Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Tidak ada yang mengetahui umur seseorang di dalam dunia dan tempat ini jika mengetahui apa yang sedang terjadi dengan Max dan tempat sekitarnya sekarang. Orang-orang berlalu lalang mati dan meninggal begitu cepat bahkan tanpa mengucapkan kata-kata perpisahan kepada orang yang mereka tinggalkan. Hal ini entah beberapa kali Max rasakan kalau semuanya sedang berubah menuju kehancuran total yang sangat menakutkan.Dia merasakannya saat ini saat terakhir kali bertemu dengan pak tua itu. Dan saat ini saat melihat Mosko mati dengan kondisi yang hancur lebur berubah menjadi sebuah bubur kayu. Max merasa kalau memang mungkin takdir yang paling baik bisa ia terima adalah mati tua dengan beberapa ladang dan juga peternakan di sampingnya. Tidak seperti ini, mati dengan rasa penyesalan dan tujuan yang masih berada di ambang batas keinginan.
Max tak bisa menahan mukanya berempati kepada Larissa menangis tersedu melihat seseorang yang kemungkinan besar adalah mentornya saat menjadi ksatria harus mengalami nasib yang sangat buruk seperti sekarang. Max juga tak bisa melakukan apa-apa, jika dia berusaha untuk menenangkannya. Kemungkinan besar keadaan akan berubah menjadi lebuh buruk dan Max tak bisa untuk menghentikannya. Dia memilih untuk diam dan menghadapi ancaman yang akan datang selanjutnya.
Max menunggu Larissa untuk bangun dan menghentikan tangisannya yang benar-benar memecah keheningan. Dia sebenarnya ingin bertanya dari mana batu itu berasal, Max tidak melihat pelontar ataupun peralatan perang saat ia masuk ke dalam kastil ini. Dia juga tidak melihat adanya musuh dengan perangkat canggih membawa sebuah batu sangat besar mencoba untuk mendobrak kastil dari dalam. Ada begitu banyak pertanyaan dalam benak Max, namun rasa empatinya lebih memilih untuk tidak melakukan apa-apa saat ini dan memilih agar semuanya berjalan dengan semestinya.
Hingga akhirnya Larissa berhenti menangis. Ia menarik sebuah kalung yang terikat di leher Mosko masih tersisa di sana terjebak antara batu dan juga tembok itu. Kalung itu merupakan kalung yang memiliki bentuk sama seperti emblem yang ada di armor mereka yaitu sebuah matahari dengan 8 buah jarum atau tusukan. Larissa langsung saja memasukkan kalung itu ke dalam kantongnya dan bergegas pergi tanpa menoleh ke arah Max sekalipun. Max masih bisa mendengar sesenggukan suara dari hidung dan tenggorokannya mencoba sekeras tenaganya agar berhenti menangis. Max tahu hal seperti itu akan sangat sulit untuk dilakukan apalagi bila seorang gadis seperti Larissa melihat orang terdekatnya tewas instan.
“Hei, kemana kau akan pergi?” tanya Max mencoba untuk mencari tahu kemana tujuan dari langkah kaki Larissa akan dia bawa. “Menghentikan semua penderitaan dan kekacauan ini dengan langsung. Apa lagi yang kau pikirkan selain itu?”
“Mercenaries, tugasmu di sini adalah untuk membantu kami melawan monster sia-lan itu. Jadi sebaiknya kau melakukan tugasmu dengan baik atau aku akan membunuhmu secara langsung di sini.” Larissa membalik badannya pergi ke hadapan Max. Dia menarik pedangnya dan mengarahkannya langsung ke dagu Max mengancam untuk membunuhnya. Max hanya bisa mengangkat tangannya karena merasa kalau Larissa sedang menargetkan musuh yang salah.
“Tentu saja aku akan membantumu. Tapi pertama-tama, bukankah kau seharusnya harus menyebutkan musuh apa yang akan kita hadapi? Aku tak bisa melawan dengan membabi buta langsung ke arah mereka tanpa tahu apa kemampuan dan juga kelemahan yang mereka miliki.” Tanya Max dengan sedikit bingung apa yang harus dia lakukan saat ini. Meskipun merupakan mercenaries ternama, selama perjalanan Max hanya diliputi dengan amarah dan juga dendam yang menggebu-gebu. Rencana tidak ada di dalam kamusnya, hanya ada sebuah rasa haus darah ingin sekali untuk menghilangkan nyawa para vampir itu.
“Tentu saja membunuh para Gargoyle, apa kau benar-benar bodoh! Untuk apa kau mengira kami memesanmu kemari!” Teriak Larissa dengan amarah dan juga emosi yang tinggi. Max bahkan belum berkata apa-apa yang bisa membuat Larissa tersinggung. “Karena aku bisa melihat sekarang. Para Gargoyle sedang tertahan di luar gerbang. Dan jika memang masalah bisa di selesaikan semudah itu, aku tak tahu ancaman apa lagi yang akan kalian hadapi sekarang.”
Larissa menarik pedangnya dari dagu Max. Dia mengarahkan pedangnya ke langit memperlihatkan para Gargoyle yang mulai berterbangan menuju bagian jantung dalam desa. “Mereka punya sayap. Gerbang ini tak berfungsi apa-apa bagi mereka. Kau seharusnya tahu itu jika kau menggunakan akal sehat dan juga pikiranmu. Kami menutup gerbang agar supaya mereka yang tak bisa terbang tidak ikut terbang kemari dan mengancam nyawa orang-orang yang masih tersisa. Beberapa Gargoyle tidak mampu terbang setinggi itu, namun mereka masih bisa berlari dengan kecepatan yang sangat kencang. Menutup gerbang adalah opsi terbaik ketimbang tidak melakukan apa-apa sama sekali”.
Max akhirnya paham dengan apa yang ingin coba Larissa lakukan saat ini. Larissa pun kemudian menaiki kudanya dan berlari menuju arah para Gargoyle terbang. Sepertinya ada sesuatu di dalam desa yang mengalihkan perhatian para Gargoyle tersebut sehingga mereka terbang dan menuju ke arah yang sama. Namun cara untuk mengetahuinya hanyalah dengan pergi ke dalam desa tersebut dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. “Mercenaries, apakah kau bisa menaiki kuda sendirian? Kuda itu masih bisa digunakan, dan aku tidak nyaman bila harus menunggangi kuda ini bersamamu”
Alasan Max selalu berjalan saat melakukan sebuah misi adalah karena selama ini saat dia memburu para Vampir, musuhnya itu selalu bisa mencium darah dan juga aroma dari kuda yang dia naiki. Maka dari itu jika dia belajar atau pergi dengan membawa kuda maka sama saja bisa disebut sebagai anak bunuh diri. Max akan dengan mudahnya di deteksi dan para Vampir itu akan membunuhnya dengan mudah. Maka dari itu Max tak pernah belajar untuk mengendarai kuda. “Maaf mungkin agak merepotkan bagimu. Tapi aku tidak bisa menunggangi kuda. Dan jika kau keberatan untuk menaikinya bersamaku, tidak masalah. Aku akan menyusul dengan berjalan kaki”.
Larissa mengernyitkan mukanya, dia sekarang mungkin merasa benar-benar kesal dan sebal dengan Max yang mulai selalu merepotkannya. Larissa pun akhirnya naik ke atas kudanya dan mencoba untuk memecutnya agar dia berlari dengan cepat. Namun tiba-tiba dalam jarak yang tidak cukup jauh, Larissa menghentikan kudanya dan menoleh ke arah Max. “Cepat naik kuda ini. Kau hanya melambatkanku saja jika berjalan dengan langkah lambatmu. Dan ingat ini, jika kau berani macam-macam denganku, aku akan memotong punyamu dan membuatnya menjadi hiasan kepala para Gargoyle”.
Max akhirnya memiliki kesempatan untuk berjalan-jalan di tengah desa dengan mengendarai kuda bersama dengan Larissa sekarang. Dia melihat pemukiman-pemukiman di samping kiri dan kanannya terlihat sangat kacau dan juga tidak layak untuk disebut sebagai hunian nyaman. Jika di dalam gerbang semuanya tampak berantakan dan juga tidak ada jejak manusia terlihat di sana. Namun di tempat ini semuanya menjadi sangat jelas mulai dari darah dan juga percikan-percikan jejak kaki para Gargoyle yang terabadikan dengan jelas di sini. Namun belum ada mayat-mayat yang berserakan di sana, seperti sedang disembunyikan atau sesuatu yang lain. Max mempunyai penjelasan dan juga anggapan yang lebih tepat, mereka semua dimakan tanpa tersisa.
“Lihat itu, kita harus mengalahkannya secepat mungkin.” Larissa mengacungkan pedangnya ke atas. Pemandangan yang sangat mengerikan namun juga menakjubkan sedang Max lihat sekarang. Benar-benar seperti dongeng untuk menakut-nakuti anak kecil agar segera tertidur di malam yang dingin. Dan mungkin, itu lebih buruk daripada dongeng-dongeng yang diceritakan oleh kisah-kisah para pujangga itu.
Tepat di samping dua menara di sana, Max melihat sebuah Gargoyle, raksasa yang tingginya sama persis dengan kedua menara itu. Namun Gargoyle itu tidak memiliki sayap sehingga tidak mengizinkannya untuk terbang atau semacamnya. Hanya saja tepat di atas pundak Gargoyle itu ada ratusan Gargoyle yang terbang seperti mengerubunginya. Para Gargoyle itu terus saja melayang dan mencoba untuk membuatnya terlindung dari serangan orang-orang yang di bawah.
Namun untuk saat ini, Gargoyle raksasa itu terlihat tenang, dia tidak menyerang membabi buta ke segala arah dan cenderung untuk berdiri di sana. Seperti menunggu sesuatu untuk datang kepadanya. “Apa sebenarnya itu?” Tanya Max karena benar-benar penasaran dan juga takjub di saat yang bersamaan. “Maaf. Sepertinya aku tahu kalau juga tak mengerti apa yang kau lihat. Namun jika kau menyuruhku untuk melawan monster sebesar itu, maka maaf. Aku tidak bisa melakukannya. Bayaran yang kalian berikan kepadaku tidak cukup dan sebesar itu untuk membunuh dan memburu makhluk sebesar itu juga”.
“Kalau memang begitu, apa yang akan kau lakukan sekarang? Berlari pulang kembali ke asalmu berada dan meninggalkan semua di sini? Apa kau benar-benar seorang Mercenaries pengecut yang ingin untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan takut saat monster berada tepat di depannya?” Larissa berkata mencoba untuk menyinggung martabat dan juga harga diri Max sebagai seorang Mercenaries. Namun sebenarnya Max tidak mempunyai maratabat sebesar itu untuk dia jaga. “Jika itu memang pilihan yang rasional, aku mungkin akan melakukannya.”
Larissa makin mengencangkan jalan kudanya, dia benar-benar berjalan dengan kecepatan tingkat tinggi sekarang seperti memantapkan sesuatu. Padahal Max telah berkata sesuatu yang kemungkinan besar membuat semangatnya menurun. Max tentu saja bingung dengan apa yang hendak direncanakan oleh Larissa sekarang ini, “Apa yang kau inginkan? Kenapa kau menambah laju kuda ini?”
“Jika kau memang tidak berniat melawannya. Tidak apa-apa, aku selalu membutuhkan pengecut sepertimu sekarang ini. Aku tahu apa fungsi senjata yang kau gunakan dan bawa saat ini. Aku mendengar kalau senjata itu bisa menembak dalam area dan juga jarak yang cukup jauh. Tugasmu saat ini hanyalah untuk membantuku menembak para Gargoyle terbang itu sehingga mereka tumbang. Aku tidak membutuhkan kau untuk membunuh mereka, menciptakan celah beberapa detik agar aku bisa masuk itu saja sudah cukup bagiku.” Ungkap Larissa mencoba untuk mengatakan rencananya kepada Max.
“Memangnya, apa yang akan kau lakukan?” tanya Max kembali bingung.
“Aku akan menyerang monster itu sendirian!” Tegas Sabrina dengan sangat keras.
Sekarang, mereka berdua berada di bawah monster itu. Dan nampaknya, para Gargoyle di atas sana tidak merasakan atau tahu akan keberadaan Max dan Larissa di bawah sini. Mereka dalam situasi yang cukup menguntungkan sekarang. Larissa berusaha untuk menarik pedangnya dan mengasahnya agar memastikan benar-benar tajam. Sementara Max mengeluarkan senapannya sekarang dan menyiapkan beberapa peluru untuk menembak para Gargoyle yang terbang melayang. “Apa cara dan rencanamu untuk melawan makhluk sebesar ini? Aku belum terpikirkan apa-apa bagaimana cara untuk melawannya”
Larissa langsung saja mengacungkan pedangnya ke atas. Dan tiba-tiba pedang itu bercahaya mengeluarkan sinar berwarna ungu dengan sangat terang sehingga aliran mana dan juga energi sihir Larissa berkumpul di satu tempat yang sama. “Dengan ini, kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Lakukan saja tugasmu dengan baik dan benar wahai Mercenaries”.
Larissa mulai berdiri, Max tidak tahu apa yang akan wanita itu lakukan. Namun tiba-tiba aliran sihir melancar dari dalam kakinya. Dia berlari dengan arah vertikal sangat cepat menuju ke arah da-da dari Gargoyle raksasa itu. Sangat cepat sampai-sampai Max tak bisa menahan bidikannya tepat sasaran ke arah dimana Larissa berada.
Beberapa Gargoyle sudah menyadari keberadaan Larissa di sana. Max pun menembaki mereka satu persatu. Semuanya tampak berjalan begitu lancar Max bertugas untuk menembaki semua halangan dan juga rintangan yang menjadi ancaman Larissa sehingga ksatria itu bisa mencapai cahaya berwarna berkilauan di da-danya. Max tanpa henti menembaki kepala demi kepala para Gargoyle itu hingga mereka tumbang satu persatu.
Tapi kemudian Larissa melompat tepat ke arah da-da dari Gargoyle raksasa, membuat semburat cahaya dan juga warna-warni yang sangat menyilaukan. Baik Max atau pun Larissa merasa kalau usaha mereka berdua telah berhasil untuk menyerang tepat ke arah da-da dan juga sesuatu yang mereka yakini sebagai sumber energi dari monster itu. Beberapa detik setelah tusukan dan juga serangan itu dimulai, para Gargoyle berteriak kesakitan seperti mencoba untuk membuat kegaduhan di antara kerumunan mereka sendiri. Larissa tak tahu apa yang terjadi dengan mereka tapi sepertinya mereka tidak senang dengan apa yang telah Larissa lakukan kepada mereka.
Gargoyle raksasa itu menundukkan kepalanya menatap mata Larissa dengan tajam. Namun bagi Larissa, tatapan mata itu bukanlah tatapan mata biasa, melainkan tatapan kematian yang langsung saja bisa dia lihat dari refleksi dari monster tersebut. Dengan sangat cepat dimulai dari seruan memekikkan telinga, Gargoyle itu memegang tubuh Larissa dengan tangan kanannya dan berusaha untuk melemparnya jauh-jauh. Max tak bisa membiarkan monster itu melakukan itu dengan begitu saja. Dia berusaha mencari cara agar genggaman tangan Sang Gargoyle itu bisa lepas.
Dia pun akhirnya memikirkan suatu cara dengan menembak tepat ke arah kaki Sang Monster tersebut. Dengan menghancurkannya secara instan, Gargoyle itu kehilangan keseimbangan dan Larissa berhasil lepas dari genggaman monster tersebut. Namun yang tak pernah Max perkirakan sebelumnya, sebuah batu besar bekas reruntuhan pukulan tadi berada tepat di atas Max. Dia mendongak ke atas, dan melihat batu itu bergerak ke bawah dengan kecepatan super tinggi jatuh berada tepat di atas kepalanya sekarang.