Chapter 35 : Arah Melintang

2088 Kata
“Tapi sebelum itu, aku harus mencari senjataku. Mereka berada di suatu tempat di dekat sini. Aku tak bisa melakukan apa-apa tanpa senjataku.” Lanjut Max mengatakan kekhawatirannya. Max selalu bertarung menggunakan senjata-senjatanya. Saking bergantungnya Max menggunakan senjata itu, dia bahkan bisa kehilangan hampir 80% dari kekuatannya. Maka dari itu senjata Max adalah elemen paling penting dalam dirinya saat menjadi seorang Mercenaries. “Oke, Kalau memang begitu kita harus mencarinya. Dimana kita harus mengambilnya?” tanya Alinzar kepada Max. “Entahlah. Aku tak tahu dimana aku harus mencarinya. Mungkin senjata itu tertumpuk dan terkubur oleh pasir-pasir ini. Senjataku tidak memiliki perangkat yang membuatnya bisa diidentifikasi ataupun dilacak dengan mudah. Oleh sebab itu aku sangat kesulitan saat ini untuk mencarinya.” Jawab Max kepada Alinzar. “Max, mungkin kau harus merelakan senjatamu. Kita tidak mempunyai banyak waktu untuk mencari senjata-senjatamu di dalam gundukan pasir yang amat sangat luas ini. Mereka mungkin bisa berada di mana saja. Dan kau juga bilang jika senjatamu tidak memiliki pelacak untuk mengidentifikasinya. Aku rasa akan sangat sulit untuk mencari senjata-senjata itu sekarang ini.” Alinzar memberikan sebuah fakta yang mungkin akan sangat sulit bagi Max menerima ataupun menelannya sekarang. Mereka memang tidak memiliki waktu untuk dihabiskan mencari senjata-senjata itu. “Kau masih memiliki belati perakmu bukan? Aku rasa itu sudah cukup untuk membuatmu bersenjata saat ini. Lagipula kita mungkin tidak akan menemukan atau bertemu dengan musuh yang sangat berbahaya seperti para Gargoyle itu lagi. Mereka sudah musnah sekarang. Dan jika memang itu terjadi, aku akan berusaha untuk menjagamu dari serangan itu Max.” Ucap Alinzar dengan sukarela dan bersikap sangat peduli kepada Max. Namun harga diri seorang Mercenaries yang sangat tinggi tentu saja enggan untuk menerima bantuan itu secara mentah-mentah. “Mana mungkin aku menerima bantuan bocah vampir tengik sepertimu. Aku bisa melakukannya hanya bahkan dengan belati perak ini saja.” “Tapi Max, bukankah senjatamu itu dibuat oleh seseorang? Kau tidak menempanya seorang diri kan? Aku tahu senjatamu itu adalah senjata yang unik. Aku tidak pernah melihat seseorang memakai senjata seperti itu di sini. Jadi beritahu aku sesuatu, apakah seseorang yang membuat senjatamu ini adalah orang yang asing bukan asli berasal dari Merleth?” tanya Alinzar penasaran. Sosok Taurus memang menjadi misteri tersendiri bagi Max dan juga orang-orang di Merleth. Pertemuannya dengan Taurus saja merupakan pertemuan yang tidak pernah dia sangka-sangka. Sampai saat ini Max masih belum mengenal siapa Taurus sebenarnya. “Mungkin aku bisa meminta senjata itu kembali ke orang yang telah membuatnya sebelumnya. Jadi aku tidak perlu mengkhawatirkannya lagi sekarang. Lagi pula, senjata yang aku bawa itu beberapa bagiannya sudah rusak dan tidak bisa digunakan secara maksimal lagi. Jika aku memaksa mencarinya sekarang, mungkin senjata itu sudah tidak layak pakai karena terkena segala sesuatu yang sudah terjadi akhir-akhir ini. Jadi, lupakan saja soal permintaanku tadi Al.” Ucap Max membalas pertanyaan Alinzar “Kau tidak perlu tahu siapa dia. Yang kau perlu lakukan sekarang adalah mencari cara bagaimana cara mendapatkan senjataku kembali. Dan jika kau tidak memiliki ide untuk melakukan itu, sebaiknya kau diam saja.” Jawab Max dengan judes dan tampak tak memiliki empati sama sekali. Mereka pun berjalan di atas gundukan pasir itu dan sesekali menatap ke arah langit melihat garis itu menuntun ke mana mereka akan pergi ke tempat selanjutnya. Garis itu berada tepat di utara dan satu jalur dengan ibukota Kerajaan Merleth. Max merasa mungkin kalau garis itu akan mengantarnya kembali pulang. Hingga akhirnya cukup jauh mereka berjalan sampai gundukan pasir itu habis. Mereka melihat pohon yang menjulang tinggi, lebat, dan rindang di hadapan mereka. Saking lebatnya sampai situasi di dalam hutan itu tidak dapat dilihat karena sangat tertutup tak terkena oleh cahaya. Bahkan cahaya matahari yang terik saja tidak mampu menembus ke dalam hutan itu sekarang. “Aku merasa ada yang aneh dengan hutan ini, apa kau tidak merasa begitu Al?” tanya Max kepada bocah itu. “Aku tidak merasakan apa-apa. Ini adalah hutan Ngareth, memang hutan ini terkenal gelap meskipun cahaya matahari bersinar terang di atas. Hutan ini gelap karena memang setiap pohon pinus di dalam hutan ini memiliki kemampuan menyerap cahaya yang sangat ekstrim. Tapi memang hutan ini sudah seperti ini sejak dahulu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Tunggu, apakah kau takut akan kegelapan Max?” tanya Alinzar curiga. “Aku membunuh kaummu di malam hari, saat kaummu berada di kondisi primanya. Tidak ada yang kutakuti di dunia ini,” Balas Max menyombongkan dirinya sendiri. Tapi kemudian Max melanjutkan kecurigaannya tentang tempat itu. “Bukan sihir yang aku khawatirkan di tempat itu. Tapi sesuatu yang lain, Sesuatu yang tidak bisa aku sebutkan dengan jelas. Kau mungkin tak mengerti apa yang kumaksud, tapi sesuatu itu benar-benar terlihat jelas di sana. Apakah tidak ada jalan lain untuk menuju ke garis di mana tempat itu berada?” “Sayangnya tidak ada. Ini justru adalah satu-satunya jalan tercepat dan paling mudah untuk dilalui. Di samping kanan dan kiri hutan ini adalah gunung yang menjulang tinggi dan sangat sulit untuk didaki. Bahkan hewan terbang pun kesulitan untuk terbang di atasnya,” Jelas Alinzar kepada Max. “Aku paham dengan insting yang kau rasakan saat ini Max. Aku juga memilikinya. Namun aku yakin kalau itu adalah hewan liar yang tidak berbahaya. Aku rasa jika mereka tiba-tiba menyerang, kita masih bisa melawan mereka dengan mudah. Bukankah begitu?” “Ya baiklah, aku menurutimu. Yang jelas aku tidak akan membantumu jika kau malah merepotkanku.” Jawab Max setuju dengan ajakan Alinzar saat ini. Mereka pun akhinya berjalan melalui hutan Ngareth yang gelap itu. Muncul suara-suara aneh di samping kiri dan kanan mereka tanpa terlihat wujud ataupun sosok yang menghasilkan suara itu. Max dan Alinzar masih bisa melihat jalan di depan mereka meskipun itu membuat mereka sedikit kehilangan separuh penglihatannya. Namun di kaki dan juga tangan mereka terasa dengan sangat jelas daun dan juga pepohonan yang menyentuh kulit membuat mereka yakin kalau mereka benar-benar berada di sebuah hutan belantara. Max tidak tahu seberapa jauh mereka akan berjalan kaki melewati hutan ini. Tapi yang jelas dia yakin kalau ini tak akan memakan waktu yang lam. Instingnya mengatakan kalau hutan ini berbahaya namun bukan sesuatu yang patut ditakuti apalagi dihindari. Mereka masih bisa melewatinya dengan aman dan nyaman tanpa khawatir akan apa pun. “Alinzar, aku lupa menanyakan sesuatu kepadamu.” Celetuk Max mencoba memecah keheningan antara dua orang yang berjalan di tengah hutan itu. “Kenapa kau ikut bersamaku mengikuti garis itu? Aku mengira kalau hanya akulah yang mampu melakukannya? Apakah kau memang sudah tak memiliki tujuan hidup lagi untuk mengikutiku sampai kemari?” tanya Max kepada Alinzar. Dia sebenarnya hendak menanyakan itu, cuman dia selalu lupa untuk mengatakannya dan fokusnya teralihkan oleh sesuatu yang lain. “Entahlah, perkataanmu ada benarnya Max. Aku mungkin sudah tak memiliki tujuan untuk hidup lagi,” Alinzar terdiam dan menunduk setelah menjawab itu. Max pun kemudian menoleh ke arah bocah itu, khawatir apa mungkin dia akan baik-baik saja. “Aku merasa kalau segala sesuatu yang berhubungan denganku berakhir menjadi sebuah bencana. Kekasihku, keluargaku, Desa Frello, dan sekarang pohon kehidupan itu. Aku tak tahu apa aku sudah kehilangan tujuan hidup atau tidak. Dan aku juga tidak tahu apakah mengikutimu dalam melakukan perjalanan kali ini adalah sesuatu yang baik atau benar. Mungkin ayahku akan sangat marah berada di surga saat melihat anaknya bersekutu dengan pembunuh kaumnya sendiri”. Lanjut Alinzar mengungkapnya dengan penuh canda tawa. Max tak tahu harus merespon apa tentang perkataan itu. “Aku tidak yakin dengan bagian ayahmu sedang berada di surga sekarang, namun aku yakin kalau dia mungkin akan bangga kepadamu. Kau merupakan seorang ahli sihir darah yang hebat! Aku tidak yakin mereka orang-orangmu bisa mengalahkan Gargoyle raksasa itu sendirian. Aku bertanya seperti itu bukan berarti aku melarangmu untuk ikut denganku Al, aku hanya mencari tahu apakah mungkin kita memiliki nasib yang serupa dan mirip. Aku juga merasa segala sesuatu yang kusentuh berakhir menjadi bencana.” Jawab Max mencoba untuk membuat Alinzar merasa lebih baik. Tapi tiba-tiba kemudian Max merasa bingung. Kenapa dia tiba-tiba berkata seperti itu? karena perkataan seperti itu bukanlah tipikal ciri-ciri Max yang biasanya? Apakah mungkin mengobrol dan bercengkrama dengan Alinzar bisa membuatnya mengubah perilakunya? Tapi apa pun itu, meskipun dia telah berkata sesuatu yang baik, Max menyesal telah mengatakan itu. Mungkin jika dibalik, ayah Max sekarang di surga juga tidak akan senang melihat anaknya bergaul dengan seorang Vampir yang telah membunuhnya. Dia mungkin akan mengutuk Max karena telah melakukan hal yang bisa dikatakan sebagai aib seperti itu. Tapi yang jelas sekarang Max merasa sedikit berbeda dibandingkan dirinya yang dahulu, rasa dendam dan haus darahnya sedikit menghilang perlahan-lahan meskipun tidak hilang seutuhnya. Max merasa lebih baik. “Kau yakin berkata seperti itu Max? Karena beberapa saat yang lalu kau mengatakan kalau kau sangat benci jika harus disamakan dengan kaum atau orang-orang sepertiku. Bukannya aku tersanjung, namun ada sebuah ke tidak konsistenan dengan apa yang kau katakan sekarang dan tadi. Ada apa denganmu Max?” tanya Alinzar kepada pemburu itu. Max pun terdiam ikut bingung harus merespon apa dengan kata-kata itu. “Aku menarik kata-kataku. Kita adalah orang yang sangat berbeda. Akan sangat menjadi sebuah penghinaan bila aku menyamakan diriku denganmu.” Jawab Max. Alinzar pun tertawa mendengarnya meskipun berada di dalam kegelapan seperti sekarang ini. Tiba-tiba terdengar sebuah suara babi kesakitan dengan sangat keras sampai-sampai membuat Alinzar dan juga Max menoleh ke arah suara itu. Mereka tentu saja tidak bisa mengacuhkan kehebohan itu begitu saja karena terdengar sangat menakutkan. Secara refleks, Alinzar dan juga Max pun langsung berlari dan bergegas menuju ke arah suara babi kesakitan itu berasal. Mereka berdua menemukan babi itu tersungkur dengan luka gigitan yang sangat tajam mengoyak daging di dalam kulitnya. Tapi Sang Babi masih hidup hanya saja berada dalam kondisi kesakitan yang amat sangat pedih. “Kita harus segera membunuh ba-bi ini. Karena jika tidak mungkin dia akan selalu merasa tersiksa. Ambil belatimu Max!” Perintah Alinzar kepada Max. Namun Max tidak kunjung menarik belatinya. Dia terus melihat dan memperhatikan luka di kulit babi itu seperti merasakan sesuatu. “Ini bukanlah serangan dari hewan buas biasa Al, melainkan sesuatu yang lain. Dan aku takut ini mungkin adalah sesuatu yang berbahaya. Kita tidak seharusnya membunuhnya di sini, kita harus mencari tempat yang lebih aman untuk berlindung!” Balas Max menjelaskan apa yang ada di benaknya. Benar saja, tepat di samping dan belakang mereka ada sebuah suara yang sangat berisik dan mengganggu seperti suara hewan namun bergerak dengan kecepatan yang tidak normal sampai-sampai menyentuh dedaunan dan juga rumput di sana. Max maupun Alinzar tidak bisa melihat hewan atau makhluk apa itu karena di sekeliling mereka benar-benar gelap. Mereka takut jika makhluk itu akan tiba-tiba menyerangnya entah dari mana saat mereka tidak siap untuk menghindar. Tanpa berpikir terlalu lama, Max pun menggendong babi itu tepat di pelukannya dengan kedua tangannya dan berlari sekencang mungkin berusaha kabur dari hutan gelap ini. Alinzar mengikutinya dari belakang. Meskipun berlari dengan sangat kencang, Max tetap harus menjaga pijakannya agar tidak tersandung oleh sesuatu dan membuatnya terjatuh. Dia tidak tahu kapan akan bisa menyembuhkan dirinya sendiri apabila sudah berada di dalam kondisi seperti itu. Sementara Alinzar yang berada di belakang Max masih bisa merasakan keberadaan makhluk itu mencoba untuk mengejar mereka. “Bisakah kau bergerak lebih cepat Max! Makhluk ini terus mengejar kita semakin lama semakin cepat!” Teriak Alinzar kepada Max yang berada di depannya. Tapi kemudian Max membalasnya yang juga ikut berteriak. “Coba saja berlari sambil membawa seekor babi! Aku yakin bahkan tubuh Vampirmu yang rentan tidak akan mampu untuk berlari sekencang yang aku lakukan sekarang! Jadi berhentilah mengomel dan tuntun aku ke depan dan bersihkan jalan di sana!” Cukup lama mereka berlari sampai-sampai cahaya mulai terlihat di depan sana. Max mengira kalau mereka sudah menemukan jalan keluar dari dalam hutan ini. Namun Max terlalu terburu-buru dan tidak melihat sekitar sampai dia terjatuh tersandung sebuah akar pohon yang sangat keras. Ba-bi yang Max bawa juga ikut terjatuh bersamanya. Sedangkan Alinzar tentu saja langsung berhenti mencoba membantu Max dan juga ba-bi itu. “Apa yang kau lakukan Max!” Makhluk itu bergerak semakin dekat. Sampai-sampai dia akhirnya mengeluarkan muncungnya tepat di hadapan dua orang itu. Ternyata mereka adalah gerombolan serigala hitam yang berjumlah 12 ekor mengerubungi mereka. Namun mereka menjebak Max dan juga Alinzar sehingga tidak kabur dengan mudah. Tapi akhirnya Alinzar memiliki ide, Dia menyerang semua serigala itu dengan menggunakan duri darahnya dan mengusir kawanan itu. Usaha Alinzar tersebut berhasil. Alinzar tentu saja tidak ingin membuang-buang kesempatan ini. Dia menyeret Max dan juga babi itu yang terjatuh keluar dari dalam hutan. Ternyata cahaya itu menuntun mereka tepat di sebuah perumahan kecil di hadapannya. “Kita telah keluar Max!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN