Ini adalah hari pertama Max melakukan misi berburu Vampir. Setelah berbulan-bulan berlatih bersama dengan Brooks dan juga Mercenaries yang lain untuk melakukan bela diri atau sekedar latihan atletis, Brooks merasa kalau Maximillian sudah siap untuk pergi bersamanya.
Max sedari awal sudah berkata kalau dia hanya ingin pergi dan melakukan misi yang berkaitan dengan Vampir. Brooks tak bisa mengelak ataupun membohongi bocah tengil itu. Tatapan matanya yang penuh dengan kengerian dan rasa dendam membuat Brooks sendiri ketakutan.
Brooks memberikan Max sebuah pedang dan juga panah dengan beberapa anak panah di kantongnya. “Yakinkan aku jika kau bisa menggunakan benda-benda ini. Dan jika kau tidak berhasil, aku tidak akan memberikan senjata ini kepadamu.” Ucap Brooks belum memberikan senjata itu kepada Max.
Namun Max memicingkan matanya ke atas melihat sosok Brooks di sana yang seperti ingin mempermainkannya saat ini.
“Jika kau tidak menginginkanku untuk pergi bersamamu, maka biarkan saja aku tetap berada di sini. Aku akan membunuh para Vampir yang membunuh keluargaku itu tanpa seizinmu!” Bentak Max dengan rasa kesal yang meluap-luap.
Brooks yang merasa tak enak hati langsung saja menghampiri Max dan mencoba untuk menenangkannya. Brooks sampai lupa kalau Max masihlah seorang bocah sekarang. Dia pasti memiliki luka hati yang sangat berat apalagi keluarga dan seluruh warga di desanya diban-tai habis oleh para Vampir.
“Hei... hei. Dengarkan aku dulu Max. Kau sendiri berkata kalau sudah siap kan. Aku tentu saja tidak akan mengizinkanmu pergi membunuh para Vampir sendirian,” Brooks memberikan busur panah itu kepada Max di sana, dan juga beserta pedangnya.
“Kau telah meyakinkanku untuk pergi melakukan misi bersama-sama. Ini, bawalah bersamamu. Jangan sampai kau menghilangkannya.”
Max menoleh kembali ke arah Brooks, mukanya terlihat berbeda dengan sedikit berbunga-bunga karena menerima senjata itu. Brooks tak tahu apa didikannya kepada sang Bocah ini salah karena di umurnya seharusnya dia senang bermain bola atau pun menjadi seorang ksatria.
Namun dia sekarang malah senang harus memegang busur panah dan juga pedang sungguhan untuk membalaskan vampirnya. Brooks tetap harus menepati janjinya kepada bocah itu.
Sebelumnya, jauh-jauh hari sebelum hari ini tiba, Brooks tak memiliki niatan sama sekali untuk mengajak Max pergi melakukan misi ini bersamanya. Namun Max yang selalu berada di Guild tak sengaja menguping pembicaraan Brooks dengan salah satu Mercenaries yang lain.
Saat Brooks mengajak Max pertama kali tinggal bersamanya di dalam Guild. Brooks berjanji akan membantunya membalaskan dendam membunuh para Vampir yang telah membunuh keluarganya. Brooks tak pernah mengatakan itu sungguh-sungguh, itu hanyalah sekedar rayuan agar Max mau tinggal dan dirawat oleh Brooks alih-alih tinggal sendirian.
Setelah mendengar tentang misi Vampir itu, Max langsung saja datang dan mendobrak masuk ke dalam ruangan mengganggu pertemuannya dengan Mercenaries bawahannya, dia berteriak dengan lantang, “Aku ingin pergi bersamamu dan membunuh Vampir itu!”
Orang yang berada di dalam ruangan Brooks itu terdiam melihat bocah yang membuka pintu itu mengatakan kata-kata yang tak seharusnya diucapkan oleh bocah seumurannya. Refleks para mercenaries itu berkata bersamaan, “Ada apa dengan bocah ini?”
Brooks sadar kalau ia telah melakukan kesalahan, dia segera bangun dari kursinya dan menghampiri Max mencoba untuk menenangkannya. “Apa yang kau bicarakan Max, tentu saja kau tidak boleh melakukan misi itu. Akan ada waktunya saat kau dewasa nanti dan kau mungkin bisa melakukannya saat kau sudah kuat. Kumohon segera pergi dari ruangan ini karena kami akan melakukan pembicaraan yang penting!” Bujuk Brooks kepada Max. Namun Max kecil terlihat tidak memiliki niat untuk mendengarkan nasihat dari Brooks tersebut.
Alih-alih mendengarkan nasihat dari ayah angkatnya dan segera pergi dari ruangan, Max langsung saja berguling ke depan menghindar dari Brooks dan meraih sebuah botol kaca di sana. Max memecahkan botol kaca itu dan mengancam membunuh salah satu mercenaries di sana.
“Aku sudah bukan anak kecil lagi. Aku tidak akan pergi dari ruangan ini sebelum kau mengizinkanku untuk pergi ke misi itu!” Ucap Max sambil membawa salah satu Mercenaries berada dalam dekapannya yang dia ancam dengan pecahan botol yang tajam. Entah kenapa Mercenaries itu tidak kabur atau pun lari dari dekapan Max. Walaupun tubuhnya lebih besar dari Max, mercenaries itu kesulitan untuk kabur.
“Hei bocah. Besar juga nyalimu telah membuatku sebagai sanderamu. Tapi sepertinya kau salah orang. Aku adalah pemburu paling hebat di seantero Merleth, kau akan menyesal telah mengancamku seperti ini!” Sang Mercenaries yang berada di dalam dekapan Max tak kehabisan akal dan mencoba untuk membanting Max yang berada di depannya tepat ke depan.
Mercenaries itu pun menjatuhkan botol Max ke lantai dan membuatnya tidak bersenjata sekarang. Dia dibanting ke depan sehingga membuatnya tertimpa dan jatuh ke atas lantai oleh badannya sendiri.
Tapi ternyata Max berhasil kabur dari genggaman tangan Sang Mercenaries itu dan akhirnya menendang kemaluan Sang Mercenaries sampai membuatnya jatuh tak berdaya. Mercenaries itu lumpuh hanya dengan satu tendangan mematikan Max.
“Apakah kau sudah percaya kalau aku bisa melakukan misi itu sekarang. Sekarang berikan aku panduannya, karena aku akan pergi sendiri ke sana tanpa ada satu rekan pun yang akan menolongku selama misi itu berlangsung.”
Kejadian itu membuat Brooks mau tak mau berakhir menjadi seperti sekarang ini. Berada di sebuah hutan belantara di tengah malam bersama Max sendirian.
Para Mercenaries yang seharusnya menerima misi untuk melawan Vampir itu enggan untuk menerimanya lagi karena Max telah merusak perjanjian itu. Brooks tak punya pilihan lain selain melakukannya bersama dengan Max sekarang karena memang waktu itu para Mercenaries sedang sibuk-sibuknya.
“Jika kau memang bersikeras ingin melakukan ini Max. Kau harus mendengar semua perintah dariku tanpa terkecuali! Jangan sekali-sekali kau menyerang musuh tanpa perintah atau sepengetahuan dariku. Karena jika kau melakukannya, aku terpaksa akan membatalkan misi ini dan menarikmu mundur. Apa kau paham?” Pinta Brooks kepada Max yang membalasnya dengan mengangguk-angguk.
Max tak tahu dimana keberadaan Vampir itu sekarang. Karena dia masih belum bisa membaca isi dari papan misi yang dia inginkan dari Brooks sebelumnya. Dia hanya harus mengikuti instruksi dari Brooks sekarang. Mengikutinya dari belakang dan bersembunyi dari segala macam kemungkinan musuh yang akan menyerangnya dari berbagai arah.
Dengan sebuah palu raksasa yang ia pegang dengan kedua tangannya, tampak tak ada yang bisa mengalahkan Brooks saat memegang senjata andalan itu. Palu itu adalah palu yang sama saat dia gunakan untuk membunuh para Vampir di desa Max. Saat melakukan misi untuk membasmi monster ataupun apa pun, Brooks selalu menggunakan palu itu sebagai senjata andalannya.
Dan sepertinya dengan ukuran yang raksasa dan juga berat yang tidak manusiawi, rasa-rasanya hanya Brooks lah yang mampu menggunakan senjata sebesar itu. Tidak ada orang atau pun Mercenaries lain yang mampu melakukannya dengan lincah dan sangat menawan selain saat Brooks melakukannya. Senjata itu jugalah yang menjadi maskot dari Guild miliknya sekarang.
Max dan Brooks berada di tengah rawa-rawa sekarang. Kakinya tercelup dan membasahi dari bagian telapak sampai mata kaki. Suara hewan rawa-rawa terdengar sangat nyaring di sini mulai dari kodok, jangkrik, sampai dengan ular yang melata berkeliaran.
Tidak ada satu pun dari hewan-hewan itu berani mendekati Max ataupun Brooks yang sedang mengintai diam-diam. Bahkan hewan pun tahu apa yang harus mereka hampiri dan apa yang harus mereka hindari. Brooks terus melangkah sampai tiba-tiba dia diam tanpa memberikan pengarahan yang jelas kepada Max.
“Apa kau mencium bau itu Max?” tanya Brooks kepada bocah itu. Max tak paham bau apa yang Brooks maksud karena di rawa-rawa ini banyak sekali bau yang tercampur baur menjadi satu.
“Bau bunga Violet. Tak seharusnya bau bunga seperti itu berada di tempat seperti ini. Aku yakin bau ini pasti berasal dari vampir yang berada dekat di area ini. Karena aku mendengar kalau para Vampir memiliki penelitian dan pengetahuan untuk menggunakan bunga Violet sebagai pengawet darah korban mereka. Kita harus mencari asal muasal bau bunga itu Max! Beritahu aku jika kau menemukannya!”
Perintah pertama sudah Brooks berikan kepada Max. Namun Max bingung karena dia tidak mencium aroma yang Brooks sebutkan tadi. Max terus saja mengikuti Brooks yang berjalan menjongkok pelan-pelan dari belakang dan juga melihat ke sekeliling apa saja yang terjadi di sekitar mereka.
Sampai akhirnya mereka berdua mendengar sebuah suara keras seperti sebuah suara benda keras yang menubruk sesuatu. Brooks menahan Max agar tidak gegabah dan bergerak sendirinya. Dia meminta Max agar sabar menunggu waktu yang pas menyergap dan mencari tahu sesuatu apa itu yang baru saja berbunyi dengan nyaring.
Perlahan-lahan Max dan Brooks berjalan menjongkok dan akhirnya dia menemukan sebuah gerobak berisi dua buah barel tertutup dengan rapat jatuh ke dalam rawa-rawa. Ada dua orang berkulit pucat dan juga memakai pakaian rapi bersama mereka.
Brooks merasakan bau itu beraroma semakin kuat saat mendekat ke arah mereka. Dia pun semakin yakin kalau kedua orang yang ia saksikan sekarang ini adalah Vampir. “Jangan menyerang mereka sekarang Max. Kita tak tahu berapa jumlah mereka. Bisa saja mereka hanyalah umpan dan mereka kemari untuk memancing kita keluar”.
Meskipun Brooks berkata seperti itu, Max tentu saja tak bisa menahan gejolak di dalam tubuhnya melihat para Vampir itu berada tepat di depan matanya sekarang. Situasi berbeda sekarang, Max tak merasa kalau dirinya menjadi seorang mangsa, melainkan seekor predator yang siap memangsa para Vampir menyedihkan ini sekarang.
Max mengeluarkan pedangnya bersiap untuk menerkam para Vampir itu dan membunuhnya tanpa mendengarkan perintah Brooks kepadanya. “Maafkan aku Brooks, tapi aku sudah tidak tahan melihat wujud mereka sekarang. Kau tidak bisa menahanku sekarang. Aku akan berlari dan menerjang membunuh mereka berdua!”
Max berlari dengan sangat kencang dari semak-semak. Jarak mereka tidak terlalu jauh dengan kedua Vampir itu. Brooks tak memiliki jalan lain selain mendekat dan menghampiri Max yang berada di ujung tanduk dan sangat berbahaya. “Max tunggu, kau tidak bisa melakukannya sendirian!”
Kedua Vampir itu tentu saja bingung melihat seorang bocah dengan pedang berlari menghampiri mereka berdua. Mereka tidak sadar kalau apa yang ada di hadapan mereka adalah sebuah malapetaka bagi diri mereka sendiri.
Bahkan kedua vampir itu menanyakan apa yang Max perbuat di dalam rawa-rawa ini. Namun sebelum dia melakukannya, Max menikam leher salah satu Vampir itu membuatnya berdarah dan mati seketika tak berdaya dengan darah yang mengucur deras.
“Tidak... apa yang kau lakukan dengan rekanku. Siapa kau sebenarnya dasar bocah sia-lan!” Vampir satunya kaget sekaligus tak percaya melihat rekannya sendiri mati seketika oleh seorang bocah seperti itu.
Hingga akhirnya dia mengeluarkan sebuah darah dari pergelangan tangannya dan siap untuk balik menyerang Max saat itu juga. Max pun menjawab pertanyaan dari Vampir itu dan berkata, “Aku adalah mimpi burukmu. Camkan itu. Kau tidak akan bisa pernah lolos dariku!”
Darah yang dikeluarkan oleh Vampir barusan melayang dan memadat menjadi sebuah duri-duri kecil yang siap untuk menyerang Max secara bersamaan. Max tak pernah melihat teknik sihir semacam itu sebelumnya, Dia tertegun dan tercengang apalagi dia telah berkepala besar mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya tidak pantas untuk ia ucapkan. Vampir itu menembakkan duri-duri itu ke arah Max, sangat cepat bahkan Max pun tidak bisa menghindarinya.
Duri-duri itu mengenai tepat ke arah kepala Max.
Namun untuk sepersekian detik sebelum mala petaka itu terjadi, Brooks menahan serangan Sang Vampir itu dengan menggunakan palu raksasanya. Max terang saja merasa kalau nyawanya benar-benar terselamatkan untuk kedua kalinya oleh Brooks sekarang. “Sudah kubilang kalau kau seharusnya menuruti kata-kataku. Sekarang lihat kau sekarang, tak berdaya melawan Vampir itu sendirian bukan! Sekarang mundur dan larilah!” Pinta Brooks kepada Max di sana.
Merasa sangat ketakutan karena kematian berada di depan matanya saat itu, Max langsung saja kabur sambil membawa kedua busur panahnya. Dia tetap mencoba untuk menembakkan anak panah itu dengan bidikannya yang akurat tepat mengenai kepala dan juga leher sang Vampir.
Namun ternyata tembakan anak panah Max terlalu lemah sampai-sampai Sang Vampir bisa memegang anak panah itu dan menahannya dengan satu tangannya. Sang Vampir itu pun tersenyum girang melihat usaha Max yang mencoba untuk membunuhnya berakhir sia-sia sekarang. “Tidak ada yang bisa kau lakukan sekarang bocah tengik!”
Tapi di hadapan Vampir itu ada sosok Brooks membawa palu raksasanya. Brooks bergerak meluncur maju ke arah Vampir itu dan menggetok kepala Vampir itu menggepreknya dari atas sampai bawah hingga semua tulang dan dagingnya remuk hancur berantakan. Sang Vampir tidak mengira kalau kemampuan Brooks sekuat dan secepat itu sampai dia tak memiliki waktu untuk menghindarinya.
Sekarang kedua Vampir itu sudah mati di tangan Mercenaries dan bocah kecil itu. Brooks menatap ke arah Max dan berkata, “Apakah dendammu sudah tersalurkan dan kau puas melakukannya?”
Max mendekat ke arah mayat Vampir yang dia bunuh dengan pedangnya. Dia menyentuh darah Vampir itu di tangannya dan berkata, “Tidak, ini belum cukup. Aku akan membasmi semua Vampir di dunia ini!”..