Jauh di dalam hutan, ternyata para serigala itu tak berani menyusul Alinzar maupun Max keluar dari sana. Mereka hanya menatap Max dan juga Alinzar dengan tajam di sana seperti melihat mangsa mereka yang telah hilang. Alinzar tak mengerti mengapa mereka takut untuk pergi ke luar dari dalam hutan itu.
Tak menghiraukan para serigala, Alinzar pun mengangkat Max untuk berdiri dan berjalan dengan kedua kakinya sendiri. Luka akibat jatuhnya tidak parah sehingga dia masih bisa berjalan dengan normal. Max pun kemudian melihat keadaan ba-bi yang sedang dipegang oleh Alinzar sekarang. “Apakah dia masih hidup?” tanyanya.
“Sepertinya begitu. Namun aku rasa dia tidak akan hidup untuk waktu yang cukup lama,” balas Alinzar kepada Max. Dia ternyata sudah mengamati ba-bi itu saat dia membawanya. “Aku merasakan ada aura sihir yang aneh dalam gigitan ba-bi ini. Dan aku merasa kalau ini adalah ulah sebuah sihir. Aku yakin serigala-serigala tadi yang menyerang kita bukanlah serigala biasa. Pasti itu serigala jadi-jadian. Serigala tidak akan beraktivitas dalam waktu siang seperti ini. Pasti ada sesuatu yang lain di sana.
“Bagaimana kau bisa yakin akan hal itu? Apakah kau menjadi pengamat serigala sekarang?” lanjut Max meragukan apa yang baru saja Alinzar katakan. Setiap perkataan yang diucapkan oleh Alinzar memang terdengar seperti sesuatu yang meyakinkan. Tapi memang beberapa perkataannya merupakan sesuatu yang sangat benar dan mungkin hanya Alinzar yang tahu akan sesuatu itu.
“Di daerah sebelah selatan Merleth, tidak ada serigala dengan jenis seperti itu yang mengerubungi tempat ini. Bahkan hewan-hewan buas sangat jarang ditemukan di sini. Tapi entah kenapa kita menemukan serigala-serigala itu dengan segala kawanannya. Apalagi mereka membawa semua keluarga mereka bersatu di tempat ini. Akan sangat tidak mungkin bagi mereka bisa datang dengan tiba-tiba dengan jumlah yang sangat besar menyerang kita. Serigala itu sangatlah mustahil untuk berada di tempat ini dengan alami.” Jelas Alinzar kepada Max tentang hutan gelap itu.
Max kemudian mencoba untuk menyentuh luka yang diderita oleh Sang ba-bi tadi. Ternyata memang luka ini terlihat tidak normal bila dibandingkan dengan luka gigitan hewan atau pun benda biasa. Ada sesuatu yang aneh mengerubunginya. Namun karena Max tidak mempunyai daya energi sihir, dia sendiri tidak bisa merasakan apa sebenarnya hal aneh tersebut.
“Jadi bagaimana? Apakah kita harus membunuhnya sekarang juga? Atau kau mempunyai rencana lain?” tanya Max kepada Alinzar.
“Aku juga bingung harus melakukan apa dengan babi ini. Namun untuk menghindari ancaman yang lebih besar, memang lebih baik jika kita harus membunuhnya sekarang juga. Aku juga mulai tidak tega melihat babi ini tersiksa baik dari luar maupun dalam. Menghentikan penderitaannya adalah sesuatu yang sangat masuk akal untuk dilakukan sekarang.” Ucap Alinzar kepada Max.
Max kemudian menarik belati dari kantongnya. Dia mulai menebas lbi eher sang ba-bi dan menikamnya.
Ba-bi itu sudah meninggal sekarang. Dan terjadi sesuatu yang aneh secara tiba-tiba. Kulit dan juga daging dari babi itu terbakar dengan sendirinya dengan sangat cepat sampai-sampai Max tak bisa menahan hawa panasnya dan membuang babi itu begitu saja ke depan.
Ba-bi itu kemudian hangus dan terbakar menjadi abu tanpa adanya tanda-tanda kalau dia pernah hidup sebelumnya. Sangat aneh dan juga mencurigakan. Alinzar mulai menaruh curiga sekarang. Bukanlah penyebab ba-bi itu yang mati dan terlihat aneh, melainkan ba-bi itu sendiri sudah aneh.
Alinzar kemudian tiba-tiba jatuh ke tanah sambil memegang ulu hatinya. Dia mengerang seperti kesakitan dan memejamkan matanya beberapa saat untuk menahan rasa pedih yang ia rasakan. “Kenapa Al? Ada apa denganmu?” tanya Max dengan panik dan juga khawatir kepada bocah itu.
“Entahlah, aku merasa jantungku benar-benar sakit sekarang. Seperti ada sesuatu yang menusuknya bertubi-tubi dari dalam. Apakah itu mungkin karena pengaruh kita telah membunuh ba-bi itu tadi?” jawab Alinzar sambil menaruh curiga. Max tentu saja panik melihat bocah itu kesakitan dengan amat sangat dan tidak mempunyai pengetahuan apa-apa untuk mengobatinya. “Apa yang bisa kulakukan Max?”
“Tidak ada. Aku rasa aku perlu berbaring saja di tempat ini...” Alinzar tiba-tiba terjatuh ke atas tanah sebelum menyelesaikan ucapannya. Max tentu saja tak senang melihat Alinzar memiliki keadaan seperti itu. Dia melihat mansion di depannya dan berusaha bersikeras untuk membuatnya peri ke sana untuk menginap ataupun sekedar beristirahat untuk sejenak. “Bertahanlah sedikit Al! Ada sebuah rumah di sana. Dan mungkin kita bisa meminjam beberapa kasur milik mereka untuk kita gunakan beristirahat!”
“Aku tidak ingin merepotkan mereka. Apa kata mereka jika tamu yang mereka terima sekarang adalah seorang Vampir? Mungkin mereka akan langsung mengusir kita begitu tahu identitas kita yang sebenarnya.” Alinzar berusaha menolak sekuat tenaga ajakan dari Max. Namun Max tetap bersikeras mengajaknya.
Sampai-sampai Max dengan paksa menuntun tubuh Alinzar yang terbaring dengan lemas dan tidak bisa berjalan dengan normal lagi untuk melangkah sedikit saja ke Mansion di depannya itu. “Baiklah jika kau tak mau. Terpaksa aku harus menggunakan caraku sendiri sekarang kepadamu!”
Max menyeret Alinzar dengan kaki yang enggan melangkah sehingga membuat beban beratnya menjadi sedikit lebih ringan. Namun Max juga tak merasa kepayahan saat menuntun Alinzar dengan cara seperti ini.
Malahan Alinzar merasa kalau mungkin tindakan yang dilakukan oleh Max sekarang ini dapat membantunya untuk mencarikannya tempat berbaring yang lebih baik. Alinzar sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan jantungnya begitu sakit sekarang.
Sampai-sampai Alinzar tiba-tiba muntah darah dan mengeluarkannya tepat di pundak Max. Max terlihat tak terganggu dengan itu dan meneruskan jalannya sambil menenteng Alinzar di dekapannya. “Maaf Max,” ucap Alinzar meminta maaf. “Aku tidak masalah jika terkena darah. Itu adalah makananku sehari-hari”.
Hingga akhirnya sampailah Max di depan pintu gerbang Mansion itu. Gerbang itu terbuat dari besi dan juga berongga-rongga sehingga masih bisa dilihat halamannya dari luar. Di halaman itu ada sebuah air mancur dengan tanaman yang dihias sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah karya seni berupa gajah dengan belalainya yang panjang menghadap ke udara.
Max membaringkan Alinzar sejenak, lalu berteriak dan menggedor-gedor gerbang itu meminta pertolongan. “Siapa pun yang ada di sana. Tolong kami. Kami sedang berada dalam bahaya!”
Tidak ada yang menyauti panggilan Max. Hanya patung yang terbuat dari tanaman berbentuk gajah itu yang melihatnya tajam. Max pun menengok ke arah jendela tiap-tiap mansion.
Semuanya tertutup rapat oleh sebuah gorden sehingga mustahil untuk melihat isinya dari luar di posisi Max yang sekarang. Max kemudian bersender ke arah gerbang itu dan duduk untuk sejenak. Dia melihat ke arah Alinzar yang masih mengerang kesakitan tanpa tahu apa penyebabnya.
“Sudah kubilang. Ini akan sia-sia. Sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini atau mencari tempat lain. Mungkin mereka tidak ada di rumah sekarang.Aaa...!!” ucapan Alinzar di akhiri dengan erangan kesakitannya. Erangan itu semakin keras dan juga nyaring bila dibandingkan erangan sebelumnya.
Mungkin memang Alinzar berada dalam kondisi di mana kesakitannya sudah tidak dapat ditahan atau dibendung sekarang. Max pun mencoba untuk menahan Alinzar yang begitu kesakitan sekarang.
“Jangan banyak berbicara! Semakin banyak berbicara maka rasa sakitmu itu mungkin akan semakin bertambah dengan cepat. Sebaiknya kau mengikuti apa kata ucapanku orang yang masih sehat dan berada di dekatmu ini. Hanya mansion ini satu-satunya tempat yang bisa membuat kita aman. Apa kau mau berbaring di atas tanah dan dimakan oleh serigala-serigala itu. Dengarkan aku saja!” Balas Max kepada Alinzar. Max sudah tak tega melihat Alinzar yang semakin lama merasakan kesakitan yang semakin dalam. Ingin rasanya bagi dia mengobatinya namun tak tahu bagaimana caranya.
Dan dari dalam Mansion, Max bisa mendengar suara pintu yang terbuka. Max pun berbalik dan melihat banyak orang keluar dari pintu bersamaan menggunakan baju yang rapi. Ada 5 orang lebih tepatnya dan masing-masing dari mereka sepertinya memang ingin untuk membukakan pintu kepada Max dan juga Alinzar yang duduk dan terbaring di sana. “Tunggu kami sebentar Tuan. Kami akan menyelamatkan rekan Anda!”
Salah satu pria dengan kumis tebal itu membukakan pintu gerbang Mansion itu. Dan selanjutnya bersama dengan orang berkumis tebal dan memakai pakaian yang berwarna merah terang langsung mengangkat Alinzar ke dalam Mansion itu. “Hei... hei... Mau dimana aku!” Alinzar tentu saja bingung karena dia tiba-tiba diangkat oleh dua pria di sekelilingnya. Tapi kemudian kedua pria itu tidak menghiraukan apa yang Alinzar katakan. Ia terus saja mengangkat Alinzar untuk masuk ke dalam Mansion mereka.
Max tentu saja ikut panik. Alinzar tiba-tiba dibawa masuk begitu saja tanpa persetujuannya. Max mengambil belatinya, dan menarik salah satu wanita dari tiga wanita di depannya. Dia menaruh pisau itu tepat di leher sang Wanita dan mengancam untuk membu-nuhnya. “Apa yang kalian lakukan, Siapa kalian, cepat lepaskan orang itu!” Ancam Max kepada orang-orang itu.
Mereka tentu saja panik. Tiba-tiba salah satu dari mereka menjadi sandera Max. Kedua pria yang membawa Alinzar berhenti berjalan dan menoleh ke arah Max untuk melihat apa yang akan hendak di lakukannya. Namun akhirnya salah satu wanita dengan muka paling tua di mansion itu bergerak perlahan-lahan mencoba menenangkan Max yang bertindak sembrono seperti itu.
“Kami adalah keluarga Conro. Kami sudah tinggal di sini selama puluhan generasi. Kami tahu kalau hutan yang baru saja kalian lewati adalah hutan yang terkutuk dan berbahaya. Hutan itu selalu memakan korban setelah seseorang lewat dari sana. Sudah menjadi tugas bagi kami untuk menyelamatkan kalian dari sihir kutukan yang ada di hutan itu.” Ucap wanita dewasa itu.
Max masih tak percaya dengan ucapan wanita itu. Dia masih menaruh belati tepat di leher wanita yang dia genggam dan dekap dari belakang sekarang. “Aku tak percaya dengan kalian. Hutan apa itu sebenarnya! Dan mengapa kalian bisa tinggal di sini bila kalian tahu apa yang terjadi di dalam hutan itu yang kalian bilang sangat berbahaya!” Sang Wanita dewasa itu kemudian menghampiri Max perlahan-lahan. Namun itu tidak membuat Max merasa senang.
“Jangan melangkah lebih jauh. Atau aku akan membunuh wanita ini”.
Namun ternyata wanita itu tidak merasa ketakutan saat berada di dalam dekapan Max. Dia malah membalas ucapan Max dengan berkata, “Aku tidak yakin kau akan berani membunuhku pemburu. “Aku sudah melihat masa lalu dan kejadian kelam yang kau alami akhir-akhir ini. Kau pasti tidak akan mau melakukannya. Ya bukan!”
Max malah merasa tertantang setelah wanita itu mencoba untuk menggodanya. “Tidak ada yang pernah tahu seberapa dalam belati ini akan masuk ke dalam lehermu. Dan jika kau berusaha untuk mengucapkan satu kata atau menghela nafas saja, mungkin belati ini akan menjadi penyebab hilangnya nyawamu.” Wanita itu terdiam. Tapi kemudian wanita yang lebih dewasa tadi kembali mencoba memenangkan Max yang begitu panik dan ketakutan sekarang.
“Baiklah pemburu. Perkenalkan, namaku Mathilda Conro. Kau bisa memanggilku Mathilda saja. Aku adalah kepala keluarga dari Mansion ini. Dan aku sangat mengerti kalau kau merasa ketakutan karena panik sekarang. Tapi percayalah, hanya kami yang bisa menolongmu dan juga rekanmu sekarang. Kami percaya kalau kau tidak akan melakukan sesuatu yang keji pemburu, apa kau percaya kepada kami?” tanya Mathilda dengan suara yang lembut dan keibuan. Max hanya diam tak menjawab pertanyaan itu dari Mathilda.
“Baiklah, sebelumnya biar kutanya. Siapa namamu wahai pemburu?” Tanya Mathilda kepada Max. “Max. Maximillian Vero. Aku adalah seorang pemburu dari Kerajaan Merleth. Kalian seharusnya tidak boleh macam-macam denganku setelah mendengar darimana aku berasal dan siapa aku sebenarnya!” Ucap Max dengan nada yang semakin tenang. Tapi kemudian dia melihat kembali kedua pria itu tetap membawa Alinzar masuk ke dalam Mansion saat dia fokus terhadap hal yang lain.
“Hei! Dimana kau akan membawanya!” Teriak Max dengan histeris dan panik. Mathilda itu pun menjawab, “Temanmu akan berada di tempat yang aman. Aku bisa yakinkan nyawaku kepadamu. Dia akan dirawat untuk dihilangkan kutukannya. Sementara itu, bisakah kau melepaskan belatimu dari leher putriku? Aku memohon agar kau melakukannya. Demi aku dan juga rekanmu tadi”.
Ucapan Mathilda berhasil membuat Max melepaskan putri wanita itu. Dia pun mendorong Gadis itu agar kembali bersama keluarganya. “Ini bukan berarti aku sudah percaya dengan kalian. Aku tidak ingin mengenal kalian, aku hanya ingin agar Alinzar bisa sembuh dari segala penyakit ataupun penderitaan yang dia rasakan sekarang ini!”
Mathilda memeluk putrinya yang sebelumnya berada di dekapan Max. Dia kemudian berkata sesuatu kepada Max, “Tentu saja Max. Namun selagi kau menunggu temanmu itu untuk sembuh. Maukah kau masuk ke dalam mansionku dan sekedar meminum teh bersama. Aku tidak sabar mendengar cerita tentang perjalanan yang telah kau lakukan sampai ke dalam tempat ini”.