Meskipun memiliki kemampuan regenerasi di atas rata-rata manusia biasa, Max masih memiliki batasan tentang apa yang bisa dia lakukan saat membuka matanya, otak dan juga tubuhnya tidak sanggup untuk menanggung beban atas semua usaha dan juga kelelahan yang Max sedang tanggung saat ini. Dia benar-benar tak sadarkan diri dan tidak berusaha untuk cepat-cepat bangun atau semacamnya. Dia juga sadar bahwa semua misinya telah berakhir kali ini. Jika pun dia harus mati di tempat ini, dia akan menerima itu sebagai nasib yang harus ia tanggung.
Aroma teh hangat dan juga sebuah parfum membangunkan Max dari tidurnya. Dia membuka matanya dan melihat sebuah langit-langit atap yang benar-benar familiar dalam ingatannya. Itu adalah langit-langit gedung guild miliknya dan juga kamar yang sering dia gunakan sebagai menginap. Berbeda dari pada Mercenaries yang lain, Max tidak memiliki tempat tinggal untuknya pulang atau sekedar beristirahat. Dia selalu menggunakan ruangan dan juga Guild sebagai tempatnya untuk pulang dan beristirahat.
Dia menoleh ke kanan, melihat sosok Brooks dengan sangat perhatian membawakan teh untuknya. Tidak biasanya Brooks melakukan itu karena dia biasanya hanya membuatkan teh untuk dirinya sendiri. Max pun langsung saja terbangun dari kasurnya, melihat Brooks yang sedang menghampirinya. “Kerja bagus Max, kau sudah menumpas semua Vampir di kerajaan ini. Aku tak tahu, bagaimana kami semua harus berterima kasih kepadamu karena telah melakukan hal yang benar-benar susah seperti itu”.
Brooks memberikan secangkir tehnya kepada Max, namun Max menolak untuk meminumnya. Ia tidak suka dengan teh panas, apalagi meminumnya setelah ia terbangun dari tidur, “Berapa lama aku tak sadarkan diri?” tanya Max penasaran.
“Ah tidak lama kok. Cuman sekitar 3 hari.” Balas Brooks dengan entengnya.
“3 hari ya. Cukup singkat untuk rekorku yang sering tak sadarkan diri.” Max memiliki kebiasaan. Setelah dia pergi untuk melakukan misi membunuh Vampir. Dia akan langsung saja tak sadarkan diri dan terlelap tanpa bisa mengontrolnya. Hal ini terjadi berulang-ulang kali sampai-sampai Brooks dan semua anggota Guild Iron Hammer sudah paham dengan apa yang akan dilakukan oleh Max nantinya. Mereka akan bergantian bertugas untuk menyusul atau menyelamatkan Max yang tak sadarkan diri tersebut untuk dibawa kembali pulang ke dalam Guild. Tidak ada satu pun dari Max ataupun anggota Guild Iron Hammer paham dengan kondisi Max tersebut.
“Bagaimana kondisi TKP itu? Aku tahu kalau di sana pasti sangat berantakan, aku tidak mengerti situasi yang terjadi dengan detil.” Tanya Max kepada Brooks. Di misi terakhir kali ini, Max mempunyai andil yang sangat besar di dalam Iron Hammer. Karena itu akan membuat pamor dari Guildnya menjadi naik dan bergerak tinggi dengan besar karena salah satu anggota mereka berhasil melakukan misi paling berbahaya yang pernah dikeluarkan oleh Kerajaan Merleth. Sebagai penghormatan, Brooks dan beberapa anggota Guild Iron Hammer lah yang berusaha untuk menyusul dan menyelamatkan Max tak sadarkan diri.
“Ya benar, cukup berantakan. Darah menyebar dimana-mana sampai-sampai kayu mahoni yang berwarna coklat indah terlihat mengerikan. Andai saja jika kau bermain dengan bersih, aku pasti bisa menjual beberapa barang dari rumah itu untuk aku tawarkan ke para tengkulak. Tapi tak apa-apa, kerugian kecil itu tak sepadan dengan keuntungan besar yang berhasil kau raih Max,” Balas Brooks. Dia kemudian memegang bahu Max dan lanjut berkata, “Di hari aku menyelamatkanmu, aku tahu kalau kau adalah anak yang luar biasa Max. Aku benar-benar bangga kepadamu Max”.
“Kerugian kecil?” Ucap Max membalas kesal kepada Brooks. “Bagaimana dengan nasib Xanes, Jianetta, dan juga Korian? Apakah kau akan memberikan mereka harga yang sepadan dengan yang kau kirimkan kepada kami dan juga keluarga yang ditinggalkan!” Teriak Max dengan keras.
“Tidak Max, kau tahu bagaimana aturan berjalan di Guild kita. Keluarga mereka tidak akan mengetahui nasib mereka yang sesungguhnya. Keluarga mereka hanya tahu kalau mereka sedang melakukan perjalanan jauh dan tak mungkin kembali ke Merleth. Itu sudah menjadi aturan dari Guild kita Max!” Balas Brooks dengan rasa tidak enak yang amat sangat terlihat. Dia selaku ketua dari Guild Iron Hammer tidak bisa melakukan apa-apa soal aturan itu.
Berbeda dari Guild lainnya, Iron Hammer memiliki peraturan yang lumayan aneh tentang upeti dan juga royalti para anggotanya. Alih-alih memberikan semua harta dan pencapaian yang sudah anggota berikan kepada keluarganya saat mereka mati, Guild malah merampas semua harta dan juga pencapaian yang sudah mereka terima saat menerima mati sesaat setelah mereka mati. Baik pihak keluarga maupun orang-orang tersayang tidak diberikan sepeserpun tentang harta dan juga perolehan yang anggota keluarga mereka miliki. Peraturan ini sudah berlangsung semenjak Iron Hammer didirikan dan Brooks sendirilah yang telah membuat peraturan ini berlaku untuk semua anggota Guild Iron Hammer.
Brooks melakukan itu bukan tanpa alasan, karena tingkat kriminal orang-orang di Kerajaan Merleth cukup tinggi. Dan orang-orang yang akan menerima harta dari anggota keluarga mereka yang meninggal akan menjadi incaran para penjahat. Mereka akan dirampok dan juga tak berdaya apalagi karena satu-satunya orang yang bisa bertarung di dalam keluarga mereka telah meninggal. Namun sebagai gantinya, para anggota keluarga yang ditinggalkan itu memiliki akses dan juga pengamanan khusus yang diterima dari Guild Iron Hammer berbeda dari orang-orang pada umumnya.
“Omong kosong. Kau lah yang membuat peraturan itu sejak awal. Dan kau juga bisa mengerti betapa susahnya hidup di zaman seperti ini yang serba kekurangan. Apa yang kau lakukan itu tidak adil Brooks!” Umpat Max kepada Brooks. Sejujurnya, banyak sekali mercenaries yang sepaham dengan apa yang diresahkan oleh Max, karena banyak dari mereka tujuan awalnya hanyalah untuk mencari uang dan bertahan hidup. Tapi setelah mendengar tingkat kriminal keluarga yang ditinggalkan sangat tinggi, mereka tidak memiliki pilihan lain selain menerima kebijakan aneh itu. Banyak Mercenaries dari Guild Iron Hammer memilih untuk langsung menghambur-hamburkan uang mereka setelah mereka selesai menjalankan misi.
“Ya... tapi aku tidak peduli dengan itu Brooks. Aku sudah tidak memiliki keluarga seperti yang lain,” balas Max dengan menggumam kecil. Brooks nampak sangat iba dengan perkataan Max barusan, “Apa yang kau katakan Max? Aku, Kami semua dari Guild ini adalah keluargamu! Kami akan selalu ada untukmu!”
Bagi Max, sosok Brooks memang merupakan sosok yang benar-benar mendekati figur seorang ayah baginya. Sosok yang selalu ada dan juga dengan sabar membimbingnya. Tapi Max masih belum menerima kalau semua anggota di Guild ini adalah keluarganya. Saat pertama kali masuk ke dalam Guild ini, dia merasa kalau dia adalah orang asing yang tak memiliki tempat untuk sekedar bercanda ataupun berkumpul dengan siapa-siapa. Hanya ada dirinya sendiri dan dendamnya yang bergumul di dalam. Max tak tahu lagi harus bersandar kepada siapa, selain tentunya menurunkan egonya kepada sosok Brooks.
“Ya... aku tahu itu. Tapi sudah lupakan saja. Masa lalu ku sudah berakhir. Dan berhentinya misi ini, aku juga ingin berhenti bekerja menjadi seorang Mercenaries.” Ungkap Max dengan tiba-tiba belum diantisipasi oleh Brooks sebelumnya. Max tidak pernah berkata tentang rencananya yang ingin untuk keluar dari Guild ataupun semacamnya. Dia bahkan tidak pernah mendengar Max menyinggung soal topik keluar dari Guild. Mendengar itu untuk pertama kalinya membuat Brooks berpikir dengan keras.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah keluar dari Guild ini? Apa kau sudah memiliki rencana untuk ke depannya?” tanya Brooks kepada Max yang penasaran bila mana Max sudah memiliki sesuatu yang menantinya di masa depan. Karena setahu Brooks, seluruh hidupnya hanya untuk membunuh Vampir.
“Entahlah, tapi yang jelas aku sudah berniat untuk berhenti menjadi Mercenaries. Jika pun aku akan menjadi gelandangan yang tak bergelimang harta dan juga tidur di jalanan, aku akan menerima itu nantinya. Aku tak tahu masa depan apa yang akan aku raih dan gapai nantinya, aku hanya ingin melihatnya nanti.” Balas Max, dia pun langsung bergegas keluar dari kamar itu menuju pintu di hadapannya.
Namun Brooks menghalangi jalan Max yang hendak keluar. Dia langsung saja mencoba untuk bertanya kembali kepada Max tentang apa yang dia belum sampaikan kepadanya, “Kau tahu Max. Sulit untukku mengatakan ini, namun saat kami di sana, kami menemukan seorang bocah Vampir. Umurnya seumuran dengan saat aku pertama kali menemukanmu di desamu. Apakah kau mengetahui tentang perihal itu sebelumnya?”
Max teringat, dia mengampuni nyawa seorang Vampir sebelumnya. Hal ini tentu saja membuatnya ingat kalau misinya belum benar-benar berakhir. Dia teringat akan sesuatu yang membuatnya terus berada di dalam mimpi buruk. Dia terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Apakah keputusannya untuk mengampuni nyawa bocah vampir itu merupakan keputusan yang tepat? Karena jika tidak, kemungkinan besar bocah Vampir itu akan datang di dalam kehidupan Max dan akan menuntut balas dendam kepadanya. Sama seperti yang dia lakukan saat mengetahui semua keluarganya telah mati.
“Ya, aku tahu itu. Aku sendirilah yang mengampuni nyawanya. Aku merasa kalau dia benar-benar mirip seperti diriku yang dulu. Aku tak tahu apakah yang kulakukan itu merupakan hal yang benar atau tidak. Tapi jika saja suatu hari dia datang kepadaku dan ingin menuntut balas, aku mungkin akan menerima itu.” balas Max dengan kata-kata yang sangat kalem dan juga menenangkan. Brooks tak tahu kalau Max memiliki sisi seperti ini sebelumnya.
“Tidak, bukan begitu Max, masalahnya saat kami menemukan dia, kami berusaha untuk mengangkutnya dan juga menangkapnya. Namun Saat kami hendak melakukannya, dia sudah hilang entah kemana. Kami benar-benar khawatir kepada bocah vampir itu. Bisa saja dia mengamuk dan juga menyerang pemukiman umum saat ini tanpa kita sadari.” Ujar Brooks kepada Max.
“Baiklah Brooks, lalu poin apa yang ingin kau sampaikan kepadaku? Bukankah sudah jelas kalau aku sendirilah yang mengampuni nyawanya?” balas Max tak sabar.
Brooks merogoh-rogoh saku di celananya, dia seperti mencari sesuatu dan di dalam sakunya terdengar sebuah kertas dan juga koin bergemericik. Dia seperti hendak ingin memberikan sesuatu kepada Max nantinya, “Aku memiliki misi terakhir bagimu. Misi yang benar-benar terakhir. Setelah kau melakukan misi ini, kau bebas boleh melakukan apa pun yang kau mau. Aku berjanji aku tidak akan mengusikmu lagi namun kali ini-“
Sebelum Brooks menyelesaikan kata-katanya, Max langsung saja membuka pintu itu. Dia keluar meninggalkan Brooks sendirian di dalam kamarnya. Dia sudah muak mendengar berbagai macam misi yang sedang ditawarkan kepadanya. Max benar-benar sedang memantapkan hatinya untuk segera pensiun dini dari dunia Mercenaries. Langkah awal memang sangat sulit untuk dilakukan oleh Max, namun dia harus mencobanya kali ini.
“Surprissee!!!” Gelak sambut semua orang di dalam guild ini melihat kedatangan Max dari kamarnya. Di dinding, ada tulisan besar mengucapkan rasa syukur kepada Max setelah berhasil melakukan misi paling berbahaya ini. Semua orang memegang minuman bir mereka masing-masing, dan Max sadar kalau semua anggota dari Guild Iron Hammer sedang berada di ruangan besar sekarang. Mereka menyambut dan bersuka cita atas keberhasilan Max dalam menyelesaikan misi di hidupnya kali ini.
“Selamat Max karena kau sudah melakukan misi ini. Kami semua senang karena kau telah berhasil melewati semua itu dengan selamat.” Ucap seseorang pelayan Guild yang dikenal oleh semua orang di dalam bangunan ini. Perasaan Max benar-benar campur aduk, dia belum pernah mendapatkan sambutan sehangat dan semewah ini sebelumnya. Dia tidak tahu harus merespon atau berkata apa untuk membalas sambutan semua orang di dalam guild ini.
“Benar Max, saat kami tahu kalau kau bergabung di dalam Guild ini, kami tahu kalau kau akan berguna dan memiliki kekuatan yang sangat besar. Aku sangat bangga melihatmu bertumbuh kembang dan menjadi lebih kuat dari yang awalnya hanyalah seorang bocah ingusan!” Sambut seorang berserker yang Max kenal namun dia melupakan namanya. Max masih belum merespon apa-apa,
Hingga akhirnya salah satu anggota Guild mencoba untuk memeluk bahu Max dan mencekokinya dengan segelas minuman bir di kedua tangannya. Max belum pernah mencoba untuk minuman sama sekali seumur hidupnya, dia tidak tertarik sama sekali dengan aktivitas seperti itu, “Ayo Max, minum ini. Kau sudah cukup umur bukan? Seharusnya kau mencoba menikmati hidupmu sekali-sekali!”
Max mengambil gelas berisi bir itu. Namun dia langsung saja membuagnya ke lantai menumpahkannya. Reaksi semua orang sangat kaget dan tidak menyangka kalau Max akan merespon dengan muram dan juga sinis seperti itu. Gelak tawa dan juga sambutan semua orang berubah menjadi tatapan bingung dan canggung.
“Kalian tidak seharusnya melakukan ini. Salah satu dari kita telah mati hari ini. Dan juga aku telah membunuh sebuah keluarga. Kalian seharusnya malu terhadap diri kalian sekarang. Bergerak menjadi seorang pengecut dan juga mencoba untuk menormalisasikan hal keji yang kalian lakukan. Aku sudah muak dengan kalian semua.” Ungkap Max sambil pergi keluar dari Guild mendobrak pintu dengan sangat keras. Semua orang masih terdiam di sana. Mereka tak menyangka kalau Max akan bereaksi seperti itu.