Chapter 2 : Pertemuan Terakhir

2060 Kata
“Bagaimana mungkin dia bisa mengalahkan Jianetta semudah itu? Bukankah dia seharusnya memiliki sihir pertahanan atau semacamnya untuk menahan serangan dari Vampir itu? hey! Bagaimana ini semua bisa terjadi!” Teriak Xanes kaget karena melihat korban dari rekannya sendiri telah jatuh di depan hadapan mereka. Mereka diam membatu melihat tubuh dan juga kepala dari Jianetta tercabik-cabik dengan mudahnya oleh Vampir itu. Seakan-akan tubuhnya tidak mempunyai sesuatu yang keras atau padat menuju intinya. Cipratan darah yang keluar dari tubuh Jianetta sedikit mengenai lengan dari vampir itu. Dia pun langsung saja menjulurkan lidahnya mencoba untuk menjilat sejumput darah dari penyihir sakti itu, “Aku tidak pernah merasakan darah penyihir sebelumnya. Ternyata sungguh lezat!” “Dasar Kep*rat! Aku akan membunuhmu!” Dengan cepat dan juga amarah yang sangat tinggi, Korian langsung saja menyerbu Vampir itu dengan mengumpulkan energi sihir dalam tubuhnya. Berusaha untuk melesat dengan sangat cepat agar bisa membelah leher dari Vampir yang telah membunuh Jianetta itu. Tapi Max langsung saja mewanti-wanti Korian agar tidak melakukan gegabah. Peringatannya tidak diindahkan dengan baik oleh Korian, dia langsung saja menyerbu Vampir itu, “Tidak hentikan!” Tubuh Korian yang sangat mungil mudah sekali untuk menghindar dari setiap serangan yang akan dilancarkan oleh Vampir itu. Dan juga kemampuan sihirnya berbasis kecepatan akan semakin menambah kesulitan vampir itu untuk mengenainya. Korian sudah mempersiapkan semuanya saat hendak melakukan misi ini, dia sudah membawa pisau terbuat dari perak khusus untuk melukai vampir durjana ini. Korian sudah mendekat dengan sangat cepat di balik tubuh Vampir itu dan berusaha untuk menebasnya, “Terima ini!” Namun ternyata usaha Korian tidak bisa berjalan dengan mulus. Ternyata seorang Vampir tidak memiliki titik buta sama seperti manusia, dia bisa mengetahui dimana keberadaan benda-benda atau lingkungan di sekitarnya tanpa harus melihat ke hadapannya. Mereka memiliki kemampuan pendengaran dan penciuman yang sangat tajam mampu untuk mendeteksi sinyal-sinyal yang akan membahayakan diri mereka sendiri. Dengan cepat, Vampir itu langsung saja menahan tubuh Korian dan mencekik lehernya dengan satu kali gerakan dan serangan. Korian terjebak tidak bisa melakukan apa-apa di sana. “Kau cukup cepat tikus kecil, namun ingat ini. Tidak ada yang bisa mengusik keluarga Alinzar lagi!” Korian berteriak dengan sangat kencang. Serasa kematian sedang berada di ujung tanduknya. Xanes yang melihat itu tak tega karena Korian nampak sangat menyedihkan dan sangat butuh bala bantuan. Dia pun langsung saja mencoba untuk melakukan kuda-kudanya dan menyerang Vampir itu di sana menyelamatkan sosok Korian. Namun, tangan Max memegang pundak Xanes, seperti mengatakan kalau dia ingin agar Xanes berhenti melakukan apa pun yang ingin ia coba lakukan. “Cukup Xanes, jika kau melakukan itu, maka kau akan menyusul Jianetta dengan cepat. Aku tidak ingin ada korban lagi dalam kelompok menyedihkan ini!” Sahut Max kepada Xanes, namun Xanes malah membuang tangan Max dan bersikeras untuk mencoba menyerang Vampir itu, “Lalu apa yang harus kita lakukan?! Melihatnya berteriak dan juga kesakitan dengan sangat menyedihkan seperti itu sampai dia mati hah?!!” “Tidak, giliranmu masih belum saatnya. Biarkan aku membereskan semua ini.” Max memegang senapan laras panjangnya, membidik Vampir itu yang sedang sibuk untuk mencekik Korian sampai dia mati. Sang Vampir itu tidak tahu kalau Max akan menembak dengan senapannya itu, hingga akhirnya suara tembakan terdengar di sana dan membuat tangan dan juga lengan dari Vampir itu hancur karena peluru perak milik Max. “Ah tidak!! Tanganku!! Apa yang kau lakukan dasar sialan!!” Korian berhasil lolos dari cekikan tangan Vampir itu, dia pun berlari mundul sambil sedikit terbatuk-batuk akibat cekikan itu membuat pernafasan dan juga tenggorokannya sedikit terganggu. Korian mengambil pisau peraknya kembali. Dengan cepat, Korian yang sudah berlari dilindungi oleh Xanes dari depan. Sedangkan Max berhadapan langsung dengan vampir itu sekarang. “Kau jangan-jangan kau! Sang pembantai yang membunuh semua klan kami!” Teriak vampir itu mulai mengenali siapa Max yang sebenarnya. Max cukup heran kenapa orang itu tidak menyadari sosok Max sejak awal. Karena pamor dan juga kengeriannya memang sudah terkenal di dunia para Vampir Kerajaan Merleth. Sosoknya sendiri bagaikan sebuah hantu yang siap untuk datang dan membunuh siapa pun Vampir yang dia lihat. Vampir itu kemudian panik mundur ketakutan melihat di hadapannya ada sosok Max yang sangat legendaris. “Apa yang membuatmu lama sekali untuk menyadari keberadaanku? Tapi sayang sekali, waktumu berakhir di sini karena aku datang menghampirimu.” Sosok Max benar-benar membuat Vampir itu bergidik ngeri. Dia bahkan sampai terjatuh dan tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat sosok Max di depannya. Dia berjalan merangkak mundur ke belakang dengan tatapan ketakutan. Dia melihat tangan kanannya yang sudah hancur ditembak oleh Max. Dia heran kenapa tangannya tak kunjung beregenerasi dan tumbuh lagi. “Jika kau mengharap tanganmu itu untuk tumbuh kembali, aku memiliki berita yang amat sangat buruk kepadamu. Peluru yang sudah kutembakkan ke tanganmu tadi adalah peluru khusus yang sudah kulumuri ludah kelelawar Morcs. Aku tak perlu menjelaskan apa peluru itu kepadamu karena sepertinya kau sudah tahu apa ramuan itu sebenarnya. Selamat tinggal.” Ujar Salam dari Max dengan sangat dingin. Tanpa membuat ekspresi apa-apa, dia pun langsung saja menembak kepala dari Vampir itu dan hancur seketika membuat daging dan juga darah di kepalanya hancur berlumuran. Dengan sangat mudahnya, Vampir itu mati di tangan Max. “Tidak mungkin, bagaimana kau bisa mengalahkan dia dengan semudah itu!” ujar Korian yang sudah merasa sedikit baikan setelah tenggorokannya terasa sesak. Dia menatap ke arah Max dengan perasaan bingung dan juga tak adil. Namun Xanes yang berada di sisi Korian menepuk bahunya. Dia pun menatap mata Korian yang sangat kebingungan. Namun Xanes hanya mengangguk-anggukkan kepalanya kepada Korian seperti hendak menyampaikan suatu isyarat kepadanya. Meskipun Korian tak tahu apa maksud dari isyarat itu. “Sudah kubilang, kalian bukanlah orang yang kompeten dalam misi ini. Andaikan saja Brooks mengizinkanku untuk melakukan misi ini sendirian, mungkin Jianetta tidak akan meregang nyawanya dengan semudah itu. Kalian mungkin akan tahu misi apa yang akan terjadi hari ini.” Ujar Max kepada Korian dan juga Xanes di sana. Korian tidak membalas perkataan Max. Dia langsung saja memeriksa mayat yang tersisa dari tubuh Jianetta. Dia nampak sangat mengerikan dan sangat tidak layak untuk bisa disebut sebagai seorang mayat. Malahan, dia merasa kalau sosok Jianetta saat ini terlihat berbeda dari Jianetta yang dia kenal sebelumnya. “Tahu apa kau memangnya soal Jianetta hah? Kau bahkan tidak mengenalnya lebih dari kami semua. Jangan mengira kau memiliki kemanusiaan dan empati lebih tinggi daripada kami semua di sini!” Max terdiam, dia kemudian mengangkat senapannya ke atas dan berusaha untuk menghampiri Korian. Dia berjalan dengan aura intimidatif yang sangat kuat. Max pun menghadap ke arah Korian, menghampiri mukanya sehingga muka mereka sangat berdekatan satu sama sekali bahkan hidung mereka sudah saling bersentuhan sekarang. Namun, tatapan tajam dan juga serius tampak sangat intens di antara mereka berdua. Dengan kondisi yang sangat canggung itu, Max pun berkata, “Aku lebih tahu daripada apa yang ibumu sendiri tahu daripada dirimu!” “Kurang ajar. Jangan mengira kalau kau lebih hebat daripada kami semua dasar anak muda! Masa lalu kelammu tidak membuatmu bisa mendapatkan apa pun yang kau mau dari kami ingat! Aku tidak ingin kau dengan rasa egomu merasa kau adalah segalanya di dalam misi ini dengar!” Teriak Korian yang sangat marah mendengar ucapan itu dari Max. Dia sendiri sebenarnya bingung bagaimana Max tahu soal masa lalu bersama ibunya yang memang sangat jauh dari kata harmonis. Tapi sekarang dengan sangat cepat, Korian telah menaruh pisau miliknya di leher Max mencoba untuk mengancam membunuhnya. “Kau ingin membunuhku? Silahkan saja. Jika aku mati di misi ini, aku tidak yakin kalian bisa hidup nantinya. Musuh yang baru saja aku kalahkan tadi adalah salah satu pelayan dari keluarga ini. Tapi entah kenapa kalian sudah kewalahan untuk melawannya sendirian. Kepala keluarga dari rumah ini 10 kali lebih kuat dari orang yang kalian lawan tadi.” Ucap Max dengan santainya berusaha untuk menjelaskan situasi yang sisa mereka bertiga sedang hadapi sekarang. Xanes pun datang dengan menghentak tanah dengan sangat keras mencoba menghentikan pertikaian antar mereka berdua. Dia tidak ingin ada korban lagi karena saling beradu argumen bodoh antara kedua anggota misi ini. “Jika memang kau menyebutkan kalau misi kita tidak semudah itu, lebih baik kita langsung menuju ke lokasi tujuan dan menyelesaikan ini secepat mungkin. Aku sudah muak mencium aroma darah yang sangat mengganggu ini di hidungku ini sekarang.” Korian menarik bilah pisaunya dari leher Max. Dia pun kemudian berjalan mundur menjauh dari Max. Sedangkan Max sendiri berbalik dan segera berjalan maju ke dalam rumah tersebut. “Jika kalian ingin selamat dan tidak ada korban yang jatuh sia-sia lagi. Mudah saja, ikuti segala perintah dan juga instruksi yang aku katakan kepada kalian. Maka aku bisa jamin kalau kalian akan bisa kembali ke rumah kalian dengan nyaman. Namun tiba-tiba, tubuh Sang Pelayan Vampir yang sudah dibunuh oleh Max tadi berasap dan mengeluarkan sebuah bau yang tak sedap. Seluruh ruangan menjadi bergetar dengan sangat hebat seperti terjadi sebuah gempa bumi di dalamnya. Korian dan juga Xanes terlihat sangat panik, mereka merasa kalau mereka harus segera keluar dari tempat ini karena kemungkinan besar mereka akan tertimpa bangunan di rumah ini. “Ayo cepat keluar Max! Apa yang kau tunggu!” Max masih tak mendengar ataupun mengikuti kata-kata dari Xanes. Dia malah terus saja berjalan ke depan menuju sebuah pintu dengan tangga ke atas di dalamnya. “Kalian memang tidak terlihat bisa untuk mengikuti instruksi dengan benar. Sudah kubilang, jika kalian ingin selamat, ikuti saja instruksiku! Aku tidak ingin kalian mati sia-sia di depanku!” Sementara Xanes dan juga Korian sadar akan sesuatu. Yang mereka rasakan saat ini ternyata bukanlah sebuah gempa bumi atau pun bencana alam seperti biasanya. Melainkan sesuatu yang lain, saat melihat sesuatu di luar ruangan, semuanya tampak sangat aneh dan juga memutar-mutar seperti ada sesuatu magis tercampur di dalamnya. Tak lama kemudian, Asap pekat berwarna ungu keluar dari atas dan juga samping ruangan. Mencoba untuk memenuhi dan menyesakkan nafas mereka dengan semua asap pekat itu. “Apa yang terjadi sebenarnya Max. Cepat katakan kepada kami!” Tak mempunyai pilihan lain, Xanes dan juga Korian pun mau tidak mau harus melaju ke depan ke arah tangga itu. Mereka berdua berlari mencoba menyusul Max yang sudah berada di sana terlebih dahulu. Sambil menutup hidung mencoba untuk menghindar apabila ada sesuatu yang mungkin akan meracuni mereka berasal dari asap mencurigakan itu. Max tak terlihat menoleh ke belakang sedikit pun. Dia berjalan dengan sangat santai dan mencoba untuk tidak memperdulikan rekan-rekannya. Xanes dan juga Korian sudah sampai di dalam ruangan itu, mereka berdua pun mengunci pintu masuk itu dengan sangat rapat mencegah agar asap tadi tidak mengejar mereka bertiga masuk ke dalam. Ada sebuah kunci dan juga kayu yang bisa digunakan sebagai penahan di pintu itu, Xanes dan juga Korian langsung saja mengunci pintu itu dengan kedua barang yang baru mereka temukan di sana. “Apakah membunuh begitu banyak Vampir benar-benar membuatmu kehilangan sisi manusiamu Max?” Ungkap Xanes dengan kesal karena tahu Max tidak berusaha membantu dirinya dengan Korian. “Manusia? Sisi itu sudah mati belasan tahun yang lalu saat keluarga dan juga kampung halamanku dibantai. Sekarang, di dalam diriku hanya tertinggal Max si penjagal Vampir. Jangan berharap sesuatu yang lebih dari itu.” Ungkap Max dengan sangat kalem membalas ujaran Xanes. Xanes dan juga Korian sudah tidak mampu berkata-kata lagi mendengar hal itu. “Lagi pula, itu semua salah kalian karena tidak mendengar instruksiku dengan benar. Asap itu adalah asap beracun yang menandakan sistem keamanan di dalam rumah ini sedang bekerja. Asap itu akan aktif ketika sensor di dalam rumah ini mencium aroma darah dari vampir, bukan manusia. Dan sekarang, semua vampir di dalam rumah ini sudah mengetahui akan keberadaan kita. Aku hanya berharap kalian sudah siap untuk melakukan sesuatu yang amat sangat buruk.” Ujar Max kepada yang lainnya. “Seburuk apa?” tanya Korian penasaran. “Seperti yang kalian tahu, Keluarga Alinzar adalah satu-satunya keluarga Vampir yang tersisa di Merleth. Semua Vampir yang sedang beraliansi ataupun tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung sedang berkumpul di sini semua. Dan aku mengira, mungkin ada lebih dari 100 vampir yang akan bersiap untuk mencegat kita nantinya.” Ungkap Max yang sepertinya sudah tahu dan mempersiapkan atas semuanya. Max melanjutkan jalannya dengan berjalan menaiki tangga di hadapannya, Korian dan Xanes saling bertatapan bingung dengan apa yang akan Max hendak lakukan saat ini. “Uhmm Max. Jika memang situasi seberbahaya itu, bukankah kita seharusnya menyusun rencana terlebih dahulu?” tanya Korian. “Aku sudah memiliki rencana. Rencana itu, adalah aku.” Ujar Max dengan percaya diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN