Ical yang sebenarnya orang baik, malam itu berubah menjadi orang lain. Harapan ingin melakukan hal itu bersama pasangan sah, telah enyah dan dia pun tak lagi peduli pada kehormatan seorang wanita.
Akalnya yang sudah hilang karena pengaruh obat dari Reno, membuat Ical sangat ganas dan kesetanan. Hingga dia pun melakukan sesuatu yang selalu dia jauhi selama ini, yaitu melakukan hubungan suami istri dengan wanita yang bukan istrinya.
Malam itu pun terasa begitu lama. Ical meluapkan semua tenaganya untuk menikmati sesuatu yang seharusnya tidak dia nikmati, hingga dia kelelahan dan tertidur di samping Puri yang juga masih tertidur pulas.
Matahari sudah muncul, sekelebar sinarnya menyelinap masuk lewat celah gorden yang tertiup angin. Silaunya cahaya matahari membuat Puri terbangun.
“Hmmm. Enak banget aku tidur,” gumam Puri sambil meregangkan kedua tangannya ke samping. “Eh, tunggu. Aku kan tadi lagi sama Mama. Aku pasti ketiduran, nih. Aduh, gimana ini? Mama pasti marah, deh, sama aku,” seru Puri seorang diri.
Dia sangat heboh memikirkan kesalahannya yang sudah lalai pada ibunya, tanpa dia tahu kalau ada hal yang jauh lebih gawat dari kesalahannya pada Sinta tersebut. Dia pun segera duduk dan saat itu dia merasa ada sesuatu yang aneh.
“Kok, badanku sakit semua, ya? Apa karena aku nggak biasa tidur di kasur yang empuk?” pikir Puri tanpa curiga.
Dia pun fokus duduk dan di sanalah dia juga menemukan hal janggal lainnya.
“Kamarnya, kok, berantakan banget, ya? Bukannya semalam kamar ini rapi? Eh, tunggu. Itu kayak baju yang aku pake semalam.” Saat itu juga dia menoleh pada tubuhnya.
Betapa terkejutnya dia saat menyadari kalau dia tidak memakai baju dan hanya tertutup selimut. Seperti ada batu besar menghantam dirinya dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Air matanya luruh begitu saja, dia sangat syok.
Puri membeku dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya bisa terdiam dengan air mata yang terus berjatuhan.
“Kenapa aku nggak pake baju? Jangan-jangan ... enggak. Nggak mungkin. Nggak mungkin itu terjadi.” Puri meyakinkan dirinya kalau tidak terjadi sesuatu padanya. Meskipun itu bertolak belakang dengan hatinya, dia tidak mau menerima sesuatu yang memang telah terjadi padanya. “Semalam aku sama Mama dan nggak mungkin ada laki-laki yang masuk ke sini. Ada Mama yang jagain aku. Mama nggak mungkin biarin aku jadi korban laki-laki nggak bertanggung jawab,” racau Puri terus menepis dugaan buruknya.
Puri menggeleng dengan terus membohongi dirinya sendiri, kalau semuanya baik-baik saja.
Sementara itu, Ical pun sudah mulai sadar. Dia membuka mata dan kepalanya sangat pusing. “Ah, kepalaku. Kenapa pusing banget?” ringisnya sambil memegangi pelipis.
Dia pun memijat lembut pelipisnya agar tak pusing lagi. Setelah enakan, dia duduk dan mulai mengedarkan pandangan ke sekitar. Ical sangat terkejut melihat kamarnya berantakan dan samar terdengar suara tangisan.
“Kenapa kamarku berantakan? Tunggu ... apa yang sudah terjadi semalam?” Ical mencoba mengingat semua kejadian semalam dan dia pun mulai ingat dan segera melihat tubuhnya yang saat ini hanya terbalut selembar kain.
“Ya Tuhan, jadi semalam itu benar-benar terjadi. Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?” sesal Ical. Kepalanya terasa semakin berat mengetahui kalau dia sudah berbuat kriminal.
Puri yang berada di samping Ical, mendengar suara Ical. Dia pun mendekati Ical dengan emosi yang meluap-luap.
“Kurang ajar kamu! Berani-beraninya kamu lakuin ini ke aku. Kamu harus dihukum setimpal,” teriak Puri penuh kemarahan.
Ical ketakutan melihat Puri yang begitu marah dengan air mata yang masih membasahi pipi. “Tenang dulu. Aku bisa jelasin semuanya. Semua ini nggak seperti yang kamu pikirin,” tepis Ical sambil berdiri dan mengangkat tangan di depan d**a.
“Nggak seperti yang aku pikir? Kamu pikir aku bodoh apa!? Kamu udah hancurin masa depan aku dan kamu bilang semua ini nggak seperti yang aku pikir? Gila kamu!” Puri tidak mau mendengar jawaban Ical.
Dia terus mendekati Ical untuk melampiaskan kekesalannya. Namun, Ical menghindar agar tidak terluka. Kuku Puri cukup panjang dan Ical tahu kalau kuku itu menancap di kulitnya, pasti akan terasa sakit.
“Tenang, Mbak-tenang. Kita bisa selesaikan semua ini dengan baik. Kita bicarakan ini baik-baik, ok?” Ical mencoba negosiasi.
“Tenang? Om pikir aku ini w************n yang bisa seenaknya Om ajak bicara baik-baik? Aku ini wanita baik-baik.” Puri sangat geram karena mengira Ical mau kabur dan tidak mau tanggung jawab.
“Bukan gitu maksudku. Makanya kita duduk dulu dan kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin,” balas Ical. Kali ini dia semakin menguasai diri dan bersikap tenang agar Puri tidak semakin terbawa emosi.
Puri terdiam dan mencoba tenang. Ical melihat Puri sudah tenang, dia pun mulai menjelaskan apa yang terjadi semalam.
“Semalam kamu udah ada di kamarku dan kamu lagi tidur. Tapi aku nggak tahu kenapa kamu bisa tidur begitu pulas sampai nggak bangun sama sekali. Dan semalam, ada seseorang yang kasih aku obat sampai aku nggak bisa ngendaliin diri. Aku udah coba buat nahan dan mau pergi dari sini, tapi aku nolongin kamu yang mau jatuh dari tempat tidur itu. Dan saat itu, aku nggak bisa berbuat apa-apa karena kamu juga saat itu mengigau dan memeluk aku erat banget. Aku nggak bisa lagi nahan diri dan hal itu pun terjadi. Maafin aku,” jelas Ical dengan penuh penyesalan.
Sesak sekali mendengar pengakuan Ical, sangat berat d**a Puri menerima penjelasan yang begitu menyakitkan. Dia semakin hancur, sedih, marah dan kecewa. Semua perasaan itu bercampur menjadi satu.
“Jahat kamu! Kenapa harus aku? Kenapa kamu nggak pilih wanita lain buat puasin hasrat kamu itu, hah?” hentak Puri kecewa dan tidak terima dengan perlakuan Ical padanya.
“Aku minta maaf. Aku juga nggak mau lakuin ini sama siapapun, tapi semua ini di luar kehendakku. Aku benar-benar sudah berusaha menahannya, tapi aku nggak bisa. Aku minta maaf,” hembusnya lirih penuh penyesalan.
“Bohong! Kamu pasti bohong. Kamu pasti udah rencanain semua ini kan? Kamu harus dihukum agar nggak ada lagi wanita di luar sana yang jadi korban kamu! Kamu harus di penjara,” putus Puri. Dia tidak percaya kalau semua ucapan Ical benar.
Ical begitu kaget mendengar Puri yang akan membawanya ke penjara. Dia tidak mau di penjara. “Tolong jangan bawa aku ke penjara. Aku mohon. Kita bisa bicarakan semuanya dengan baik,” pinta Ical.
“Enggak! Kamu harus di penjara. Om-om kayak kamu emang seharusnya berada di penjara biar nggak ada lagi remaja yang jadi korban kamu,” tekad Puri kuat. “Jangan kabur kamu!” Puri yang masih belum memakai baju, mengangkat tangannya agar Ical tidak pergi dari sana. Sedangkan dia memungut baju untuk dia pakai.
Cukup dia yang menjadi korban Ical dan dia tidak mau ada Puri lain yang menjadi korban Ical.
“Tunggu-tunggu. Aku mohon jangan bawa aku ke polisi. Kita bisa bicarakan semuanya dengan baik,” sambung Ical lagi.
“Enggak!”
Brak
Tiba-tiba pintu didobrak dari luar. Mereka berdua pun terkejut dengan kedatangan orang itu apalagi mereka masih belum memakai pakaian.