Chapter 39 : Kamar Emerald

2030 Kata
Bentakan Max membuat dua bocah itu berhenti bertengkar dan mendebatkan tentang keputusan siapa yang paling benar. Sampai akhirnya Max sampai di sebuah pintu dengan ornamen yang berbeda dari pada pintu di ruangan biasanya. Bila kebanyakan pintu di rumah ini dihiasi dengan banyaknya ornamen yang rumit sekaligus mewah, namun pintu ini terlihat sangat sederhana dan juga polos. Bukan berarti Max tidak bersyukur dengan apa yang telah diberikan kepadanya, hanya saja dia merasa sedikit dibedakan bila dibandingkan dengan yang lainnya. Max pun memasuki kamar itu, dan menoleh balik ke arah dua bocah itu yang seperti ingin berbicara sesuatu kepadanya. “Semoga tidur nyenyak wahai pemburu. Kami berharap kau menikmati waktumu selagi berada di sini. Selamat tinggal” Ucap kedua bocah itu berbarengan. Max bingung karena beberapa waktu yang lalu mereka berdebat dan tidak memiliki simpati atau toleransi sama sekali bisa berbicara dengan kompak seperti sekarang. Namun Max tidak membalas ucapan mereka dan langsung saja menutup pintu itu dengan keras membuatnya sendirian di kamar itu sekarang ini. Masuk ke dalam kamar ini ternyata lebih luas daripada yang dia kira. Kasurnya merupakan kasur besar yang bisa dibuat tidur oleh 3 orang sekaligus berjejer di sana. Tepat di hadapan kasur itu ada sebuah cermin yang dibuat untuk merias diri ataupun untuk merenung. Kamar ini benar-benar lebih mirip seperti sebuah hotel bila dibandingkan dengan sebuah ruang untuk tamu. Max menghampiri cermin di hadapan kasur itu, dan melihat ada sebuah laci di sana. Max pun menarik laci itu, hanya iseng penasaran ada apa di dalamnya. Ternyata di sana ada sebuah surat seperti undangan pernikahan yang ada di Ibukota Kerajaan Merleth. Mereka menuliskan surat itu dengan bahasa yang santun dan mudah dimengerti bahkan seseorang seperti Max sekalipun yang tidak memiliki pendidikan tinggi mampu memahaminya. Tidak ada nama seseorang yang Max kenal dalam undangan itu. Dan sepertinya itu memang undangan dari orang biasa. Max bingung bagaimana undangan itu bisa berakhir di laci itu. Mungkin seseorang lupa untuk membersihkan atau merapikannya sehingga masih terjebak di sana. Max menatap ke dalam cermin, melihat dirinya sendiri yang terlihat sangat tampan di depan cermin. Namun Max sadar bajunya terlihat compang-camping sekarang. Bahkan ia yakin seseorang yang melihatnya dalam kondisi sekarang ini pasti mengira kalau dirinya adalah seorang penjahat ataupun gembel yang tak memiliki pekerjaan. Max beranjak dari cermin, menuju ke sebuah lemari di pinggirnya. Max membuka lemari itu, mencium aroma mahoni dan juga sebuah parfum yang sangat melegakan. Di sana banyak sekali jenis pakaian menggantung dan terlihat masih rapi untuk dipakai. Max bingung untuk siapa pakaian sebanyak ini dipakai, karena ia yakin orang-orang di rumah ini tidak mungkin memakai pakaian sebanyak itu. Max pun akhirnya memilih salah satu pakaian di lemari itu, sebuah jubah berwarna coklat. Max pun memakainya, dan terlihat cocok untuk ia pakai saat ia bercermin. Tiba-tiba dari luar pintu, ada suara yang mengetuk. Max memalingkan pandangannya ke pintu itu penasaran siapa yang ada di sana. “Halo Tuan Pemburu, bolehkah kami masuk?” Suara halus memanggil Max dari luar sana. Namun dia tidak yakin siapa mereka berdua. Terdengar seperti suara seorang gadis dengan nada lembut mereka. Max pun balik bertanya, “Siapa kalian?” “Kami adalah Angela dan Ankha, kami ingin memberikan sesuatu kepada Anda. Tolong buka kan pintu ini terlebih dahulu Tuan.” Mereka ternyata adalah anak gadis dari Mathilda. Max tak mengerti apa yang mereka maksud dengan membawakan sesuatu untuknya. Dia yakin kalau sesuatu itu adalah sesuatu yang penting. Max melepaskan bajunya kembali, meletakkannya kembali ke dalam lemari. Namun ternyata kedua gadis itu membuka pintu itu sendiri tanpa persetujuan oleh Max sebelumnya. “Tuan, kami akan ma-“ Kedua gadis itu masuk dan melihat Max yang sedang bertelanjang da-da sekarang. Memperlihatkan perut dan juga lengan yang penuh otot. Sebagai seorang pemburu Max memang harus melatih tubuhnya agar selalu dalam kondisi prima. Dan sepertinya Max tidak mengharapkan kedua gadis itu melihatnya dalam kondisi seperti sekarang ini. “Maaf Tuan, kami tidak bermaksud untuk tidak sopan. Maafkan kami karena membuka pintu ini tanpa persetujuan Anda”. Kedua gadis itu ternyata membawa sebuah nampan dan juga kudapan di tangan mereka. Mereka pun langsung menaruhnya ke meja agar Max bisa menyantapnya nanti. Kedua gadis itu terlihat sangat b*******h melihat tubuh Max yang sangat menawan. Mereka seperti tidak pernah melihat tubuh dari laki-laki yang sepantaran dengan mereka. Ankha mengisyaratkan gairahnya dengan menggigit jari dan berkedip beberapa kali dengan manja sedangkan Angela memainkan rambutnya yang panjang dan terurai. “Apa yang baru saja kau lakukan sampai tidak memakai pakaian wahai pemburu?” “Banyak sekali pakaian dalam lemari ini. Mengapa kalian menyimpannya dengan begitu banyaknya? Apa memang ini ditujukan untuk para tamu?” tanya Max mencoba memecah situasi canggung antara kedua gadis itu. Namun sebelum mereka menjawabnya, Ankha Sang gadis dengan rambut pendek seleher bergerak mundur ke arah pintu. Dia berusaha untuk menutup pintu kamar Max itu pelan-pelan dari dalam. “Sebaiknya kita menutup pintu ini sekarang. Aku takut jika kau malah sakit karena kemasukan angin jika kita membiarkannya terlalu lama.” “Baju itu memang ditujukan ke para tamu wahai pemburu. Kau bebas memilih dan juga memilikinya. Apa kau tertarik dengan salah satu baju di lemari itu? Karena kami merasa kalau salah satu bajunya sudah ketinggalan zaman dan usang. Bukan berarti kau tidak boleh memilikinya, justru kami akan sangat senang jika kau ingin memilikinya.” Ucap Angela kepada Max mencoba untuk meyakinkan Max. “Apa kau sudah menerima sesuatu yang sesuai dengan seleramu wahai pemburu?” “Ya. Aku tadi sedang memilih jubah berwarna coklat itu, sangat cocok saat aku pakai dan mirip dengan bajuku yang telah usang. Tapi entah kenapa aku merasa tidak enak jika memakainya tanpa seizin kalian. Jika kalian sudah berkata seperti itu, mungkin aku akan memakainya nanti.” Ucap Max kepada Angela dan Ankha. Dan tiba-tiba kedua gadis itu bergerak menuju Max, dengan tatapan yang mencurigakan Mereka bergerak memutar ke arah Max secara perlahan dan menatapnya dengan tatapan penuh intimidatif, “Kau tahu pemburu, aku merasa kalau kau lebih baik tidak memakai pakaian apa pun. Tubuh indahmu akan tertutup oleh pakaian usang tadi jika kau menggunakannya.” Angela mengusap da-da Max yang membidang sementara Ankha mengusap punggungnya dengan halus dan perlahan-lahan. “Kau tahu pemburu, kami merupakan dua orang yang sangat haus akan sesuatu. Dan kami jarang mendapatkannya. Oleh karena itu, bisakah kau menerima permintaan kami. Memang ini terlalu tiba-tiba, namun kami sangat menginginkannya. Bisakah kau mewujudkan itu kepada kami berdua saat ini?” Tanya Angela kepada Max yang tak tahu mengapa mereka berbuat seperti itu kepadanya saat ini. Tapi Max kemudian sadar. Saat mereka datang ke kamar Max sekarang, pakaian mereka sedikit berbeda dengan yang mereka kenakan saat makan di meja sebelumnya. Mereka mengenakan sebuah pakaian blouse panjang dengan area payu-dara yang sedikit terbuka daripada sebelumnya. Menyembulkan sebuah da-da yang bersembunyi di balik kain pakaian tipis tersebut. Angela dan Ankha terus saja mengusap tubuh Max, dan dia tahu kemana arah pembicaraan mereka berdua akan berhenti. “Maaf jika aku mengecewakan kalian, namun aku bukanlah pria seperti itu. Aku tidak memiliki hasrat kepada kalian, dan aku mungkin harus mengajak kalian pergi dari kamar ini.” Max memegang tangan dari kedua gadis itu yang terus mengusap tubuhnya semenjak tadi. Max membawa mereka beranjak menuju pintu di sana. Angela dan Ankha terlihat tidak senang dengan perlakuan Max yang barusan. “Apa kau yakin ingin menolak kami. Wahai pemburu?” ternyata ada alasan tersendiri mengapa dua gadis itu memakai setelan blouse yang tipis. Dengan tiba-tiba, mereka langsung saja membuka pakaian mereka menunjukkan kepada Max sebuah tubuh wanita yang sangat indah penuh dengan lekukan-lekukan yang membuat hawa nafsu setiap laki-laki pasti muncul. Genggaman tangan Max tiba-tiba melunak melihat itu. Kedua gadis itu kembali memegang tubuh Max. Mereka mendekat dan mengusapkan dua mangkok yang mereka punya ke arah tubuh Max baik depan maupun belakang, Memutarinya layaknya dia sebuah tiang yang siap untuk dibersihkan atau dirapikan. Tangan mereka turun dari yang semula berada di leher menuju titik vital milik Max. Mereka menyentuhnya, dan merasakan sebuah benda keras yang ada di sana ternyata siap untuk ditembakkan kepada seseorang. “Mungkin kau tidak bisa mengatakannya, namun benda ini berkata sebaliknya Tuan Pemburu. Mari ikut bersama kami”. Kedua gadis itu menarik Max ke ranjang di depannya. Membaringkan Max yang diam terpaku semenjak tadi. Dua gadis itu duduk di hadapan Max sekarang, memandangnya dengan penuh gairah dan hawa nafsu. Sementara itu Ankha mulai mengusap-usap wajah Max, dengan buah da-da yang dimilikinya. Sementara Angela sedari tadi memegang senjata Max, merasakan kalau semakin lama benda itu ternyata berubah semakin keras. Angela tahu kalau Max jauh di lubuk hatinya menginginkan ini. Angela mengayunkan senjata itu, ke atas dan bawah, dengan perlahan-lahan. Max tetap diam sambil merasakan rasa empuk yang dirasakan tepat di wajahnya sekarang. Dia tidak berusaha memberontak atau pun berkilah lagi. Serasa dia beanr-benar terjerembap dalam situasi ini. Lama-kelamaan, ayunan yang dilakukan oleh Angela dalam senjata Max semakin lama semakin kencang. Dan senjata itu juga semakin keras dengan sendirinya, “Apakah kau sudah merasakannya wahai pemburu? Kenikmatan yang berada di ujung tanduk kepala itu? Karena sepertinya, aku mulai merasakannya sekarang.” Max merasakan sesuatu akan muncul dari dalam senjatanya itu, tapi kemudian setelah Angela berhenti mengayunkannya, sesuatu itu juga berhenti bergerak. Ankha mulai turun dan berada tepat di selang-kangan Max sekarang tepat di sampingnya ada saudarinya Ankha. Mereka mulai menjilat dan melumat senjata milik Max itu sekarang. Angela mendapatkan bagian batangnya, sementara Ankha mendapatkan bagian telurnya. Setiap juluran lidah yang dilakukan dua bersaudari itu bisa Max rasakan. Terasa nikmat dalam setiap sentuhannya. Mereka pun memasukkan senjata itu kedalam mulut Angela dan Ankha, bergantian. Bahkan Angela dan Ankha sering kali bertukar ludah untuk menandakan kalau mereka saling menikmati proses itu saat ini. Setiap saraf yang ada di senjata milik Max benar-benar tersalurkan dengan sangat nikmat di otaknya. Ibarat seperti sebuah ledakan dopamin yang terus keluar tanpa henti dalam setiap saraf-saraf yang berfungsi di dalam otaknya. Bahkan beberapa saat Max mengerang kenikmatan walaupun dia hanya bisa mengatakannya dengan sangat lirih karena malu bila harus mengekspresikannya terhadap dua gadis itu. Angela selesai mengu-lum senjata milik Max. Dan mereka sekarang bergantian mencoba untuk memasukkan senjata itu masuk ke dalam tubuhnya. Untuk sekarang, giliran Angela yang mendapatkan giliran pertama. Bunga milik Angela terasa sangat rapat dan juga sempit saat Angela memasuki senjata milik Max tersebut. Semua dinding yang ada di dalam gua miliknya menyentuh dan merangsang dengan sangat nikmat di dalamnya. “Ini pertama kali bagiku Pemburu. Jadi mungkin aku akan melakukannya secara perlahan-lahan denganmu.” Angela memompa bunganya naik dan turun dengan perlahan-lahan. Max merasakan kenikmatan itu dengan sungguh-sungguh. Dia juga pertama kali merasakan ini, dan tidak pernah mengira kalau akan berakhir sangat menyenangkan seperti ini. Pompaan Angela sangat pelan dan halus bahkan membuat senjata milik Max bergetar dan berdegup kencang seperti sebuah jantung yang digunakan untuk beraktivitas yang sangat panjang dan melelahkan. Ankha tak ingin menganggur sementara adiknya itu melakukan sesuatu kepada Max. Dia menyentuh dan mengusap mulut Max yang tipis nan indah. Dia mendekatkan wajahnya yang putih dan manis ke arah Max saat itu. Kedua hidung mereka saling bertemu sekarang. Tak lama kemudian, Ankha bergerak perlahan-lahan, menemukan bibir Max dan juga Ankha untuk saling bertemu. Untuk pertama kalinya sebagai gerakan pembukaan, Ankha melumat bibir Max itu. Seperti dai memakan sebuah saus tiram yang sangat lezat. Ankha menjulurkan lidahnya, masuk ke dalam mulut Max. Lidah mereka bahkan saling bertemu dan membuat sebuah tarian yang indah dan nikmat. Bisa dirasakan oleh Max ataupun Ankha. Sementara itu di bagian lain, Angela bergerak dengan sangat cepat sekarang. Max bisa merasakan kalau sesuatu akan keluar dari dalam senjatanya. Max tak mengatakan apa-apa, mulutnya terkunci oleh lidah milik Ankha sekarang. Dia hanya mendengarkan raungan dan juga desa-han Angela yang semakin lama semakin keras. Semuanya terjadi dengan sangat bersamaan sampai membuat Max tidak tahu mana yang membuatnya fokus dan memikirkan sesuatu. Karena ini semua terjadi sangat nikmat. Hingga akhirnya, Max mengeluarkan sesuatu di dalam senjatanya. Membasahi bunga milik Angela dan juga senjatanya sendiri. Saat mengetahui itu, Angela buru-buru keluar dari senjata milik Max. Sementara Ankha buru-buru membuka mulutnya lebar-lebar. Merasakan sebuah cairan putih-putih masuk ke dalam lidah dan juga tenggorakannya membasahinya. Sebuah cairan yang sangat kental dan juga menyegarkan. Sumber dari segala kehidupan di dunia ini. “Sungguh sangat nikmat wahai pemburu. Kau memang sosok lelaki Jantan impianku yang tak pernah aku temui selama hidupku!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN