68. Memaksakan Diri, Walaupun Lemah

1990 Kata
Setelah selesai upacara, Zafran langsung memisahkan diri dari barisan. Bahkan tepat sebelum kepsek mempersilakan untuk mereka membubarkan diri. Namun, pemimpin upacara yang berada di tengah sudah kembali ke barisannya para petugas. Sehingga tidak ada guru mana pun yang bisa melarang kepergian lelaki itu. Kebanyakan dari mereka mengerti betapa cemasnya Zafran ketika mengetahui sahabatnya berada di UKS, terlebih Evelina jatuh tidak sadarkan diri di tengah upacara yang berlangsung. Zafran berlari menuju ruangan serba putih yang diisi oleh seorang gadis berpakaian seragam putih-putih dengan dasi yang melingkar di lehernya tampak sedikit lebih longgar. “Eve, gimana keadaan lo!?” tanya Zafran setengah berteriak, lalu mengantupkan bibirnya rapat saat menyadari ruangan tersebut tidak hanya ada Evelina, melainkan Mikeila yang berada di sana menemani gadis itu sembari sesekali memberikan minyak penghangat agar tubuh Evelina sedikit lebih baik. Melihat sahabatnya yang datang penuh kehebohan, Evelina hanya bisa mengembuskan napasnya panjang sembari menggeleng pelan menenangkan lelaki itu tidak membuat keributan yang lebih besar lagi. Karena mereka semua akan mendapat masalah kalau melakukan hal tersebut. “Santai aja, Zaf. Gue masih sadar kok, lo enggak perlu heboh seperti gue masuk rumah sakit. Lagi pula di sini ada Keila yang jagain gue, jadi lo tenang aja enggak perlu cemas,” jawab Evelina pelan sembari tersenyum tipis. Zafran mengangguk pelan, lalu menyentuh kening sahabatnya menggunakan punggung tangan sembari mendekati wajah Evelina yang kini mendadak memerah akibat tindakannya. Namun, sayang sekali lelaki itu sama sekali tidak menyadari perubahan wajah Evelina sehingga tidak merasa aneh. “Tapi, kening lo udah enggak hangat lagi, Ve. Sepertinya emang udah sembuh,” gumam Zafran pada dirinya sendiri sembari mengernyit berpikir keras. Sesaat Evelina menahan napas, lalu mengerjap beberapa kali menyadari perubahan yang terjadi pada dirinya sedikit aneh. Entah kenapa dalam jarak berdekatan seperti ini membuat gadis itu mendadak gugup. Padahal sebelumnya ia tidak pernah merasakan hal tersebut sama sekali. “Ya jelas, gue emang enggak kenapa-napa. Lo jangan ngerasa seperti gue baru aja kejatuhan pohon, Zaf,” sungut Evelina menepis tangan lelaki itu kesal, lalu berpura-pura merajuk akan perkataan lelaki itu yang sedikit menyebalkan. Zafran mengembuskan napasnya panjang dan mendudukkan diri tepat di hadapan sahabatnya dengan menatap malas. Sebenarnya lelaki itu memang sangat khawatir sampai sama sekali tidak pernah fokus dalam menjalani upacaranya. Mungkin kalau diperbolehkan, Zafran ingin sekali berpura-pura sakit hanya untuk menemani Evelina. Akan tetapi, suasana memang sangat tidak mendukung lelaki itu untuk bertingkah lebay. Apalagi kedua sahabatnya yang menyebalkan itu akan merusak akting mengagumkan. Sebab, Jordan dengan mulut pedasnya akan menyindir Zafran secara terang-terangan tidak peduli memakai nama samaran ataupun secara frontal. “Gue cemas waktu lo upacara tadi, Ve. Gue emang udah ngerasa lo enggak enak badan. Karena Jo udah bilang sama gue tadi kalau di kelas lo mendadak lemas. Lo belum sarapan atau memang kelelahan gara-gara pergi sama gue kemarin?” Zafran menatap penuh serius dengan rasa bersalah yang begitu mendalam. Sejenak Evelina tampak tidak tega kalau harus mengatakan hal yang sebenarnya pada lelaki itu. Walaupun memang pada kenyataan semua ini terjadi akibat Evelina memaksakan diri menemani Zafran bepergian kemarin. Namun, mengecewakan sahabatnya membuat gadis itu akan menjadi seseorang yang begitu jahat. Selama ini Zafran selalu menemani Evelina kapan pun dan di mana pun. Meski sudah beranjak dewasa keduanya terlihat jarang bersama, tetapi masih berhubungan baik, walau sesekali bertengkar agar mempererat hubungan. “Buktinya sekarang gue baik-baik aja, Zaf,” ucap Evelina menyangkal seluruh pikiran yang mungkin membuat Zafran merasa sangat gagal pada dirinya sendiri. Sesaat kemudian, wajah murung lelaki itu pun berganti sangat cerah. Seakan seluruh pikiran negatifnya menguar begitu saja. Tergantikan dengan senyuman positif yang jarang sekali diperlihatkan oleh gadis mana pun. Sampai Evelina tanpa sadar ikut tersenyum senang. Sementara itu, di sisi lain kepergian Zafran membuat kedua sahabatnya yang berada di barisan depan langsung kebingungan. Terlebih oleh Reyhan yang terlihat mencari sahabat sekaligus teman kelasnya untuk segera kembali. Akan tetapi, pikiran lelaki itu langsung teringat akan Evelina yang terjatuh saat pertengahan upacara dan mungkin menjadikan Zafran menghilang tepat sebelum dibubarkan. “Jo, gue mau ke UKS dulu nyamperin Zafran. Lo mau langsung ke mana?” tanya Reyhan sebelum membubarkan diri dari lelaki berwajah dingin di sampingnya. “Eve,” jawab Jordan singat membuat Reyhan mengangguk mengerti. Sejenak keduanya pun melangkah bersamaan menuju ruang UKS yang tidak terlalu jauh dari ruangan. Saat mereka sampai dan Reyhan hendak membuka pintu, tiba-tiba benda berbentuk papan pipih dengan handle melekat kuat di tepi terbuka pelan. Membuat keduanya spontan memundurkan langkah menyambut kedatangan seseorang dari balik pintu. Ternyata seorang gadis yang terlihat tidak asing muncul dengan wajah terkejut. Sebab, keduanya mata bulatnya sukses melebar begitu saja dengan kedua tangannya mengantup mulut rapat-rapat membuat Reyhan meringis pelan. “Gue … boleh masuk?” tanya lelaki itu sedikit canggung dan bingung, karena mungkin ia terlihat sedang tidak ingin merespon penggemarnya. “O … oh, boleh!” jawab Mikeila mendadak gugup sekaligus tidak percaya di hadapannya terdapat Jordan yang begitu tampan. Meskipun lelaki itu tidak senyum sama sekali, namun dengan wajahnya saja sudah bisa menghipnotis banyak gadis. Sesaat Reyhan mengangguk pelan, lalu mendorong pintu UKS dengan di belakangnya diikuti Jordan yang terlihat tenang nan dingin. Lelaki itu memang irit ekspresi membuat kedua sahabatnya terkadang merasa gemas. Sedangkan Mikeila mendadak tidak rela meninggalkan Evelina sendirian berada di dalam. Tentu saja gadis itu hendak mencari-cari kesempatan memandangi wajah taman Jordan. Namun, sayang sekali waktu jam pertama pelajaran akan segera dimulai membuat gadis itu harus kembali ke kelasnya sebelum ada salah satu guru yang masuk. Meskipun Mikeila berada di kelas IPA dengan nomor urut paling akhir, gadis itu tetap bekerja keras agar dirinya bisa berada di jelas yang sama seperti Jordan. Walaupun terasa sangat mustahil karena kebanyakan murid yang ada di sana begitu ambisius dan pintar. Sampai tidak jarang banyak kelas yang menjadikan tolak ukur antara kelas 11 IPA 1 dengan kelas 11 IPA 2 yang tidak kalah pintar. Bahkan banyak yang mengatakan kalau sebenarnya itu adalah dua kelas yang sama, tetapi hanya berbeda nomor seri urut di belakangnya untuk formalitas pendidikan di sekolah. ** “Gimana keadaan lo, Ve?” Kedatangan dua lelaki tampan yang mengunjungi Evelina di UKS membuat ruangan tersebut mendadak banyak dimasuki oleh para siswi. Kebanyakan dari mereka hanya sekedar mengambil minyak penghangat ataupun mengantarkan teh sekaligus gula untuk minum bagi murid yang mungkin sedang tidak enak banyak. Sesekali para siswi itu datang sembari mencuri-curi pandang ke arah The Handsome Guy yang duduk di sofa kecil dan tepi tempat tidur sembari memainkan ponselnya santai. Zafran duduk di kursi tunggal menatap sahabatnya yang terlihat santai, sedangkan Reyhan kebanyakan bermalasan hanya merebahkan diri di tepi tempat tidur sembari memainkan ponsel. Lain halnya dengan Jordan yang menyandarkan tubuh memandangi kedua sahabatnya sibuk bersama dunia masing-masing. “Astaga, gue baik-baik aja enggak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagi pula Zafran aja yang terlalu lebay sampai maksain datang ke sini. Padahal gue enggak ngerasa apa pun,” jawab Evelina mengembuskan napasnya panjang merasa lelaki yang kini mencemaskan dirinya terlalu berlebihan. “Jangan ngelak, Ve! Tadi lo hampir pingsan, bisa-bisanya bilang enggak ngerasa apa pun,” sela Zafran tidak terima. “Bahkan ketika gue bawa ke sini aja lo hampir enggak sadar. Sekarang baru lo sadar dan bisa ngasih alasan enggak masuk akal.” Mendengar hal tersebut, Evelina sukses mengantupkan bibirnya rapat. Ia memang tidak akan pernah bisa melawan Zafran dalam bentuk apa pun, karena lelaki itu selalu saja ada yang bisa dikatakan untuk mematahkan seluruh argumentasi lawan. Meskipun begitu, Evelina memang tidak pernah menampik bahwa perhatian sahabatnya benar-benar menyebalkan. Walaupun Zafran terlihat sangat baik, tetapi terkadang justru lelaki itu yang paling menyebalkan. “Udah, jangan ribut lagi. Yang penting sekarang Eve baik-baik aja,” pungkas Reyhan mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Jordan yang belum mengatakan apa pun. “Jo, lo mau ke kelas, ‘kan? Ayo, kita bertiga harus belajar dan biarkan Eve di sini memulihkan tenaganya!” Jordan mengangkat kepalanya, dan menoleh ke arah seorang gadis yang duduk di tepi tempat tidur. “Lo belum sehat, Ve? Hari ini Mesya masuk, tadi dia baris di samping gue. Mungkin Pak Han bakalan bahas masalah yang ada di villa.” “Mesya masuk?” tanya Evelina melebarkan matanya terkejut. Tanpa menjawab apa pun, Jordan hanya mengangguk singkat. “Sepertinya gue emang lebih baik masuk aja, karena masalah ini mungkin berkaitan sama gue. Karena Pak Han sempat bilang kalau Mesya masuk kembali, beliau akan mempertanyakan seluruh masalah yang mungkin akan menjadi jawaban bagi kita semua,” lanjut Evelina menuturkan seluruh penjelasan yang pernah dibicarakan ketika gadis itu dipanggil ke sekolah kembali sampai larut sore. Perkataan tersebut membuat Zafran terdiam sesaat. Nyatanya lelaki itu juga merasa sedikit janggal sekaligus aneh dengan seluruh penjelasan yang pernah dibawakan oleh Bu Liane dan Pak Handiarto sedikit bertolak belakang. Ketika Bu Liane dengan santainya mengatakan bahwa ini hanya keteledoran Mesya, tetapi tidak dengan Pak Handiarto yang malah mengusut masalah sampai tuntas. Bahkan lelaki paruh baya itu sama sekali tidak ragu meminta banyak pendapat murid secara terpisah dan mulai menggabungkan satu sama lain. Sehingga beliau bisa memeriksa jawaban atau pendapat murid yang dimanipulasi seakan-akan disuruh oleh seseorang. Memang sampai hari ini tentang kejadian hilangnya dua siswi SMA Catur Wulan belum menemukan titik terang. Walaupun Mesya telah menceritakan kejujuran pada Evelina, tetapi tidak dengan dua guru penanggungjawab yang ada di sana. Tentu saja mereka berdua harus meneruskan masalah ini untuk memberikan jawaban yang memuaskan bagi para orang tua dan wali murid. Karena semua ini akan berkaitan dengan lancar atau tidaknya pendidikan serta karir SMA Catur Wulan yang ditargetkan akan menjadi satu-satunya sekolah favorit. “Lo yakin, Ve? Walaupun udah lebih baik dibandingkan tadi, tapi sepertinya lo emang lebih baik ada di sini. Lagi pula masalah Mesya udah ada Dara dan Jordan yang membantu lo menjawab semua pertanyaan. Bahkan Jordan juga sempat dengar beberapa potongan cerita dari sudut pandang Mesya sebagai korban,” tutur Zafran ada benarnya. Sedangkan Reyhan mengangguki perkataan sahabatnya yang lumayan masuk akal, sedangkan Jordan hanya terlihat menatap tanpa ekspresi. Sejak pagi tadi memang Jordan tampak kembali dingin seperti biasanya, walaupun sedikit menjengkelkan. Evelina mengangguk pelan mengiakan perkataan sahabatnya yang memang menjadi baik untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, masalah hilangnya Dara dan Mesya sedikit berhubungan dengan villa yang sempat mereka tinggali. Sehingga Evelina tidak bisa lepas tangan begitu saja sebelum semuanya menemukan titik terang. “Gue tahu, Jo. Tapi, Pak Han yakin banget kalau masalah ini masih berkaitan dengan gue yang dicekik Mesya. Jadi, mau enggak mau gue harus ada di sana buat ngeluruskan semuanya sekaligus memberi tahu kalau ada sesuatu yang sebenarnya menganggu kedatangan kita.” “Maksud lo apa, Ve?” tanya Reyhan cepat dengan kening yang berkerut penasaran. “Lo ingat masalah tetua adat yang nyuruh kita tinggal di rumah kepala desa?” Evelina menatap ketiga lelaki di hadapannya secara bergantian. “Itu sebenarnya beliau cuma enggak mau kita tahu sesuatu tentang tempat itu. Karena sebelumnya gue udah minta Trejo buat ngasih tahu apa yang terjadi, tapi kebetulan kita berada bersama tetua adat yang memblokir semua akses keluar-masuk sosok di sana.” “Jadi, maksud lo, sebenarnya semua ini udah direncain sama tetua adat sebelum terjadi?” sahut Zafran mengernyit bingung. “Gue enggak bisa ngomong apa-apa, karena Trejo belum ngasih tahu perihal apa pun sama Nonik. Jadi, gue cuma bisa mencari tahu dan mengumpulkan seluruh informasi yang mungkin gue dapetin dari perkataan Pak Han,” balas Evelina menggeleng pelan. Sejenak ketiga lelaki itu pun saling berpandangan satu sama lain. Mereka terlihat memikirkan apa yang dikatakan oleh Evelina memang benar, meskipun tidak dapat dipungkiri ketiganya masih berpikir lebih logis untuk mengaitkan semua masalah ini dengan masalah belakang yang mungkin sedang disembunyikan. “Ayo, kita ke kelas sekarang!” ajak Evelina bangkit dari tepi tempat tidur sembari mengencangkan dasi yang melingkari lehernya. Spontan The Handsome Guy hanya bisa patuh melihat sikap keras kepala dari Evelina yang tetap menginginkan masuk ke dalam kelas. Meskipun kesehatan gadis itu sedikit menurun akibat kelelahannya. Kemudian, keempatnya pun melangkah bersamaan menuju kelas masing-masing yang berada berlainan gedung. Karena jurusan IPA dan IPS memiliki gedung kelas yang berbeda, sesuai dengan tingkat kelas sekaligus nomor seri yang mengikuti di belakangnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN