Zafran?” panggil Evelina bingung, lalu melangkah mendekati mobil jeep yang hampir tidak pernah terlihat kembali. Sejak mereka memutuskan untuk tidak lagi menggunakan kendaraan sedang tersebut.
“Naik, Ve! Gue minjam mobil Bang Adzran, karena dia lagi pakai mobil gue tanpa izin,” titah Zafran menunjuk menggunakan dagu.
Dengan patuh Evelina menarik pintu mobil ala lelakian yang begitu besar nan kokoh. Bahkan awalnya gadis itu tampak iri dan menginginkan mobil jeep pula. Namun, siapa sangka ketika sudah berada di showroom, Evelina harus menelan kenyataan bahwa tubuhnya sangat tidak imbang ketika berada di mobil sedang besar tersebut.
“Bang Adzran pergi lagi?” tanya Evelina menoleh penuh ke arah seorang lelaki yang mulai fokus menatap jalanan di hadapannya.
“Biasa, mungkin dia lagi sibuk sama aktivis lain. Karena dari sekolah aja udah ketahuan ambis. Jadi, enggak heran lagi sama dia kalau dapat jatah libur kuliah malah asyik mencari ilmu lain,” jawab Zafran mengembuskan napasnya panjang.
Sejujurnya lelaki itu ingin sekali seperti sang kakak, tetapi apa boleh buat semakin Zafran memaksakan pendidikan. Pikiran Bang Adzran benar-benar melewati kesempurnaan.
Namun, kemampuan Zafran dalam bidang akademik sangat terbatas. Walaupun lelaki itu memiliki pemikiran luar biasa dan begitu cerdas dalam bidang olahraga, tetapi Zafran hampir belum pernah merasakan seperti Evelina. Semua ini dikarenakan Zafran malas untuk bersaing ketat, kecuali memang dipaksakan.
“Gue kadang kagum sama Bang Adzran yang bisa-bisanya beda sama lo, Zaf. Tapi, karena gue kenal lo dari lahir, gue enggak terlalu mempermasalahin. Karena mungkin Tuhan nyiptain lo buat jadi beban aja,” tutur Evelina benar-benar nyelekit di hati membuat Zafran melebarkan matanya terkejut.
“Lo jahat banget, Ve. Astaga, selama ini gue jadi beban keluarga di mata lo?” Zafran memegang dadanya berpura-pura tersakiti sembari tetap fokus menyetir. Keadaan di luar cukup panas membuat lelaki itu harus berhati-hati, sebab tidak sedikit pengendara motor melaju begitu saja.
Sedangkan Evelina tampak tersenyum geli, lalu menepuk-nepuk pelan puncak kepala Zafran yang sudah disisir rapi. Akan tetapi, tidak sampai merusaknya begitu saja. Karena Zafran akan sangat marah ketika hal tersebut dilakukan dengan sengaja, terlebih merusak mahakarya ciptaannya berjam-jam penuh.
“Ya udah, sekarang kita mau ke mana? Gue yang bayarin!” pungkas Evelina menebus kesalahannya dengan memberikan traktiran pada Zafran yang bisa ditebak sangat antusias dan tidak sadar.
Setajir apa pun Zafran, ketika mendengar kata traktir jelas membuat jiwa gratisannya menggelora. Apalagi kali ini Evelina sendiri yang menawarkan diri.
**
Tujuan Zafran mengajak sahabatnya pergi adalah ternyata untuk mendatangi salah satu film horror yang sudah lama sekali lelaki itu tunggu. Selama melangkahkan kakinya memasuki mal mereka berdua menjadi pusat perhatian akibat keserasian pakaian keduanya seperti sedang berkencan.
Evelina menyempatkan diri untuk membeli beberapa cemilan di kedai sepanjang langkah mereka menuju lantai bioskop. Bahkan cemilan yang sudah berada di tas punggung kecil Evelina tampak tidak cukup, gadis itu masih saja membeli satu paket popcorn kencan dengan dua minum.
Selama melihat Zafran mengantri membeli tiket, Evelina tampak memakan popcorn tersebut sembari mendudukkan diri di sofa. Gadis itu terlihat sangat cantik membuat beberapa lelaki yang melintas tidak bisa mengalihkan pandangannya pada Evelina.
Selesai membeli, Zafran pun berbalik menatap sahabatnya yang ternyata menjadi pusat perhatian satu geng lelaki duduk tidak terlalu jauh dari jarak Evelina. Sontak hal tersebut membuat Zafran bergegas menghampiri sahabatnya agar tidak menjadi bahan cuci mata para lelaki nakal.
“Eve, ayo kita ke studio 5!” ajak Zafran mengulurkan tangannya membuat Evelina menukik alis bingung.
Kemudian, gadis itu memberikan salah satu cup di hadapannya, lalu bangkit membawa satu cup popcorn jumbo dengan minuman yang salah satunya diberikan oleh Evelina.
“Jauh banget di studio 5,” keluh Evelina menatap Zafran manja.
Terkadang Evelina menjadi gadis yang menggemaskan. Sehingga tidak jarang gadis itu menjadi sumber kebahagiaan Zafran ketika dalam pikiran kalut. Apalagi Zafran memiliki tempramental yang cukup tinggi dan sulit untuk dipadamkan ketika marah.
“Sabar, semua studio penuh tadi. Ini gue nyari yang kursinya enak buat nonton,” balas Zafran merangkul bahu Evelina agar berjalanan mengikutinya.
Akhirnya, mau tak mau gadis itu pun bergerak melangkahkan kakinya menuju studio yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya. Bisa dikatakan mungkin studio utama dengan suara musik menggema begitu besar.
Langkah kaki Evelina dan Zafran memasuki pintu besar yang sudah dijaga oleh seorang wanita cantik dengan menyobek bagian kecil dari tiket, lalu mempersilakan keduanya masuk dengan tersenyum manis.
Evelina melihat tiket pesanan dari Zafran yang memperlihatkan nomor kursi. Gadis itu tampak mengangguk-angguk pelan, memang cukup strategis. Apalagi ditambah untuk menikmati kursi nonton dengan nyaman tanpa diganggu oleh siapa pun. Karena pilihan Zafran benar-benar pas, tidak terlalu tinggi dan rendah.
“Di sini, Zaf?” tanya Evelina menunjuk kursi berwarna biru yang memperlihatkan nomor seri sama seperti di dalam tiketnya.
“Iya, benar di sini. Ayo, duduk!” jawab Zafran menaruh cup minumannya pada tempat yang telah disediakan, lalu menaruh tas kecil milik Evelina di bawah kursi.
Perlakuan Zafran cukup manis hari ini membuat Evelina mendadak bingung. Sebab, ini kali pertama lelaki itu benar-benar memperhatikannya seperti mereka berkencan. Pantas saja pelayan kue kemarin sempat mengira bahwa mereka berkencan, walaupun pada kenyataannya hanyalah seorang sahabat.
“Masih ada beberapa menit lagi, lo kalau lapar bisa makan!” ungkap Zafran membuka ponselnya memperlihatkan dua pesan singkat dari Reyhan.
“Lo lupa, Zaf? Popcorn ini hampir ludes gara-gara gue makan dari tadi,” balas Evelina setengah menyindir dan kembali memasukkan makanan berbahan jagung manis itu ke dalam mulutnya satu per satu.
Zafran tampak membaca pesan singkat dari Reyhan yang ternyata sedang menanyakan keberadaan dirinya, tetapi lelaki itu kembali mengirimkan pesan dengan menolak untuk datang.
Kemarin mereka memang berencana untuk bepergian selama akhir pekan, tetapi Jordan mendadak mengalami perubahan jadwal. Lelaki itu ternyata diajak oleh kedua orang tuanya untuk melakukan pertemuan keluarga. Alhasil hanya Reyhan dan Zafran yang bisa melakukannya.
Namun, tepat malam sebelum Zafran memutuskan untuk tidur, ternyata Reyhan kembali memberikan kabar bahwa lelaki itu tidak bisa melakukan rencana. Sebab, secara mendadak Yeoso meminta untuk ditemani ke suatu tempat.
Sampai akhirnya Zafran yang tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan sang kakak pun memutuskan untuk mengajak Evelina. Meskipun lelaki itu tampak cemas melihat ekspresi lelah Evelina yang memaksakan diri untuk menuruti permintaannya.
Sehingga wajar saja jika bepergian kali ini Zafran menggunakan mobil jeep dibanding sedan seperti ketika bersama Evelina. Karena lelaki itu memang tidak ingin menyulitkan Evelina. Apalagi mobil jeep yang menjadi miliknya cukup besar dan sulit dinaiki oleh perempuan.
Selama film diputar, Zafran tampak menatap dengan serius dan sesekali mengerang pelan saat melihat adegan kekalahan pada salah satu bias pahlawannya dalam melawan salah satu sosok yang selama ini menjadi sumber bencana di sepanjang season. Membuat Evelina menoleh tanpa minat, karena gadis itu lebih memilih menonton adegan ekstrem dibandingkan seram seperti ini.
Diam-diam Evelina memperhatikan wajah sahabatnya dari sisi samping dengan lampu temaram. Lelaki itu tampak sangat sempurna dengan pahatan hidung bangir layaknya paruh burung.
Sepasang bulu mata lentik dengan alis tidak terlalu tebal memberikan kesan cantik sekaligus tampan. Namun, bibir proposional itu benar-benar memberikan kesan gentleman pada Zafran. Sampai tidak ada yang menyadari bahwa matanyalah yang terkadang menjadi pemikat hati perempuan.
Tanpa sadar jantung Evelina kembali berdetak lebih kuat. Ia menatap pada diri Zafran yang mendadak bersinar terang membuat gadis itu mengernyitkan kedua alisnya tidak percaya.
Buru-buru Evelina menggeleng keras dan mengambil air minumnya untuk menyadarkan tubuh. Ternyata terlalu lama menandangi wajah Zafran membuat perasaan Evelina mulai tidak sehat.
“Tahan, Eve. Lo jangan merusak semuanya,” gumam gadis itu pada dirinya sendiri dengan super pelan.
Namun, kebetulan yang bersamaan Zafran menoleh ke arah Evelina. Lelaki itu tampak menatap seorang gadis yang terlihat sibuk dengan dunianya sendiri.
Akan tetapi, fokus Zafran bukanlah pada tingkah aneh Evelina, melainkan bibir mungil tersebut bergerak pelan. Membuat bulu kuduk Zafran mendadak meremang penuh ngeri.
“Ve, lo lagi ngomong sama siapa?” tanya Zafran pelan dengan ekspresi pucat super takut.
Walaupun Zafran memiliki kebiasaan untuk menonton film horror, tetapi tetap saja jika dihadapkan dengan hantu secara langsung membuat lelaki itu mendadak kehilangan nyali.
Evelina menoleh bingung. Kepalanya mendadak tidak memiliki kata-kata yang ingin dilontarkan. Ia hanya menatap kosong layaknya orang bodoh pada Zafran yang kini tengah ketakutan.
“Ve, lo jangan sampai bawa hantu ke dalam mobil gue, ya. Lo boleh ngobrol, tapi biarkan dia di tempatnya jangan ke mana-mana,” pinta Zafran lagi.
Mendengar hal tersebut, Evelina mulai mengerti, lalu menjawab, “Memangnya kenapa? Bukankah jauh lebih baik kalau yang asli dibandingkan di film? Gue rasa akan jauh lebih menegangkan sensasinya, Zaf.”