#
Karena Cakra langsung membawa Luna pergi setelah mengucapkan janji pernikahan tanpa pernah muncul di resepsi yang diadakan, membuat baik keluarga Adhiatma maupun keluarga Wiratama harus membuat alasan untuk ketidakhadiran kedua pengantin dalam acara resepsi yang diadakan untuk kedua pengantin.
Tidak ada tamu yang protes meskipun kasak-kusuk jelas terdengar di belakang. Setidaknya tidak ada yang dengan berani memprovokasi keluarga Adhiatma secara langsung karena itu sama saja dengan mencari masalah.
Meski begitu Luna tidak bisa bersikap tenang ketika memikirkan apa yang mungkin akan dilakukan ibu tirinya hanya karena kesal. Ini bukan kesalahannya tapi Cakra namun Luna tahu kalau dia sendiri yang harus menghadapi kemarahan ibu tirinya nanti karena keputusan Cakra untuk tidak menghadiri resepsi.
Dia ingin protes tapi dia tidak berani mengatakan apa-apa di hadapan Cakra yang tampak tidak dalam suasana hati yang baik.
“Kita akan langsung ke hotel?” tanya Luna akhirnya. Dia bertanya tanpa menatap Cakra secara langsung.
“Mau ke mana lagi? Orang-orang yang sekarang sedang bergosip karena ketidakhadiran kita di resepsi akan semakin bertanya-tanya kalau ternyata setelah menikah kedua pengantin malah menghabiskan malam di rumah masing-masing,” jawab Cakra.
Kedua alis Luna tampak berkerut. Dia merasa ragu untuk membuat kesalahan di hadapan Cakra.
Cakra melirik Luna dan menyadari ekspresi Luna saat ini.
“Kalau dicium saja kau sudah tidak nyaman, bagaimana kau akan melewati malam pertama nanti?” ucap Cakra.
Alis Luna semakin berkerut. Dia mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
“Apa kau tipe yang akan tidur dengan perempuan yang tidak kau cintai?” tanya Luna.
“Aku tidak tahu,” ucap Cakra.
Luna menarik napas panjang.
“Kita hanya perlu menikah untuk menjaga hubungan baik kedua keluarga sekaligus nama baik keluarga kita. Aku akan bersikap layaknya istrimu dan melakukan semuanya sesuai kemauanmu kecuali ...” Luna berhenti berbicara. Dia menggigit bibirnya selama beberapa saat.
“Kecuali apa?” tanya Cakra.
Luna mengepalkan tangannya dalam diam.
“Kecuali urusan ranjang. Aku tidak ingin tidur dengan orang yang tidak aku cintai dan kurasa kau juga memiliki keraguan yang sama,” ucap Luna.
Cakra tertawa.
“Begitukah? Menikah dengan orang yang tidak kau cintai sama sekali tidak masalah untukmu, tapi tidur dengan orang yang tidak kau cintai adalah masalah besar untukmu. Kalau seperti itu, kenapa kau setuju menggantikan Fenny?” tanya Cakra.
“Karena aku tidak bisa tidak melakukannya,” jawab Luna.
Bagi Cakra, jawaban Luna adalah jawaban ambigu yang sama sekali tidak cukup kuat sebagai alasan dan dia mencibir jawaban Luna tersebut dalam hati.
“Apa kau memiliki kekasih?” tanya Cakra.
Luna menggeleng pelan. Dia memang tidak memiliki kekasih untuk saat ini.
“Tapi aku mencintai orang lain,” ucap Luna akhirnya. Dia berkata jujur tentang hal itu.
“Lalu apa yang terjadi pada orang yang kau cintai itu?” tanya Cakra lagi.
“Kami putus sesaat sebelum aku datang ke Jakarta,” jawab Luna.
Cakra kembali tertawa.
Saat itu, mobil yang mereka tumpangi sudah tiba di hotel yang seharusnya menjadi tempat mereka akan menginap malam ini.
“Bersiaplah untuk turun.” Kalimat Cakra lebih terdengar seperti perintah untuk Luna.
Karena gaun pengantinnya, membuat Luna harus dengan susah payah saat turun dari mobil.
Meski begitu Cakra mengabaikannya dan membuat Luna harus tertinggal di belakangnya hingga akhirnya beberapa orang staf hotel turun tangan membantu Luna begitu mengenali Luna dan Cakra sebagai tamu VIP mereka.
Cakra tertawa mengejek saat melihat Luna berdiri canggung di dalam lift sambil memegangi baju pengantinnya sendiri.
Meski begitu, Luna sama sekali tidak meladeni Cakra. Dia tidak membawa ponselnya dan dia tidak tahu apakah dia akan memiliki pakaian ganti saat ini.
Luna berpikir untuk menghubungi Denny nanti dengan menggunakan telepon di kamar. Dia ingin meminta Denny untuk mengantarkan koper dan barang-barangnya yang masih berada di rumah keluarga Wiratama saat ini.
Pintu lift terbuka dan Luna dengan langkah pelan mengikuti Cakra yang sudah lebih dulu berjalan menuju kamar hotel mereka.
“Apa kita akan sekamar?” tanya Luna akhirnya.
Cakra membuka pintu kamar hotelnya.
“Masuk,” perintah Cakra.
Luna menarik napas panjang. Ini belum malam. Dia masih bisa berdiskusi dengan Cakra untuk membuat kesepakatan mengenai bagaimana mereka akan menjalani pernikahan ini.
“Aku harus bicara dulu denganmu. Seperti yang kau tahu, pernikahan ini ....”
Luna tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Cakra sudah terlebih dahulu menarik tangannya untuk masuk dan membuatnya nyaris jatuh.
Cakra membanting pintu hingga tertutup dan kini berbalik menghadap Luna yang masih tampak terkejut dengan apa yang terjadi.
“Apa kau ingin mengumumkan pada seluruh dunia kalau pernikahan ini terjadi setelah suamimu ditinggalkan oleh pengantin wanitanya?! Atau kau ingin semua orang tahu kalau pernikahan ini terpaksa diteruskan setelah calon istriku yang seharusnya melarikan diri dengan pria lain?!” Nada suara Cakra terdengar meninggi. Dia menatap Luna dengan marah.
Luna menarik napas panjang.
“Maafkan aku,” ucapnya.
“Maaf untuk apa? Untuk yang dilakukan oleh Fenny ataukah kau ingin meminta maaf untuk ulah keluargamu yang menyembunyikan fakta bahwa Fenny melarikan diri dengan pria lain?” Cakra maju mendekati Luna.
Luna sama sekali tidak tahu kalau alasan Fenny melarikan diri adalah karena pria lain. Dia hanya tahu kalau bahkan keluarganya tidak tahu Fenny menghilang karena pria lain.
“Kau salah, keluargaku tidak tahu kalau Fenny pergi dengan pria lain,” ucap Luna.
Sayangnya ucapan Luna itu malah terdengar seakan dia sedang membela Fenny dan itu membuat kemarahan Cakra semakin tidak terbendung.
Cakra mengamati Luna kembali.
“Tadi kau bilang kalau kau memiliki orang yang kau cintai bukan? Apa kau juga berencana untuk melarikan diri dengan orang itu setelah menikahiku?” tanya Cakra dengan tatapan menyelidik.
“Apa? Bukan seperti itu. Aku hanya ingin kita membicarakan ini dengan benar. Kau selalu terlihat emosi sejak tadi dan aku bisa mengerti hal itu. Aku bisa memahami kemarahanmu, tapi pernikahan ini tidak seharusnya terjadi jadi kurasa sudah seharusnya kita membicarakan semuanya dulu agar orang-orang berpikir kalau kita memang menghabiskan malam pengantin sebagaimana seharusnya,” ucap Luna.
Cakra tertawa.
“Apa kau berpikir kita tidak akan melewati malam pengantin dengan tidak sebagaimana seharusnya?” tanya Cakra.
Saat Cakra maju mendekat, Luna kembali mundur. Dia merasa takut dengan intimidasi Cakra tapi dia menahannya. Dari yang didengarnya, Cakra sangat mencintai Fenny.
“Setidaknya aku tahu kalau kau tidak mungkin meniduri wanita yang tidak kau cintai bukan? Aku juga begitu. Aku yakin Fenny akan kembali suatu saat nanti karena dia bukan tipe orang yang akan dengan mudah melepaskan apa yang menjadi miliknya. Dia mungkin hanya merasa bingung saat ini dan setelah pikirannya tenang, dia akan kembali kepadamu,” ucap Luna.
Cakra berhenti melangkah.
“Tadi kau terlihat bersemangat dan menentangku, sekarang kau tiba-tiba terlihat bersimpati kepadaku. Apa kau punya dua kepribadian? Atau kau hanya pandai bersikap munafik?” tanya Cakra.
Luna membalas tatapan Cakra.
“Aku kesal karena kau bersikap seakan kau menyalahkanku untuk apa yang terjadi padamu dan Fenny. Tapi aku berpikir lagi dan kurasa aku bisa memahami kekesalanmu. Kita tetap harus menjalani pernikahan ini sampai Fenny kembali nanti,” ucap Luna.
“Kaluna, aku tidak suka dirugikan, jadi meskipun dirimu hanyalah hidangan pengganti yang diberikan oleh keluargamu untuk meredakan kekesalanku setelah kehilangan menu utama, aku akan tetap memakan dan menghabiskannya tanpa sisa,” balas Cakra. Dia kembali maju mendekati Luna.
“Tapi kau mencintai Fenny?!” Luna melangkah mundur.
“Terus kenapa? Kaulah yang menjadi istriku sekarang,” balas Cakra.
“Tidak! Aku tidak mau. Apa kau kehilangan akal sehatmu? Apa kau benar-benar akan tidur dengan wanita yang sama sekali tidak kau cintai?!” Luna mulai panik. Dia tidak menyangka kalau Cakra bahkan tidak mau mendengarkan penawarannya.
“Aku tidak mencintaimu, tapi aku tidak keberatan untuk tidur denganmu. Bukankah seharusnya kau tahu tentang hal itu setelah kau memutuskan untuk menjadi pengantin wanita menggantikan saudara perempuanmu?” ucap Cakra.
Luna menarik napas panjang mencoba menenangkan dirinya.
“Aku sempat berpikir kalau kau adalah orang yang berpikir panjang dan bisa diajak bicara, tapi ternyata aku salah! Kalau memang benar Fenny melarikan diri dengan pria lain, maka kau sama saja karena kau juga ingin tidur dengan wanita lain! Apalagi kau bahkan tidak mencintaiku!” ucap Luna.
Langkah Cakra terhenti. Tatapannya menyiratkan kemarahan dan kekecewaan namun di saat yang sama apa yang dikatakan oleh Luna membuat luka hatinya setelah apa yang dilakukan Fenny kembali terasa menusuk.
Dia kemudian mengusap wajahnya dengan tangan, matanya memerah.
“Keluarga Wiratama kalian benar-benar luar biasa,” ucap Cakra sebelum akhirnya melangkah mundur dan memutuskan untuk meninggalkan kamar di mana dirinya seharusnya menghabiskan malam pengantinnya dengan wanita yang dinikahinya.
Luna masih diam mematung selama beberapa saat sebelum akhirnya dia terduduk lemas di lantai dengan tubuh gemetar.
“Ya Tuhan,” gumamnya pelan. Untuk beberapa saat tadi dia benar-benar merasa sangat ketakutan.