70. Penuh Kepalsuan

2007 Kata
Kepergian Reyhan menghampiri seseorang yang mencarinya pun membuka kesempatan bagi Azalia untuk mendekati lelaki tersebut. Sejak Reyhan memutuskan untuk kembali duduk bersama Zafran, memang Azalia memilih sendirian di tempat kosong. Kebetulan beberapa murid kelas 11 IPS 2 jarang menempati bangku aslinya dan sering kali berpindah tempat demi kenyaman bersama. Memang hanya segelintir murid saja yang menyukai duduk di bangku yang sama. Itu pun bisa dihitung menggunakan jemari, sehingga tidak sedikit dari mereka penguasa kelas untuk tetap menjaga wilayah. “Zafran, gue mau tanya sesuatu dong!” Terdengar suara seorang gadis yang mengalihkan perhatian Zafran dari ponselnya. Lelaki tampan dengan kedua kaki di atas meja itu melirik singkat tanpa menanggapi apa pun, selain tetap mengamati game online yang masih terpajang sempurna tanpa mengalami hambatan sama sekali. “Besok pelajaran Bu Liane ada PR enggak? Kemarin gue ngurus administrasi, jadi lupa nanya.” Zafran menggeleng singkat. Entah kenapa lelaki itu merasa sedikit aneh dengan sikap gadis yang ada di hadapannya. Mungkin berbeda dibandingkan Evelina, tetapi benar-benar tidak bisa membuat lelaki itu nyaman. Bahkan ketika dibandingkan dengan kelas Evelina yang memiliki banyak sekali murid perempuan. “Oh, enggak ada, ya? Terus yang tugas ada enggak?” tanya Azalia semakin gencar mengobrol dengan lelaki tampan di sampingnya. “Enggak ada,” jawab Zafran singkat. Lama kelamaan lelaki itu merasa tidak enak jika harus mendiami Azalia tanpa alasan yang jelas. Walaupun sedikit merasa risih akibat gadis itu terlalu berisik untuk hal sepele. Azalia mengembuskan napasnya lega, lalu menyandarkan tubuhnya tepat di samping Zafran membuat lelaki itu menatap penuh keherangan. Akan tetapi, Zafran memilih untuk mengabaikannya begitu saja, dan kembali menatap ponselnya mulai menampilkan sebuah pertarungan. Sejenak Azalia memikirkan sebuah obrolan yang mungkin akan menjadi panjang. Jelas saja gadis itu mengetahui tipikal Zafran yang jarang berbicara kepada siapa pun, kecuali lelaki itu benar-benar mengenalnya. Bahkan untuk ukuran teman kelas, hampir tidak semua mengenal Zafran, meskipun lelaki itu sering mengisi banyak agenda kelas ketika classmeeting tiba. Namun, tanpa sengaja matanya menangkap sesuatu dari ponsel lelaki itu. Ternyata sebuah stiker berbentuk berlian yang sangat ia kenal, walaupun tidak terlalu menekuninya. “Wah, lo EXO-L juga, Zaf?” tanya Azalia mendadak bersemangat melihat lambang yang beberapa tahun ini ia lihat ketika berselancar internet. Zafran melirik singkat, lalu menjawab, “Ini punya Eve.” “Eve fangirl?” Azalia tampak sedikit berekspresi tidak nyaman, karena ini pertama kalinya ia melihat seorang sahabat yang begitu dekat sampai berbagi sesuatu. Namun, tidak sampai memiliki hubungan lebih. “Iya, dia rivalnya Rey pas fangirl.” Zafran mengangguk singkat sembari menjauhkan ponselnya dengan sedikit membelakangi gadis tersebut. “Lo kalau udah selesai, balik lagi sana ke bangku! Gue mau push rank.” Mendengar hal tersebut, mau tidak mau Azalia bangkit dari tempat duduknya. Gadis itu terlihat sedikit kecewa melihat penolakan dari Zafran yang secara terang-terangan. Padahal bisa dikatakan jika berhadapan dengan lelaki lain, Azalia bisa menjadi seorang ratu. Dan itu, benar-benar membuat Azalia kecewa sekaligus penasaran. Saat Azalia asyik duduk di bangkunya sembari mencatat beberapa pelajaran yang tertinggi. Sejenak gadis itu melihat seorang murid di kelasnya tampak menghampiri Zafran yang terlihat sibuk menunduk menatap ponsel. “Zaf, titipan dari Eve!” celetuk Vela memberikan sesuatu di dalam kotak. Pandangan lelaki tampan bagian dari The Handsome Guy itu pun terangkat, lalu menatap ke arah Vela yang terlihat menunjukkan sesuatu di atas meja menggunakan dagu mungilnya. “Dia tadi ke sini?” tanya Zafran menatap sesaat dan kembali menunduk untuk menyelesaikan permainannya. “Enggak, gue kebetulan aja lewat kelasnya pas lagi mau ke perpustakaan. Karena tadi di bawah ada segerombolan kakak kelas, jadi gue milih muter dibandingkan lewat jalan pintas,” jawab Vela mendudukkan diri di meja milik lelaki tampan tersebut sembari menatap serius ke arah ponselnya. “Lo bukannya udah push rank tadi, Zaf?” “Iya, gue mau lanjut dulu sampai MPV.” Zafran menjawab tanpa menoleh sama sekali, karena persaingan semakin ketat. “Tadi Eve bilang apa aja?” Vela mengembuskan napasnya panjang. “Dia bilang, lo jangan main game lagi kalau masih mau jalan bareng dia!” Perkataan sarkas itu sukses membuat Zafran mengangkat kepalanya dan melupakan kenyataan bahwa lelaki tampan tersebut tengah melakukan push rank yang akan menurunkan peringkatnya ketika mengalami kekalahan. “Game lo lagi jalan, Zaf. Jangan sok kaget gitu,” sindir Vela mendesis pelan melihat teman kelasnya benar-benar bucin pada Evelina, tetapi sayang sekali lelaki itu terlalu bodoh untuk memahami perasaannya sendiri. Bahkan Evelina pun bisa dikatakan sangat tidak peka, walaupun Vela merasa tidak percaya kalau gadis itu tidak merasakan sesuatu perbedaan yang berlindung di balik kata kasih sayang sebagai sahabat. Seketika Zafran kembali melanjutkan permainannya dengan mengerang pelan menyadari kebodohannya melakukan frezee ketika sedang melakukan p*********n sampai mendapat protes dari beberapa rekan sepermainannya yang merasa lelaki itu mendadak bodoh diam seperti patung. Sejenak lelaki itu tampak fokus untuk menyelesaikan permainan lebih awal. Tentu saja ia hendak mempertanyakan Evelina yang begitu menyindir sampai mengetahui kegiatan Zafran saat ini. Tepat setelah selesai, Zafran langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, kemudian menoleh ke arah Vela yang ternyata sedang merapikan riasan wajahnya. Gadis itu benar-benar sedia cermin kapan pun dan di mana pun. “Tadi, Eve benar-benar bilang gitu sama lo?” tanya Zafran penasaran. “Iya,” jawab Vela malas dan tetap memperhatikan wajahnya yang mulai sensitif. “Tahu dari mana dia?” tanya Zafran lagi. Kali ini terdengar mendesak penuh. Vela memasukkan cermin kecil tersebut ke dalam saku kemeja putih sekolahnya kembali, lalu menoleh ke arah seorang lelaki tampan yang menjadi cassanova sekolah. Memang tidak dapat dipungkiri Zafran memiliki wajah yang sangat tampan bak seorang idol. Mungkin lelaki itu cocok untuk menjadi seorang idol ketika mengikuti audisi. “Lo ‘kan tadi online, Zaf. Wajah enggak sih kalau dia tahu? Astaga, kadang gue bingung sama lo,” keluh Vela memijat kepalanya berpura-pura lelah. Sementara itu, tidak ada yang menyadari dari keduanya ternyata ada sepasang mata menatap tajam sekaligus tidak suka. Tentu saja Azalia mendengar perbincangan keduanya yang ternyata mengenai Evelina. Membuat perasaan Azalia semakin membenci gadis tersebut dan ingin sekali menyingkirkannya. ** Suasa bel pertanda istirahat pun berbunyi dengan sangat nyaring membuat seluruh kelas yang awalnya sibuk belajar mulai keluar secara satu per satu untuk melepaskan rasa lapar sekaligus dahaga akibat terlalu banyak belajar. Lain halnya dengan kelas 11 IPS 2 yang sudah membubarkan diri tepat sepuluh menit sebelum bel istirahat. Membuat mereka semua kini telah berada di kantin dengan perut kenyang akibat membeli makanan lebih dulu. Namun, entah apa alasannya Azalia baru istirahat tepat bel berbunyi membuat gadis itu datang bersama murid lainnya. Ia terlihat mencari seseorang di tengah keramaian. Sampai matanya menangkap seseorang yang melangkah sendirian sembari menundukkan kepala menghindari banyak tatapan. “Evelina!!!” seru Azalia berlari kecil dengan rambut panjang nan lembutnya berayuna-ayun menggemaskan menghampiri seorang gadis yang terlihat mengernyitkan keningnya bingung. “Lo … anak baru itu, ‘kan?” tanya Evelina berusaha mengingat seseorang yang tidak asing di hadapannya. “Astaga, Eve ini gue, Azalia murid baru yang pindahan ke kelas 11 IPS 2. sedikit kecewa karena lo mendadak ngelupain gue,” keluh Azalia mengerucutkan bibirnya menggemaskan. Evelina tampak mengembuskan napasnya panjang, lalu menggeleng pelan. “Enggak lupa, tapi buat memastikan aja. Karena gue enggak terlalu kenal sama lo.” Perkataan jujur yang sedikit menyakitkan itu benar-benar membuat Azalia langsung berubah ekspresi. Gadis itu tampak menatap Evelina yang terkesan sombong dan terlalu pemilih dalam berteman. “Ingat, ya, sekarang nama gue itu Azalia. Jangan dilupain lagi,” ungkap Azalia kesal. “Uhm … lo mau makan siang, ‘kan? Bareng sama gue yuk!” “Bukannya lo udah ada teman buat bareng?” tanya Evelina bingung, sebab terlihat empat murid perempuan tampan berdiri tidak jauh dari mereka berdua memandangi dengan penuh minat. Azalia berpura-pura acuh tak acuh, walaupun perasaannya sedikit kesal akibat tiga murid sekelasnya begitu ingin duduk bersama. Padahal mereka telah memiliki teman dan meja untuk memakan makanan dalam waktu istirahat. “Teman gue udah pada istirahat duluan, jadi lebih baik kita bersama dibandingkan sendiri!” jawab Azalia agak memaksa dengan memeluk erat lengan Evelina dan membawanya masuk ke dalam kantin untuk membeli beberapa makanan. Tentu saja kehadiran mereka berdua membuat antrian kantin jauh lebih ramai. Keduanya benar-benar menarik banyak perhatian lelaki tampan yang ada di SMA Catur Wulan. Meskipun Evelina terkesan dingin dan misterius, gadis itu tetap memiliki pesona tersendiri dalam memberikan gambaran pada murid lelaki yang mulai melihat sisi lain dari Evelina. “Lo mau pesan apa, Ve?” tanya Azalia tepat di depan sebuah stand minuman yang tidak terlalu ramai. “Choco Drink Milk aja, gue mau beli roti bakar,” jawab Evelina menunjuk ke arah minuman yang dimaksud, lalu mencari stand roti bakar yang ternyata jauh lebih sepi. “Gue ke sana dulu, ya! Lo mau nitip makanan apa?” Azalia berpikir sesaat. “Uhm … di sini ada wafer legend itu enggak, sih?” “Wafer legend apa?” tanya Evelina mengernyit penasaran. “King Khong,” jawab Azalia sembari menunjuk ke arah kemasan berwarna merah cukup besar tergantung sempurna di dekat stand makanan ringan yang dipenuhi oleh adik kelas. Evelina mengangguk mengerti. “Oke, nanti gue beliin!” Setelah itu, gadis yang terlihat kalem pun melenggang pergi sendirian. Ia tampak tidak mencari The Handsome Guy, melainkan sibuk melepaskan diri bersama Azalia tanpa menaruh rasa kecurigaan sama sekali. Padahal keduanya hampir tidak dekat, walaupun sempat berkenalan. Sejenak Evelina menunggu pesanannya selesai dibuat, baru membeli wafer yang ternyata kesukaan Azalia. Memang gadis itu tampak sedikit terkejut akan kecintaannya pada wafer, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa Azalia mendadak aneh. Selesai memesan keduanya, Evelina memilih untuk mencari meja kosong yang bertepatan dengan beberap adik kelas. Mereka tampak sangat sungkan melihat seorang gadis dari kelas sebelah yang memilih untuk bergabung dengan para junior tanpa memperhatikan senioritas sama sekali. “Kak Eve, tumben enggak sama Kak Zafran lagi. Kalian berdua lagi marahan, ya?” celetuk salah satu adik kelas yang mendadak berbicara sok akrab ke arah Evelina. Sejenak Evelina tampak menggeleng sembari memasang ekspresi kurang nyaman. Gadis itu tidak menjawab apa pun, karena terasa asing untuk menyahut perkataan adik kelas yang menurutnya sangat lancang. Saat gadis itu tengah sibuk menunggu pesanan yang dibawakan Azalia, tiba-tiba sesosok arwah perempuan dengan seragam sekolah mendekat ke arah Evelina. Ia tampak mendudukkan diri tepat di hadapan gadis itu sembari tersenyum senang. “Eve, bagaimana kabarmu? Aku tadi sempat bertemu sahabatmu, tapi sayang sekali dia sudah ada di lapangan indoor untuk melakukan olahraga.” Evelina menukik alis pertanda bingung sekaligus acuh tak acuh dengan perkataan dari sesosok gadis yang beberapa hari ini dekat dengan dirinya. Walaupun sempat diacuhkan, tetapi sesosok arwah itu benar-benar gencar. Sampai Evelina tidak memiliki alasan untuk mengabaikannya kembali. “Dia … temanmu?” tanya arwah perempuan itu lagi sembari menunjuk ke arah Azalia yang sesekali membalas sapaan para lelaki yang menawarkannya tempat duduk. “Bukan. Dia hanya kenalanku dari kelas sebelah,” tolak Evelina dengan jujur, sebab ia tidak mudah menganggap semua orang sebagai temannya. “Baguslah. Aku khawatir kalau kamu adalah temannya. Entah kenapa aku merasa kalau dia sedikit tidak suka kepadamu, Eve. Entahlah ini perasaanku saja atau bukan, tapi ketika berdekatan dengan dia jiwaku mendadak terancam. Aku harap kamu berhati-hati ketika bersamanya,” tutur sesosok perempuan itu dengan sangat perhatian. Evelina tidak menanggapi apa pun. Gadis itu hanya diam menatap punggung mungil Azalia yang mulai berbalik membawa dua cup besar minuman pesanannya. Gadis yang menjadi murid baru di kelas Zafran tampak sangat ramah dengan kakak kelas lelaki dan sesekali membalas godaan mereka sembari tersenyum manis. “Eve, lo udah lama ya nunggunya? Maafin gue, tadi ada banyak banget pesanan dari kelas sebelah. Jadi, mau enggak mau gue ngantri lebih lama,” sesal Azalia mendudukkan diri tepat di depan arwah perempuan yang kini mendadak bangkit sembari mendengkus kesal, lalu beralih di samping Evelina dengan nyaman sembari memperhatikan ekspresi palsu dari Azalia yang membuat arwah tersebut mendadak muak. “Iya, enggak apa-apa. Gue juga tadi lihat banyak orang,” balas Evelina mengangguk penuh pengertian, lalu meraih salah satu minumannya yang terlihat enak. “Gue udah beliin pesanan lo.” Azalia tersenyum lebar menatap wafer pemberian Evelina yang terlihat utuh. Membuat gadis itu merasa senang sekaligus bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN