Mungkin banyak orang di Kerajaan Merleth ataupun Guild Iron Hammer sendiri bingung kenapa Max bisa menyelesaikan misinya untuk membasmi para Vampir itu sendirian. Max tidak pernah mengatakan hal yang sesungguhnya kepada mereka ataupun orang-orang yang bertanya tentang hal itu. Karena, Max sendiri tak tahu jawaban pastinya.
Max mempunyai senjata pamungkas untuk membasmi para Vampir itu. senjata itu adalah peluru Napalm yang dia tembakkan barusan untuk membumi hanguskan para Vampir. Peluru itu mempunyai daya ledak baik fisik maupun magis yang sangat besar mampu untuk melelehkan sekaligus menghancurkan apa pun di dekatnya dengan waktu yang cukup singkat. Orang-orang yang berada di dekatnya tidak akan mampu menghindar ataupun bertahan terkena serangan peluru Napalm itu.
Anehnya, Max tidak terpengaruh oleh serangan itu sama sekali. Dia benar-benar kebal terhadap ledakan itu. Membuatnya berpikir dan juga bingung kenapa hal tersebut bisa terjadi terhadap dirinya. Bahkan rekan-rekan Max yang dulu gugur saat melakukan misi bersamanya juga terkena efek dari ledakan peluru itu. Ada sesuatu di dalam diri Max yang membuatnya sebagai orang dan makhluk yang spesial.
Tidak hanya itu, Max memiliki kemampuan regenerasi di atas rata-rata manusia biasa namun di bawah kemampuan regenerasi Vampir biasa. Dia berusaha untuk menyembunyikan kemampuannya itu kepada orang-orang di sekitarnya karena ia takut kalau itu akan membuatnya sebagai target ujicoba oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dia tidak ingin nyawa dan dirinya sendiri semakin menjadi berbahaya karena menambah musuh yang tidak karuan. Tujuan hidup dari Max adalah dengan membunuh Vampir itu saja, sudah cukup.
Namun melihat tubuh mereka tergeletak di tanah dengan kusam dan gosong karena ledakan yang disebabkan oleh Max tadi membuatnya menjadi bertanya-tanya. Dia sudah melakukan ini semua, hingga mengorbankan nyawa manusia yang tak bersalah. Lalu apa lagi yang harus dia lakukan? Tujuan hidupnya sudah berakhir. Semua Vampir yang tersisa sudah binasa, tidak ada lagi Vampir yang akan diburu oleh Max. Dia berandai-andai apa yang akan ia lakukan setelah semua ini selesai.
Max kemudian berjalan menuju mayat Xanes dan juga Korian. Entah kenapa secara tiba-tiba dan tidak sengaja, air matanya menetes melihat keadaan sosok yang baru dia kenal tersebut. Sudah sekian lama sejak terakhir kali Max menangis melihat kedua orang tuanya meninggal, Max menangis lagi sekarang. Namun dengan tatapan yang sangat menyedihkan dan mengharukan. Dia mulai berpikir, apa mungkin yang dia lakukan selama ini merupakan suatu yang benar? Mengorbankan nyawa seseorang dan juga membunuh para vampir itu berdasarkan egonya?
Setelah dia melihat para Vampir itu tergeletak di tanah dan sebagian besar tubuh mereka hancur berantakan. Tidak ada perasaan lega muncul dari dalam hati Max. Perasaan dengki dan juga amarah itu tetap masih ada dan juga menumpuk dalam hatinya. Dia tidak tahu apakah perasaan itu akan bisa hilang sendirinya seiring berjalannya waktu. Namun dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini juga.
Tiba-tiba suara langkah kaki dari ujung ruangan terdengar oleh Max. Dia tidak mengira masih ada Vampir berada di sana. Max kemudian bersembunyi mencoba untuk menghilangkan keberadaannya dari orang yang akan datang tersebut.
“Ayah... Semua makanan sudah siap. Apakah aku boleh menjamu para tamu kita hari ini?” Max benar-benar kaget. Ternyata sosok yang datang dari pintu itu adalah seorang bocah vampir remaja yang membawa sebuah talenan dan juga penutup piring bersamanya. Dia memakai sebuah celemek menandakan kalau dia sudah memasak sesuatu tadinya. Bocah Vampir itu terdiam dan benar-benar syok melihat kondisi di dalam ruangan ini. Piring yang dia bawa tak sengaja ia jatuhkan ke lantai menghamburkan semua isinya. Makanan terbuat dari roti dan juga daging yang tampak hangat.
“AYAH!!! KAKAK!!! SEMUANYAA!!! KENAPA KALIAN MATI!!!” Bocah Vampir itu meraung-raung dan berteriak dengan sangat keras. Max masih bersembunyi di sana sambil memegang senapannya mencoba menekan pelatuk. Namun ia masih mengamati gerak-gerik dari bocah vampir itu. Dia terlihat benar-benar sedih karena melihat tubuh ayahnya yang sudah terburai-burai dengan daging berceceran di lantai dan juga usus melingkar di sebuah tiang dekat ruangan itu.
Max teringat akan sesuatu saat melihat bocah itu. Dia melihat dirinya sendiri di masa lalu saat berada di dalam kondisi yang sama dengan bocah itu. Melihat semua orang yang dia sayang dan pedulikan mati secara mendadak tanpa seorang pun menjelaskan apa yang terjadi. Max menurunkan senapannya, berusaha untuk menunggu lebih lama agar bisa cepat membinasakan bocah vampir yang sedang berkabung itu untuk meratapi nasibnya yang sangat malang.
“Ayah! Cepat bangun! Kita Vampir adalah makhluk yang abadi bukan! Mana mungkin kau bisa mati dengan semudah ini! Ayo cepat bangun ayah! Rencana kita untuk membuat Merleth menjadi kerajaan yang lebih bagus belum selesai! Masih banyak tujuan kita yang menggantung menunggu untuk dieksekusi!” dengung bocah itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya. Selama ini Max tak tahu, kalau para Vampir itu bisa bersedih, berkabung, dan merasa kehilangan. Di kepalanya, mereka hanyalah monster yang tak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali. Namun setelah mendengar bocah itu, dia tak tahu lagi apa tujuan di dalam hidupnya benar-benar tepat untuk dilakukan.
Hingga akhirnya, Max tak sengaja menjatuhkan salah satu selongsong peluru dari kantong senapan miliknya. Membuatnya terjatuh ke tanah dan juga berdenting sangat keras yang membuat Max yakin kalau bocah itu mendengarnya. Max dengan sangat panik langsung saja mengambil kembali peluru itu dan memasukkannya ke dalam kantongnya. Dia tidak ingin keberadaannya di ketahui oleh bocah Vampir itu.
“Siapa Kau!” dengan tatapan bengis dan penuh kebencian, bocah vampir itu tiba-tiba datang ke hadapan Max secara tiba-tiba tanpa adanya aba-aba ataupun persiapan sama sekali. Cakar dan taringnya sudah dia siapkan berusaha untuk membunuh dan menyerang Max saat itu juga. Namun sebelum Max menjawab sergapan dari bocah itu, dia malah langsung saja menerjang Max dengan cakar dan taringnya.
Benar-benar luar biasa, pilar yang dibuat Max untuk bersembunyi bisa langsung hancur berkeping-keping karena serangan cakaran itu. Untungnya, Max memiliki waktu untuk menghindar dari serangan mematikan itu. Tidak hanya menghindar dari serangan bocah itu, Max juga menghindar dari reruntuhan pilar yang ada di belakangnya. Akan sangat berbahaya bagi Max bila dia terkena reruntuhan dari pilar itu.
“Jadi kau orang yang telah membunuh kaumku hah! DASAR b******n!!!” Bocah itu menggunakan mode Beastnya untuk melawan Max. Dia bergerak dengan sangat cepat sambil menggores sedikit sejumput darah yang ada di tangannya. Dia mencoba menggunakan sihir darahnya agar memperpanjang jangkauan serangannya untuk bisa membunuh Max dengan mudah. Sihir darah itu akan sangat berguna dalam kondisi seperti ini nantinya dalam pertarungan jangka panjang karena itu bisa dibuat untuk menggantikan lengan dan juga tangan seorang Vampir.
Max terus saja berguling berusaha menghindar setiap serangan dari bocah itu. Namun dia belum mencoba untuk membalas serangannya. Max sadar kalau bocah itu masih belum terlalu mahir untuk menggunakan sihir darahnya terlihat dari aliran dan juga cipratan darah terlihat sangat kasar dan juga berantakan berbeda daripada sihir-sihir darah yang digunakan oleh Vampir lainnya. Jika memang begitu, Max percaya diri bisa mengalahkan bocah Vampir ini dengan mudah tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga.
“KENAPA KAU MENGHINDAR TERUS? APAKAH KAU TAKUT TERKENA SERANGANKU INI HAH!” Sergah bocah Vampir itu ke arah Max. Dia sudah muak karena setiap serangannya dengan mudah dihindari oleh Max dan dianggap seperti serangan yang tidak memiliki arti serius. Max sendiri berusaha untuk mengamati dengan seksama kemampuan dari bocah Vampir ini. Meskipun kemampuan sihirnya masih lemah dan juga tidak memiliki keterampilan yang banyak, dia tidak boleh meremehkannya.
“Namaku Alinzar Decipio! Keturunan terakhir keluarga Decipion, dan kau akan membayar apa yang telah kau lakukan kepada kaumku!” Teriak Bocah Vampir itu sambil meloncat dengan sangat tinggi dari lantai. Dia merentangkan lebar-lebar sihir darahnya dan mencoba untuk membuat sebuah tali darah yang sangat panjang. Tali darah itu bisa melemahkan siapa pun yang menyentuhnya atau sekedar terkena sejumput lintasan darah itu. Akan sangat berbahaya bagi siapa pun bahkan Max sekalipun bila terkena serangan itu nantinya.
Alinzar menggoyang-goyangkan tali itu dari bawah ke atas sehingga merusak semua ruangan ini dengan sangat mudah. Tidak hanya itu, Alinzar juga berhasil membuat tali darah dengan jumlah yang sangat banyak sehingga dia menggerakkannya ke segala sisi, membuat Max terjebak dan tak bisa kabur dari serangan itu. Berlindung di balik benda atau pun sesuatu juga tidak berguna karena Max tetap akan terkena tali darah itu yang akan dengan mudah menghancurkan objek yang dibuat berlindung oleh Max. Tidak ada pilihan lain bagi Max sekarang selain berbalik dan menyerang Alinzar.
“Maafkan aku ayah, ibu. Namun tembakan peluru terakhir ini akan aku tujukan kepada kalian yang berada di surga. Selamat tinggal, Vampir terakhir.” Gumam Max kepada dirinya sendiri sambil membidik ke arah Alinzar yang berada di udara. Dengan sangat percaya dirinya, dia pun menembakkan peluru kristalnya yang memiliki ketahanan terhadap sihir darah sehingga dapat bergerak menembus tali mau itu.
Tapi ternyata, bidikan Max meleset dari target. Alinzar sudah tahu apa yang akan dilakukan Max bersama dengan senapannya, dia pun langsung saja mencambuk tangan Max yang memegang tangan itu sehingga senapannya terjatuh ke lantai tak bisa ia gunakan lagi untuk saat ini. Alinzar menyerang Max lagi dengan sebuah tusukan berasal dari beberapa tali darah miliknya. “Aku mendapatkanmu pemburu. Kau tidak akan bisa lolos lagi saat ini!”
Max diikat oleh tali darah milik Alinzar sekarang. Seluruh tubuhnya melepuh karena tali itu memiliki temperatur yang sangat tinggi bahkan menyentuhnya saja akan membuat seseorang merasakan sensasi terbakar yang amat sangat tinggi. Alinzar berjalan menuju ke arah Max, dia sendiri tidak menduga akan berhasil menangkap Max di dalam dekapannya sekarang ini. Memegang nasib seseorang yang telah membunuh orang tua dan kaumnya.
“Sekarang katakan padaku pemburu. Cara apa yang membuat kaumku bisa terwakilkan saat membunuhmu sekarang ini? Karena aku yakin, mati dengan cara instan adalah cara yang paling tidak mereka ingin atau lihat sekarang saat berada di surga.” Alinzar menusuk perut Max sekali lagi dengan tali darah miliknya. Membuat Max memuncratkan banyak sekali darah keluar dari mulutnya mengenai wajah Alinzar. Tak hanya itu, dia pun memoles seluruh kulit wajah Max sehingga pipinya melepuh dan juga gosong dengan sangat mengerikan saat ini. Max berteriak sekencang-kencangnya merasa sangat kesakitan.
“Surga? Huh? Aku tidak menyangka monster seperti kalian paham akan apa yang namanya surga. Apakah kau begitu yakin kalau orang tua dan juga kaummu akan meminum anggur dan juga dikelilingi bidadari alih-alih terbakar bersama iblis sekarang?” Dalam kondisi seperti itu, Max malah dengan entengnya berbicara seperti itu kepada Alinzar. Yang malah membuat amarah Alinzar semakin terbakar dan tidak sabar untuk cepat-cepat untuk membunuhnya saat ini.
“Dasar b******n!, kenapa tidak kau beritahukan kepadaku kondisi mereka saat ini seperti apa hah!” sebuah tali darah sedang bergerak sangat dengan cepat menyasar ke kepala Max. Dia hendak benar-benar membunuhnya kali ini.
Tapi ternyata Max tidak tinggal diam. Selama ini dia saat dia terjebak dalam tali darah milik Alinzar hanyalah sebuah permulaan untuk berbalik melawannya. Senapannya yang terjatuh di tanah menyimpan sebuah energi besar yang mampu untuk menjatuhkan Alinzar dalam sekali serangan. Mirip seperti sebuah peluru Napalm namun dengan intensitas dan juga radius yang lebih kecil. Max sengaja menembakkan peluru kristalnya tidak mengenai Alinzar agar bocah itu menyadari kalau dia sendiri sedang membuka celah untuk diserang.
Dan saat ini, Alinzar tidak sadar kalau dia sendiri ternyata berada di dalam perangkap yang telah dipasang oleh Max. Saat tali darah itu bergerak menuju ke leher Max berusaha untuk menebangnya, senapan itu malah menembakkan peluru gasing racunnya menyasar ke badan milik Alinzar sehingga dia dan semua sihir darahnya dibatalkan.
Max terbebas dari jeratan tali-tali darah itu. Dengan rasa kesakitan yang masih dia rasakan di sekujur tubuh, Max berusaha untuk mengambil senapannya kembali yang jatuh tergeletak di lantai. Dia ingin menggunakannya untuk menembakkan satu tembakan terakhir mengakhiri semua penderitaan dan juga kesengsaraan ini untuk sementara.
Sementara itu Alinzar sedang berjibaku tak berdaya berkelut-kelut di dalam lantai. Peluru Gasing beracun itu membuatnya tak bisa bergerak untuk sementara waktu sehingga Alinzar tidak bisa melakukan apa-apa untuk sekarang. Dia hanya bisa berteriak kesakitan dan tak berdaya untuk sekarang ini.
“Maaf nak, aku tahu ini memang bukan salahmu. Namun aku harus mengakhiri ini semua. Demi kebaikanmu sendiri juga. Jika kau tetap hidup, mungkin kau akan diburu pemburu lainnya bukan oleh diriku. Aku harus melakukan ini.” Max berdiri sambil menodongkan senapannya ke arah Alinzar yang sedang menggeliat di lantai.
“Apalagi yang kau tunggu! Cepat bunuh aku wahai pemburu yang tak berperasaan!” Teriak Alinzar kepada Max mencoba untuk mengakhiri ini semua.
Ujung jari Max berada dekat sekali dengan pelatuk senapannya. Dia akan berusaha untuk membunuh Sang Vampir terakhir itu. Max pun menembakkannya, namun tembakan terakhir itu meleset mengenai lantai tepat di dekat telinga kanan Alinzar.
“Maaf nak, aku berubah pikiran. Jika kau bisa berjalan, cepat pergi dari tempat ini secepatnya, sebelum aku mengubah pikiranku lagi.” Ungkap Max yang secara tiba-tiba mengubah pikirannya sendiri. Tak lama kemudian, Max terjatuh tak sadarkan diri karena menerima beban sakit dan juga penderitaan yang sangat berat barusan.