Eps. 1 : Misi Terakhir

1101 Kata
Mansion Alinzar, Merleth “Bagaimana, apakah kau mendapat lokasinya?” tanya seorang mercenaries kelas barbarian kepada Max. Namun dia hanya diam saja sambil membidik jendela rumah tersebut dengan senjata laras panjangnya. Mereka berlima berdiri di menara pertahanan mansion keluarga vampir itu, dengan para penjaga bergeletak mati. Max tidak menjawab pertanyaan dari barbarian itu, dia hanya menurunkan senjata laras panjangnya lagi ke punggungnya. Dia pun langsung saja turun dari menara dan pergi berjalan ke halaman depan Mansion sendirian. “Sepertinya memang sudah aman. Ayo, kita semua juga harus bergegas mengikutinya!” ucap Sang Barbarian itu kepada anggota lainnya. Mereka pun pergi dan mengikuti Max dari belakang yang sepertinya tahu tempat ini dengan sangat baik. Tidak ada ketua ataupun anggota di kelompok ini, semuanya sama dan setara, hanya saja mereka perlu ikut dalam rencana Max jika ingin semuanya berjalan lancar. Sejak awal, Max tidak ingin agar orang-orang ini mengikuti dirinya. Karena dia merasa kalau dirinya sendiri sudah cukup untuk melawan gerombolan vampir itu. Tapi karena misi ini misi yang sangat penting titipan ketua Guild Brooks Batty, dia tidak memiliki pilihan lain selain menyetujuinya. Rekan-rekan yang Max bawa sekarang juga bukanlah seorang mercenaries biasa, mereka adalah mercenaries legendaris milik guild Iron Hammer. Sang Barbarian dengan tubuh besar bernama Monet berusaha sebaik mungkin agar bisa mengetahui isi kepala dari Max. Sang penyihir Jiannetta dengan sihir udaranya juga memiliki pamor yang sangat tinggi sekali setelah berhasil menyembuhkan anak Raja. Assassin dan pencuri professional dengan tubuh mungil Korian mempunyai pisau yang digadang-gadang mampu menyembunyikan dirinya sendiri di dalam lingkungan. Dan yang terakhir dan paling berbahaya, orang yang dikatakan mungkin mampu memiliki pamor mirip seperti Max. Sang penjagal goblin, Xanes. Sama seperti Vero, dia hanya mau memilih pekerjaan spesifik, yaitu adalah pekerjaan yang berhubungan dengan monster humanoid. “Kemana dia akan membawa kita?” gumam Jianetta kepada Korian, namun dia hanya bergidik sambil mengangkat bahu tak paham apa yang akan Max lakukan. Mereka berlima berjalan menapaki sebuah jalan yang terbuat dari batu kerikil dan kecubung di atasnya. Di samping kanan dan kiri mereka terhampar luas sebuah taman yang hanya ditumbuhi rerumputan dan juga pohon-pohon pendek nan hijau. Tidak apapun di sana kecuali pagar dan yang menghalangi seberapa jauh tanah ini dimiliki oleh keluarga vampir itu. Tidak ada bedanya melawan para Vampir di siang ataupun malam, karena vampir pasti bermukim di daerah yang tak memiliki kadar cahaya matahari yang tinggi. Melainkan tempat-tempat berawan dan cenderung di dataran tinggi. Dan saat ini, kelompok itu mendengar auman serigala memanggil bulan untuk datang kepadanya. “Ini benar-benar mirip seperti dongeng yang pernahku baca. Aku jadi benar-benar merasa penasaran sekarang” ucap Korian yang merupakan salah satu anggota termuda di kelompok ini. Bahkan cenderung lebih terlihat seperti bocah jika seseorang pertama kali melihatnya dan tak mengenal siapa dia. “Cukup omong kosongmu anak. Kita tidak sedang bermain-main sekarang. Dan lupakan soal buku dongengmu itu, karena mungkin kau akan tertidur sekarang” sahut Xanes kepada Korian. Dia pun langsung memasang muka muram dan tidak senang, kata-kata Xanes benar-benar merusak moodnya hari ini. Max kemudian berjalan ke pinggir, ada sebuah pintu kecil disana, yang hanya muat di isi satu orang. Walaupun jendela mansion dan gerbangnya terlihat sepi, mungkin Max benar-benar berhati-hati saat ini. Dia tidak ingin bertindak bodoh apalagi hanya untuk misi terakhir yang akan ia lakukan. Dia pun membuka pintu itu, ada bau anyir yang sangat tidak enak untuk dihirup di ruang itu. Namun ruangannya yang gelap membuat Monet tidak bisa melihat dengan jelas. Dia pun mengangkat sebuah obor dan memantiknya dengan api agar bisa melihat dengan jelas, Tapi sesaat Monet berhasil menyalakannya, Max langsung saja membuang obor milik Monet ke tanah dan langsung memadamkannya. Monet tak paham kenapa Max melakukan hal itu kepadanya, “Hei, apa yang kau lakukan”. “Kau tidak tahu apa-apa. Api itu akan mengundang para vampir di bawah. Jika mereka tahu keberadaan kita, kalian semua akan dilumat habis-habisan tanpa bisa bertahan” setelah sekian lama, Max akhirnya bersuara. Sebagai gantinya, Max pun menyalakan sebuah cahaya di ujung jarinya. Dia membeli sebuah peralatan dengan glow stone di dalamnya sehingga bisa menerangi apapun yang ia mau dengan mudah. Mereka semua melihat dengan jelas di ruangan bawah itu. Banyak sekali barel-barel dan juga kotak kayu tersebar sangat luas di kotak itu. Ada salah satu kotak yang terbuka di sana, dan mereka bisa melihat kalau itu adalah anggur yang belum matang. Di fermentasi sampai waktu yang di tentukan. Tapi mereka merasa ada yang aneh dengan anggur itu, anggur yang terkenal wangi malah berbau anyir dan tidak enak. “Itu bukanlah anggur, melainkan darah yang difermentasi” sahut Max kepada yang lainnya. Mereka semua pun mundur dari barel itu, merasa jijik dengan apa yang mereka lihat. Monet yang sempat menyelupkan jarinya ke dalam barel langsung saja mengusapnya dengan sangat keras sampai bau dan juga cairan itu hilang dari telunjuknya. “Hei siapa di sana” teriak seseorang yang turun dari tangga. Max pun langsung saja menyuruh semua orang untuk bersembunyi. Dia juga mematikan lampu glow stonenya agar tidak ketahuan. Max bisa mencium bau itu, bau seorang vampir. Ada sebuah aroma khusus yaitu aroma darah yang selalu menempel baik di baju ataupun kulit vampir. Dan Max tidak akan tidak bisa melupakannya. “Heh... hanya satu vampir. Aku bisa mengalahkannya dengan mudah!” dengan jumawa, Sang penyihir Jianetta memberikan sebuah sihir angin kepada vampir itu. “Flying dust” sebuah tornado sihir angin berhasil dia lontarkan ke dalam membuat vampir itu terjatuh dan menumpahkan banyak sekali tong anggur darah. Xanes dan juga Monet merasa ada kesempatan langsung saja mencoba untuk maju dan menyerang Vampir itu yang telah jatuh terlumpuh, “Rasakan ini!!” Tapi dengan mudahnya, Vampir itu bangun lagi. Dia menahan pedang milik monet dan juga sabit milik Xanes. Dia menarik kedua senjata mereka dengan kedua tangannya berubah menjadi miliknya. Tanpa basa-basi, vampir itu kemudian menebas dua mercenaries itu dengan senjata mereka sendiri. Melukai mereka sampai darah terkucur di bagian perut mereka dan berteriak kesakitan Melihat rekan-rekannya yang terluka. Jianetta melakukan improvisasi dengan memerangkap vampir itu ke dalam ruang kedap udara. Melayangkannya sampai membuatnya tak bisa bernafas. Bak seperti ikan yang terjebak di luar kolam, Vampir itu benar-benar tak bisa bergerak dan bernafas sambil bergelantungan di atas. Tapi tiba-tiba dengan mudahnya, Vampir itu melibaskan sebuah sihir membatalkan sihir yang dikeluarkan oleh Jianetta. Dengan kecepatan super cepat, Vampir itu menyasarkan serangannya ke arah Jianetta. Dia menggigit leher penyihir itu. Dan kemudian, menarik kepalanya sampai copot dengan darah terurai seperti air mancur. Belum bisa mengalahkan Sang Vampir utama, Jianetta sudah harus pergi meninggalkan semuanya sendiri. “Tidak lagi... tidak lagi... tidak lagi!!” Gumam Max sambil bersembunyi melihat rekannya mati lagi di misi terakhirnya”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN