#
Cakra menatap Kaluna Wiratama yang saat ini duduk di ruangan khusus yang disediakan untuk pengantin wanita. Perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya sekaligus bukan wanita pilihannya.
Semuanya terjadi karena kekasihnya yang seharusnya menikah dengannya mendadak menghilang begitu saja, hanya selang tiga hari sebelum pernikahan mereka dilaksanakan.
Cakra sedikit tertegun sebenarnya saat melihat wanita yang akan menjadi pengantin pengganti. Kaluna Wiratama ternyata cantik. Sama cantiknya dengan Fenny meskipun auranya sedikit kelam dan misterius, berbeda dengan Fenny yang selalu ceria dan membuat Cakra merasa dunianya penuh warna.
“Aku tidak pernah tahu kalau Fenny memiliki seorang saudara perempuan,” ucap Cakra. Dia mengamati wajah wanita di depannya itu.
Rambut hitam yang lurus dan halus, bola mata hitam yang tampak seperti separuh mengantuk dan terlihat sendu secara alami serta kulit yang sedikit pucat.
Cakra tidak menemukan sedikit pun kemiripan antara Kaluna dengan anggota keluarga Wiratama lainnya. Kalau bisa disimpulkan, meskipun sama-sama cantik, namun Kaluna memiliki daya tarik yang berbeda dengan yang dimiliki Fenny.
Di sisi lain, Luna hanya melirik Cakra dengan tatapan dingin.
“Sekarang kau tahu,” ucap Luna.
Cakra tersenyum sinis.
“Apa tujuanmu menerima pernikahan ini?” tanya Cakra penasaran. Seorang gadis cantik tidak mungkin menerima begitu saja di nikahkan dengan pria yang jelas-jelas tidak dia kenal, apalagi itu adalah kekasih saudaranya sendiri.
Alis Luna berkerut mendengar pertanyaan Cakra.
“Aku menerimanya karena kau tidak mau membatalkan pernikahan ini meskipun kau tahu kalau Fenny sudah meninggalkanmu,” ucap Luna.
“Kau bisa menolaknya kalau tidak mau. Tentu saja keluarga Wiratama harus mengembalikan semua mas kawin yang aku berikan untuk menikahi Fenny, termasuk semua saham yang diterima oleh orang tuamu. Kau tahu? Itu bernilai jauh lebih tinggi dibanding semua harta keluargamu saat ini,” ucap Cakra.
Luna mengepalkan tangannya menahan rasa marah dan sedih yang saat ini memenuhi hatinya. Ayahnya menjualnya demi lembaran saham bernilai tinggi dan bahkan menekannya dengan menggunakan sang ibu yang sekarang terbaring tidak berdaya di RS.
“Aku ... tidak bisa melakukannya,” ucap Luna akhirnya.
Cakra tertawa.
“Tentu saja tidak bisa. Pada akhirnya kalian adalah keluarga yang serakah. Aku tidak pernah menyangka kalau aku bisa-bisanya tertipu dengan wajah cantik Fenny dan bersikap tulus kepadanya serta seluruh keluarga Wiratama hanya untuk mendapatkan penghinaan sebesar ini,” ucap Cakra.
Dia melangkah mendekati Luna dan kemudian meraih dagu Luna.
Luna merasakan tatapan Cakra seakan menembus jantungnya, membuatnya merasa ketakutan dengan intimidasi pria itu sehingga tubuhnya gemetar dengan sendirinya.
“Lepas,” ucap Luna. Dia menepis tangan Cakra dan memalingkan wajahnya.
Cakra kembali tertawa.
“Setidaknya kau cantik. Kau cukup pantas menjadi istriku, tapi jangan berharap kalau aku akan memaafkan keluargamu untuk semua yang terjadi hari ini. Dan karena kau adalah seorang Wiratama, setidaknya kau harus tahu tempatmu dan melakukan tugasmu sebagai seorang istri seperti yang seharusnya dilakukan oleh Fenny untukku,” ucap Cakra.
“Kau melampiaskan kemarahanmu pada orang yang salah,” ucap Luna. Dia merinding. Ingin rasanya dia berlari dari tempat itu dan pergi jauh tapi dia tidak mungkin melakukannya karena bagaimanapun ibunya bergantung kepadanya.
Hanya ibunya satu-satunya yang dia miliki saat ini.
Cakra masih menatap Luna untuk beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk berbalik dan melangkah pelan menuju pintu keluar.
“Kalau kau merasa tidak adil, salahkan saja Fenny dan kedua orang tuamu yang menempatkanmu di posisi ini,” ucap Cakra.
Cakra keluar dan pintu tertutup dengan bunyi keras.
Saat penata rias masuk untuk memeriksa keadaan Luna, mereka terkejut saat mendapati pengantin wanita yang penuh air mata.
Bagaimanapun semua orang yang terlibat dalam pernikahan ini tahu kalau pernikahan ini bukanlah pernikahan yang normal. Dimulai dari pengantin wanita yang berbeda dengan yang saat persiapan sebelumnya, nama pengantin wanita yang diganti, hingga raut wajah kedua pengantin yang sama sekali tidak terlihat bahagia untuk merayakan hari penuh kebahagiaan seperti hari ini.
Pada akhirnya Luna harus beberapa kali memperbaiki riasan wajahnya karena air mata dan meski begitu semua orang mencoba untuk diam dan tidak bertanya apa-apa karena mereka semua sudah diperingatkan dengan baik oleh keluarga Wiratama maupun keluarga Adhiatma sebelumnya.
Pada akhirnya Luna memasang wajah datar saat berjalan beriringan dengan langkah ayahnya menuju altar di mana Cakra sudah menunggunya.
“Berikan sedikit senyuman Luna, ada banyak mata yang memperhatikanmu hari ini,” bisik Tuan Wiratama pelan.
Luna perlahan mengukir senyuman tipis di wajahnya. Meski begitu, sorot matanya yang sayu jelas tidak mampu menutupi perasaannya saat ini.
Siapa yang menyangka kalau tiga hari lalu dirinya datang ke Jakarta untuk menjadi salah satu orang yang duduk di bangku tamu, namun sekarang dia malah mendapati dirinya menggunakan gaun pengantin dan akan menikah dengan pria yang seharusnya menikah dengan saudara tirinya.
Di sisi lain, wajah Cakra terlihat dingin tanpa sedikit pun senyuman. Bahkan ketika Luna tampak enggan untuk meraih meraih tangannya, dia membiarkan Luna begitu saja berjalan di sisinya dan bersama-sama menghampiri altar untuk menjalani sumpah pernikahan.
Musik piano bergema di seluruh aula pernikahan saat Cakra dan Luna akhirnya selesai mengucapkan sumpah pernikahan dan saat pengantin pria diperbolehkan mencium pengantin wanita, Cakra meraih pinggang Luna.
“Haruskah kita berciuman?” bisik Cakra.
“Tidak,” jawab Luna.
Namun Cakra dengan tiba-tiba meraih wajah Luna dan mendaratkan ciuman di bibir Luna, mengabaikan penolakan tidak kentara Luna saat wanita itu mencoba mendorong dadanya.
Saat itu semua tamu akhirnya bertepuk tangan kecuali Denny yang tahu jelas perasaan Luna saat ini. Dia merasa sedih dan ingin menolong Luna namun di sisi lain, keadaannya saat ini sama sekali tidak berdaya untuk melakukan semua itu.
Setidaknya dia membutuhkan beberapa tahun lagi untuk benar-benar diakui sebagai orang dewasa dan membebaskan Luna dari ikatan pernikahan yang hanya merugikan Luna. Dia hanya bisa berharap, saat masa itu tiba, masih tidak terlalu terlambat untuknya membawa Luna pergi dari Cakra dan juga keluarga Adhiatma.
Saat orang-orang diarahkan untuk berpindah ke tempat resepsi diadakan, Cakra menarik tangan Luna menuju ke mobil pengantin lewat pintu samping.
“Kita mau ke mana? Resepsinya baru akan dimulai?” tanya Luna bingung.
Namun Cakra hanya diam. Dia menarik lengan Luna hingga membuat Luna sedikit meringis.
“Masuk,” perintah Cakra.
Luna menurut. Dia tahu kalau itu seharusnya adalah mobil yang memang disediakan untuk mereka, dilihat dari tulisan dan hiasan bunga yang terpasang.
“Pak Cakra tidak akan mengikuti resepsi?” tanya sopir yang sejak tadi menunggu.
“Apa kau sekarang di perbolehkan untuk penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh majikanmu?!” ucap Cakra.
Si sopir langsung terlihat gelapan mendengar ucapan Cakra.
“Maafkan saya Pak Cakra. Saya sudah lancang.”
Cakra berdecak kesal saat melihat hiasan bunga dan tulisan di mobil yang akan dia gunakan.
“Cabut dan buang semua hiasan tidak berguna ini,” ucap Cakra.
Sopir itu dengan segera melakukan apa yang Cakra minta sementara Cakra masuk ke dalam mobil dan kini duduk di samping Luna.
“Kau tidak seharusnya bersikap begitu kasar pada orang yang jelas-jelas lebih tua darimu meskipun mereka berada di bawahmu,” ucap Luna. Dia tidak suka dengan orang yang menganggap rendah orang lain karena itu mengingatkannya pada apa yang harus dijalani olehnya dan juga ibunya saat dirinya kecil dulu.
Cakra mengalihkan tatapannya pada Luna yang masih tampak sibuk memperhatikan sopir membersihkan hiasan di mobil.
“Apa dalam keluarga Wiratama kau diajari untuk peduli pada orang lain? Atau sebenarnya kau hanya kesal karena aku membuang hiasan pernikahan kita?” tanya Cakra.
Luna beralih menatap Cakra.
“Aku tidak peduli dengan hiasannya. Tapi aku tidak menyukai caramu memperlakukan orang lain,” jawab Luna.
Cakra mengangkat sebelah alisnya. Dia segera menyadari kalau wanita yang baru saja dia nikahi ini memiliki karakter yang berbeda dengan Fenny.
“Ya benar. Tentu saja. Kau selalu menunjukkan dengan jelas ketika kau tidak suka, sama seperti ketika aku menciummu tadi. Selamat, kau baru saja membuat kita menjadi bahan perbincangan orang-orang di kelas atas. Mereka akan mengatakan kalau kita menikah karena terpaksa,” ucap Cakra.
“Bukannya itu memang sudah jelas? Lagi pula bukan hanya aku terlihat terpaksa, kau jelas tidak merasa perlu menyembunyikannya. Pada akhirnya kita bukan berada dalam hubungan ini karena kita saling suka,” balas Luna.
Sopir masuk ke dalam mobil dan Luna dengan canggung bergeser mengambil jarak dari Cakra. Untung saja mobil mewah seperti yang mereka gunakan sekarang memiliki ruang yang lebih luas dibanding mobil biasa.
“Saling suka atau tidak, Kaluna kau sudah menjadi istriku jadi biasakan dirimu untuk bertindak seperti istriku dan menyesuaikan diri dengan semua sikap maupun kebiasaanku,” ucap Cakra sambil mendekat dan memojokkan Luna.
“Kau mau apa?” tanya Luna panik.
“Kalau kau menolak atau berontak, aku akan menceraikanmu detik ini juga dan kita anggap saja pernikahan ini berakhir. Dengan begitu, tidak terlalu terlambat untuk menuntut semua milikku dikembalikan oleh keluargamu,” ancam Cakra.
Luna terdiam. Bayangan ibunya yang masih berusaha tersenyum meskipun terbaring lemah di RS saat ini melintas di pikirannya.
Cakra tersenyum. Dia sudah mengira kalau sebagai anggota keluarga Wiratama, Kaluna Wiratama jelas tidak mau keluarganya merugi.
Dia meraih wajah Kaluna dan sekali lagi mendaratkan ciuman di bibir Luna. Ciuman yang berbeda dengan yang terjadi beberapa saat lalu setelah mereka mengucap janji pernikahan.
Ciuman kali ini lebih menuntut dan memaksa. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna seumur hidupnya, bahkan dengan orang yang dicintainya.
Air mata menggenang di sudut mata Luna, seiring gerakan tangannya yang dengan putus asa mencoba melepaskan diri dari kekangan Cakra. Napasnya tersengal-sengal.
Dia merasa malu sekaligus terhina dengan apa yang terjadi saat ini, terutama karena tidak hanya dirinya dan Cakra saja yang berada di dalam mobil.
Luna langsung berpaling dan menyeka bibirnya saat akhirnya Cakra melepaskan ciuman mereka.
“Kau ... gila!” ucap Luna.
Cakra menyentuh bibirnya sendiri dan menatap Luna.
“Ini hal pertama yang harus kau ingat Kaluna. Jangan pernah menolak suamimu atau kau akan dihukum sebagai istri yang durhaka,” ucap Cakra sambil tersenyum tipis.
Dia merasa lega melihat raut terluka di wajah Luna. Luka di hatinya jauh lebih dalam dari yang sekarang di rasakan Luna setelah apa yang dilakukan Fenny. Pagi ini dia akhirnya mengetahui kalau Fenny meninggalkannya karena wanita itu berselingkuh dan hamil dengan pria lain.
Hal itu sangat membuatnya terpukul sekaligus marah dan Luna adalah saudara perempuan dari wanita yang sudah mengkhianatinya.