19. Ketua Kelas

1010 Kata
Reyhan benar-benar mendatangi Bu Liane yang terlihat berbincang dengan beberapa siswi di hadapannya. Wanita itu tampak sangat cemas membuat Reyhan menyadari bahwa benar-benar telah terjadi sesuatu. “Bu Liane, apa yang terjadi? Mengapa mereka semua ada di luar?” tanya Reyhan mengernyit bingung. Sejenak wanita cantik dengan kerutan lelah itu pun menoleh, lalu menjawab, “Reyha, coba kamu susul Pak Han di dalam hutan bersama Zafran. Salah satu rombongan kelas kita menghilang. Padahal rute perjalanan sudah sesuai, tapi sampai sore ini mereka belum juga datang. Ibu takut terjadi sesuatu.” “Siapa, Bu?” Reyhan mengernyit bingung. Ia seperti telah melihat seluruh temannya, tetapi masih ada yang tertinggal membuat lelaki itu mengernyit bingung. “Mesya sama Dara,” jawab Bu Liane memijat kepalanya lelah. Mendengar hal tersebut, Reyhan pun mengangguk cepat. Kemudian, lelaki itu berlari kembali ke arah vila yang masih terlihat dua sahabatnya, tetapi tidak dengan Evelina. “Di mana, Eve?” tanya Reyhan mencari-cari gadis berambut basah yang baru saja ia tinggal berada di sini. “Di dalam, dia mau naruh handuknya. Tenang aja kita ada di sini dan mustahil dia melarikan diri,” jawab Zafran tenang. “Baiklah,” pungkas Reyhan mengangguk singkat. “Jo, tolong lo di sini sama Eve. Gue harus pergi sama Zafran untuk mencari Mesya. Kata Bu Liane, dia menghilang saat melakukan pencarian jejak. Jadi, gue sama Zafran yang memiliki rute cukup panjang untuk segera menemuinya sebelum gelap.” Jordan terlihat tidak setuju. “Gimana sama Eve kalian dia nanyain lo, Zaf?” “Tenang aja, dia pasti paham. Mungkin cuma kaget dan keras kepala aja tahu gue keluar lagi,” jawab Zafran tenang sembari menempuk bahu sahabatnya beberapa saat. Setelah itu, Reyhan dan Zafran pun melenggang pergi. Keduanya membawa senter milik Bu Liane untuk menyusuli Pak Handiarto yang berangkat ke hutan bersama beberapa warga. Untung saja saat Reyhan dan Zafran diberikan tugas untuk menyusul, keduanya langsung ditemani oleh salah satu tetua yang sejak tadi tampak tidak berminat. Tetua tersebut menggunakan tongkat kayu yang cukup sulit, tetapi beliau tampak sangat mandiri hingga tidak ingin dibantu oleh Reyhan dan Zafran. Ketiganya berangkat dengan jalan kaki menuju hutan pedalaman yang terlihat sepi membuat Reyhan merapatkan tubuh ke arah Zafran. Tentu saja tidak dapat dipungkiri Zafran mengernyit tidak percaya melihat sahabatnya begitu penakut sampai merapatkan tubuh membuat tetua yang mengikuti mereka menoleh dengan tenang. “Kakek,” panggil Zafran memecahkan keheningan. Tetua tersebut kembali menoleh dengan wajah senja dipenuhi oleh keriput, lalu berkata, “Ada apa, Nak?” “Uhm … kita berangkat dengan jumlah ganjil seperti ini?” Zafran tampak sedikit penasaran, sebab ketika mereka pertama kali di sini tidak diperbolehkan sama sekali berangkat ataupun bersama dalam jumlah ganjil. “Iya, kita akan berangkat seperti ini. Karena dua murid yang menghilang berjumlah genap, jadi kita harus melawannya dengan jumlah ganjil,” jawab tetua tersebut mengangguk singkat. “Bagaimana kalau nanti di jalan kita bertemu sesuatu, Kakek?” tanya Reyhan dengan memeluk lengan Zafran takut, meskipun sesekali ditepis oleh lelaki itu. Tetua tersebut tampak tersenyum geli, lalu menjawab, “Jangan takut. Mereka ada untuk saling melengkapi. Lagi pula kalian berempat bukankah sudah tidak merasa asing, karena di vila itu menjadi satu-satunya tempat berkumpul dari berbagai makhluk astral.” “Vi … vila? Vila apa, Zaf? Jangan bilang ….” Reyhan menggantungkan kalimatnya dengan mengeratkan pelukan pada lengan milik Zafran. Namun, sayang sekali Zafran mengabaikan perkataan sahabatnya, dan langsung beralih ke arah tetua tersebut. Entah kenapa ia semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada desa ini. Bahkan bisa dikatakan lelaki itu ingin mengetahui lebih lanjut, meskipun akan membuatnya ketakutan. “Kakek, bagaimana caranya tinggal di sini tanpa diganggu?” tanya Zafran mengalihkan pembicaraan, sebab ia khawatir dengan Evelina yang mungkin mendapat banyak gangguan. Apalagi gadis itu memiliki kemampuan indigo yang hampir tidak diketahui oleh siapa pun. “Tidak bisa, Nak. Semua sudah hidup berdampingan, begitupun dengan manusia. Lagi pula kalau mereka tidak menganggu, jadi biarkanlah seperti itu,” tolak tetua tersebut menggeleng pelan sembari tersenyum maklum. “Tapi, Pak, malam itu salah satu teman kami ada yang mendapat gangguan.” Zafran mengernyit bingung sekaligus tidak percaya. “Apa yang terjadi?” tanya tetua tersebut bingung. Zafran menatap Reyhan sesaat, lalu menjawab, “Salah satu teman kami ada yang bukan penghuni vila itu kesurupan, lalu menghampiri teman sevila kami dan mencekiknya. Untung saja kami langsung datang dan memisahkan mereka berdua. Hingga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Sontak perkataan itu pun membuat Reyhan melebarkan matanya terkejut. Jelas saja ia tidak percaya dengan Zafran mengatakan semuanya secara gamblang. Padahal mereka sudah diperingatkan untuk tidak menyebar hingga keluar. “Zaf, kenapa lo bilang masalah itu?” protes Reyhan tidak percaya. “Kenapa? Gue salah bilang begitu? Lagi pula ini menyangkut keselamatan Eve, jadi enggak ada salahnya!” balas Zafran bersikeras. Sedangkan tetua desa yang mendengar perkataan itu pun langsung mengangguk beberapa kali, lalu berkata, “Jangan cemas, Nak. Semua yang terjadi bukan benar-benar pengaruh dari penghunu asli. Sebenarnya semua yang berkumpul di vila kalian adalah berbagai macam makhluk.” “Maksud, Kakek?” Kali ini Reyhan yang tampak bingung sekaligus penasaran. “Intinya tidak apa-apa. Kejadian malam karena salah satu dari kalian belum bisa menerima kenyataan, jadi sesosok itu ingin mengungkapkan bahwa kenyataan harus segera dihadapi dengan baik,” tutur tetua tersebut dengan tersenyum tipis. Zafran mengangguk pelan. Ia menjadi paham, ternyata kehadiran Evelina bukanlah mengundang para makhluk tersebut memang pada dasarnya mereka tinggal di sana. Hanya saja kedatangan orang baru membuat mereka sedikit terintimidasi. Saat ketiganya asyik mencari tiba-tiba dari kejauhan terdapat sesosok hitam besar yang memperhatikan kedatangan dua orang asing. Namun, tetua tersebut tidak mengatakan apa pun, selain meneruskan kembali perjalanan. Sampai tiba-tiba Reyhan merasakan sesuatu menempeli punggungnya membuat lelaki itu mendadak menghentikan langkah kakinya. Membuat Zafran menoleh terkejut sekaligus bingung dan tetua adat tadi pun langsung menatap khawatir. “Rey, lo kenapa?” tanya Zafran merangkul pundak sahabatnya dan menatap lekat-lekat. “Pundak gue mendadak sakit, Zaf,” jawab Reyhan setengah meringis. Tetua adat yang bersama mereka pun langsung memeriksa kondisi Reyhan. Lelaki yang mendadak penakut itu tampak sangat mengenaskan dengan wajahnya yang memerah menahan sesuatu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN