4

1194 Kata
Sinta dan Reno sangat terkejut melihat Puri dan Ical yang hanya memakai selimut. Sinta teriris melihat anaknya yang begitu malang. Masih jelas terlihat sisa air mata di wajahnya, dia pun berlari kecil menuju Puri. “Puri. Apa yang terjadi padamu, Sayang?” tanya Sinta begitu sedih. Waluapun semua ini rencananya, dia tidak pernah berpikir kalau hasilnya akan seperti ini. Puri ketakutan melihat ibunya, dia menangis dan langsung memegang tangan Sinta. Baju yang baru saja dia pegang pun terjatuh ke lantai, hanya selimut yang dia apit diantara ketiak agar tubuhnya tetap tertutup kain. “Mama, maafin aku. Aku nggak tahu kenapa ini bisa terjadi. Aku nggak tahu apa-apa, Ma,” isak Puri. Rasa cemas dimarahi, malu dan sedih menyatu di hatinya. Sinta memeluk Puri, dia pun ikut menangis. Ada rasa bersalah melihat anaknya begitu ketakutan dan hancur akibat ulahnya sendiri. “Iya, Sayang. Mama tahu kalau ini bukan salah kamu,” kata Sinta ikut berempati pada Puri. Sementara itu, Reno tanpa basa-basi langsung memukul Ical hingga tubuhnya tersungkur ke lantai. Tak puas setelah melihat Ical terbaring di lantai, Reno kembali mengarahkan bogem mentah pada wajah Reno. “Kurang ajar kamu! Berani-beraninya kamu sentuh anakku.” Reno memukul Ical dengan membabi buta. Ical pun tidak punya kesempatan untuk mengelak dan wajahnya pun babak belur akibat pukulan Reno yang bertubi-tubi. Sementara itu, Sinta merasa kasihan dan mengajak Puri untuk memakai baju di kamar mandi. Puri pun langsung masuk ke kamar mandi dan memakai baju semalam. Begitu dia keluar, wajah murungnya masih belum hilang. Tak hanya itu, dia pun menahan sakit di bagian inti hingga dia berjalan tak seperti biasanya. Hati Sinta semakin sakit, karena dia tahu bagaimana rasanya melepas kehormatan dengan cara yang sangat tragis. ‘Maafin Mama, Sayang. Maafin, Mama,” sesal Sinta dalam hati. Dia menyesal melihat anaknya begitu terpuruk saat ini. Sinta langsung menghambur memeluk Puri dan Puri pun memeluk ibunya dengan erat. Seakan tersedot, mereka berdua sama-sama menangis. Tak peduli dengan perbuatan Reno yang memukuli Ical begitu ganas. “Ampun-ampun, Pak.” Sebuah suara terengah samar terdengar. Itulah suara Ical yang sekuat tenaga berusaha meminta belas kasihan pada Reno. Reno pun berhenti memukul Ical. Kalau sampai Ical tidak selamat dan meninggal, pasti dia akan dapat masalah besar. Semua rencananya pun akan berantakan. “Bangun! Bangun kamu, Laki-Laki b******k,” dengus Reno masih dipenuhi emosi. Reno pun bangun dan menendang kaki Ical agar dia bangun sendiri. Ical yang merasakan sakit di sekujur tubuhnya, berusaha bangun dengan pelan-pelan. Sekuat tenaga dia berdiri agar bisa menjelaskan semuanya pada keluarga Puri. “Ehm, aku minta maaf. Aku bisa jelasin semuanya,” ringis Ical menahan perih pada luka yang dibuat oleh Reno padanya. “Jelasin apa? Jelasin kalau kamu sudah merusak masa depan anakku, hah?” Masih dengan emosi, Reno enggan bersikap baik pada Ical. “Kalian salah paham. Saya bukan orang seperti itu. Saya orang baik-baik, Pak,” bela Ical. “Orang baik? Kamu pikir kami orang bodoh yang bisa kamu kelabui dengan mudah! Kamu sudah merusak masa depan anakku dan masih bisa bilang kalau kamu orang baik? Pintar banget kamu bicara. Ini pasti cara kamu saja biar bisa kabur dari tanggung jawab kan?” Reno tidak percaya. “Enggak. Saya jujur, Pak. Tolong dengarkan dulu saya bicara. Saya sudah—“ Belum selesai bicara, Reno menyela. “Saya sudah melihat banyak sekali orang kaya seperti kamu yang suka mengarang cerita agar bisa lolos dari tanggung jawab. Dan kamu tidak akan bisa mengelabui kami,” potong Reno. “Saya nggak bohong, Pak. Ada seseorang yang kasih saya obat dan saya nggak bisa ngontrol diri. Saat itu anak kalian sudah ada di dalam kamar saya sedang tidur. Saya sudah menahan sekuat tenaga, tapi nggak bisa. Dan ... kejadian itu pun terjadi begitu saja. Saya minta maaf. Saya benar-benar nggak bermaksud merusak masa depan anak kalian,” jelas Ical. Puri kembali terisak kuat mendengar penjelasan dari Ical. Walaupun sudah mendengarnya, dia tetap saja merasa hancur setiap kali mengingat hal tersebut. Sinta memeluk anaknya, mencoba menenangkan Puri yang masih hancur. Tak begitu dengan Reno, dia justru semakin marah. “Kamu pikir kami percaya dengan apa yang kamu katakan, hah? Nggak akan pernah! Pinter banget kamu ngarang cerita. Kami udah banyak lihat orang kaya seperti kamu yang suka bermain dengan wanita-w************n. Dan ujung-ujungnya apa? Mereka menggunakan uang mereka untuk menuntaskan masalah-masalah mereka.” Reno tidak percaya dengan ucapan Ical. “Saya jujur, Pak. Saya juga akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak kalian,” tambah Ical lagi. “Aku mau dia dihukum seberat-beratnya! Aku nggak mau ada wanita lain yang jadi korban dia,” sela Puri berapi-api. Rasa marah pada Ical dan simpati pada nasib orang lain membuatnya tak hanya memikirkan nasibnya sendiri. “Tolong jangan laporkan saya ke polisi. Saya mohon,” pinta Ical dengan mengiba. Bukan karena dia tak mau di penjara, tapi dia tidak mau merusak nama besar Kakek Surya yang sudah mengangkatnya menjadi cucu. Selama ini Kakek Surya sangat menjaga nama baiknya dan dia tak mau karena dirinya, nama baik Kakek Surya rusak. “Oh, jadi kamu takut di penjara, ya?” Reno mendapat angin segar. Dia tahu kelemahan Ical dan dia pun akan memanfaatkannya dengan baik. “Kenapa? Kamu takut hidup sengsara di penjara? Kalau kamu tahu di penjara itu nggak enak, jangan melakukan kejahatan!” “Saya tahu saya salah. Saya minta maaf dan saya akan bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan. Tapi saya mohon jangan laporkan saya ke polisi.” Ical kembali mengiba pada Reno agar tidak di penjara. Puri yang duduk di atas kasur bersama ibunya, tidak bisa mengendalikan diri dan dia kembali meminta untuk Ical di penjara. “Dia harus di penjara, harus di penjara,” teriak Puri histeris. “Sabar, Sayang. Kamu percayakan semuanya sama Papa aja, ya? Papa kamu pasti akan memberikan hukuman yang setimpal untuk dia,” hibur Sinta. Dia melihat wajah Reno mulai marah melihat Puri yang akan merusak rencananya, dia pun tidak mau Puri menjadi sasaran kemarahan Reno jika rencananya gagal. “Aku ingat sekarang. Kamu dan asisten pribadi kamu pasti sekongkol buat jebak kami kan? Saat dia bawa kami pergi, kamu datang ke kamar anak kami dan menghancurkan masa depannya. Iya kan? Kalian memang licik! Kami pasti akan memberi kamu pelajaran yang setimpal,” tuduh Reno lagi agar bisa memuluskan rencananya. “Apa? Asisten pribadi saya? Apa yang Bapak maksud itu Harry?” Ical sangat kaget mendengar pengakuan Reno. “Iya, namanya Pak Harry. Dia janji akan beri pekerjaan untuk kami. Makanya kami mau diajak pergi sama dia. Siapa sangka, dia justru mengincar anak kami untuk kamu hancurkan!” emosi Reno kembali naik saat membicarakan Puri. “Nggak. Saya tidak tahu menahu tentang rencana Harry pada kalian. Saya juga tidak bertemu dengan dia semalam. Saya hanya bertemu dia saat dia memberikan kunci kamar, setelah itu dia tidak tahu pergi ke mana,” jelas Ical. Ical mulai mencurigai Harry. Selama ini yang Ical tahu, Harry adalah orang yang jujur dan baik. Tidak pernah ada masalah dengannya. Rasanya tidak mungkin kalau semua kejadian ini perbuatan Harry. Ical pun bingung dan tidak tahu harus percaya atau tidak dengan ucapan Reno. ‘Apa orang ini jujur? Atau justru dia yang menjebakku?’ pikir Ical dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN