20. Keadaan Semakin Runyam

1000 Kata
Pencarian terhadap Dara dan Mesya pun terpaksa dihentikan akibat Reyhan jauh tepat ketika mereka melewati sesosok hitam yang menjadi penjaga hutan. Akibatnya lelaki itu pun ditempatkan di rumah kepala desa dengan ditemani oleh Zafran. Sedangkan dua teman kelompok sekaligus sahabatnya--Jordan dan Evelina menyusul atas permintaan tetua adat. Tentu saja keadaan semakin runyam dengan Pak Handiarto memastikan anak didiknya tidak ada yang berbuat di luar pengarahan. Mengingat mereka dalam wilayah asing dan harus tetap mematuhi seluruh peraturan yang ada. Kini Jordan dan Evelina tampak berdiri menatap Reyhan yang tidak sadarkan diri. Sementara itu, Zafran tampak menunduk penuh cemas. Salah satu dari ketiganya pun melangkah mendekati Reyhan, Evelina tampak menatap dengan kening berkerut sebelum menatap kedatangan tetua yang membawa keranjang kecil di tangannya. “Kakek, sebenarnya apa yang terjadi dengan Reyhan?” tanya Zafran berlari mendekat ke arah tetua yang bersama tadi. Lelaki berwajah senja itu tampak mengembuskan napasnya berat, lalu menjawab, “Reyhan hanya ketempelan. Ketika dia melewati hutan tadi sempat melihat sesosok hitam besar, jadi wajar menjadi seperti ini. Tapi, nanti juga sembuh asal tetap dijaga agar tidak menghilang.” “Menghilang?” beo Jordan tidak mengerti. “Jadi, Nak, sebenarnya teman kalian yang hilang itu karena melihat hal seperti ini. Tapi, Kakek tidak tahu apa yang mereka katakan. Kalau memang diizinkan ya bisa pulang. Asal mereka tetap bersikap baik,” tutur tetua tersebut dengan senyuman tipis dan mulai menempelkan daun berwarna hijau ke perut berotot milik Reyhan. Melihat hal tersebut Evelina bergerak menjauh dan berdiri di samping Jordan yang terlihat memikirkan keadaan Reyhan. Tentu saja mereka berdua terkejut mendengar bahwa Reyhan tidak sadarkan diri tepat kembali dari hutan. Membuat Evelina dan Jordan langsung bergegas menyusul sahabat sekaligus teman kelompoknya. Selama melakukan penyembuhan, Evelina yang merasakan sekitarnya memiliki banyak emosi pun mendadak lelah. Gadis itu langsung memegang lengan Jordan untuk dijadikan sandaran membuat Jordan menoleh bingung.  “Mau duduk dulu, Ve? Muka lo pucat banget,” bisik Jordan pelan agar tidak terdengar oleh Zafran, karena lelaki itu akan semakin khawatir jika mengetahui Evelina ikut terkena efek sampingnya. Evelina mengangguk lemah, lalu membalas, “Iya, Jo. Tekanan di sini benar-benar membuat napas gue sesak banget.” Setelah itu, Jordan secara perlahan menuntun Evelina menuju salah satu kursi kayu yang kebetulan tersisa satu. Membuat tetua yang sibuk mengobati Reyhan pun menatap sesaat, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Zafran terlihat tidak menyadari perubahan wajah Evelina membuat lelaki itu masih memperhatikan Reyhan. Kemudian, sesekali menyentuh kepalanya memastikan Reyhan tidak jatuh sakit, karena lelaki itu akan sangat merepotkan. Karena Reyhan bisa berubah menjadi sangat manja. Selesai mengobati Reyhan dengan menempelkan daun obat yang bisa menangkal ketempelan, tetua adat tersebut pun bangkit dari tempat duduknya. Sesaat kemudian, tetua adat menoleh ke arah Evelina dan memberikan sesuatu tepat di tengannya. Sontal hal tersebut menarik perhatian Jordan yang langsung memperhatikan gerakan Evelina membuka tangannya berisikan kapur berwarna putih. Membuat gadis itu mengernyit bingung, tetapi ia tidak mengatakan apa pun, selain menggenggamnya erat. “Jo, lo udah bilang sama Bu Liane?” tanya Zafran menoleh ke arah lelaki yang berada di belakangnya. “Belum, tapi kepala desa udah bilang masalah ini. Karena kita bisa keluar juga atas izin dari kepala desa,” jawab Jordan mengangkat bahunya acuh tak acuh. Zafran mengembuskan napasnya panjang, lalu menoleh ke arah Evelina yang terlihat menunduk. “Ve, lo enggak apa-apa, ‘kan?” “Santai aja, gue bisa nahannya,” jawab Evelina dengan bersusah payah agar suaranya tidak bergetar. “Tolong jangan sampai kayak Rey, Ve. Karena gue takut kalau lo yang kena. Entah apa yang harus gue katakan sama orang tua lo nanti,” lirih Zafran tak berdaya. Perkataan itu pun sukses membuat Jordan menatap penuh perhatian. Lelaki itu hampir tidak mempercayai bahwa Zafran sangat memperhatikan sahabatnya. Bahkan bisa dikatakan lelaki itu memiliki rasa perhatian yang sangat lembut. Sama sekali tidak menyangka akan mendapat perkataan seperti itu, Evelina pun tersenyum geli. Ia hampir menyangka bahwa sahabatnya bercanda, tetapi wajahnya terkesan serius membuat gadis itu memilih untuk tidak mengatakan apa pun. Hari pun berlalu dengan cepat, malam menyapa kediaman kepala desa yang berisikan Evelina dan The Handsome Guy. Mereka tidak diperbolehkan kembali pulang membuat Evelina terpaksa berada di ruangan yang sama bersama tiga lelaki menyebalkan tersebut. Sebenarnya Evelina ingin sekali meminta kamar tambahan untuk dirinya tidur, tetapi ia tidak ingin merepotkan siapa pun. Apalagi kedatangannya sebagai tamu membuat gadis itu harus sadar akan keberadaannya. “Ve, lo lapar enggak?” celetuk seseorang yang merebahkan diri tidak jauh dari gadis tersebut. Evelina yang masih terjaga sempurna pun membalas, “Sebenarnya gue udah kenyang tanpa perlu makan malam, tapi kalau lo mau makan silakan ke dapur. Gue malas.” “Lo benar-benar keterlaluan, gue nanya malah jawabnya panjang. Ujung-ujungnya nolak pula,” sungut Zafran sedikit kesal, lalu bangkit dari rebahan tubuhnya dan melenggang keluar kamar. Hal tersebut membuat Evelina tertawa pelan dan ikut bangkit dari rebahan tubuhnya. Gadis itu tampak mengikuti langkah Zafran yang ternyata benar-benar mengarah pada dapur belakang. Sejenak keduanya melangkah di tengah rumah kosong dengan sang pemiliknya sudah tertidur sejak tadi. Sebab, seluruh desa memilik kebiasaan untuk tidur tepat jam 8.00 pm membuat orang-orang kota seperti Evelina dan The Handsome Guy pun merasa sedikit tersiksa. Nyatanya sudah lima belas menit mereka tertidur tanpa mengantuk sama sekali. Mungkin jika ada ponsel, mereka akan mendengarkan musik sampai puas. Akan tetapi, ponsel mereka semua tertinggal di vila dan tidak diperbolehkan untuk kembali sampai keadaan Reyhan benar-benar pulih. Alhasil, kini di sisilah keberadaan Evelina dan Zafran membuka satu per satu penutup makanan yang berada di atas meja. Sampai mereka menemukam makanan yang berada di dalam mangkuk cukup banyak. “Ini punya siapa?” tanya Zafran penasaran sekaligus memegangi perutnya yang berbunyi kelaparan. “Buat kita mungkin,” jawab Evelina santai. Zafran memincingkan matanya penuh curiga, tetapi ia yang sudah tidak tahan pun langsung mengambil piring beserta nasi. Membuat Evelina yang melihatnya langsung menggeleng tidak percaya. Gadis itu memang tidak berminat makan malam, karena ia sudah menarik perhatian pada teh daun yang berada di rak. Salah satu kesukaannya pada aroma teh membuat Evelina tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN