Prolog

1361 Kata
# Luna bahkan belum sempat membongkar kopernya namun saat ini dirinya sudah harus menghadapi kenyataan kalau kedatangannya ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan Fenny seperti yang diminta oleh ayah kandungnya ternyata malah membuatnya untuk menjadi pengantin dalam pernikahan yang seharusnya untuk saudara tirinya itu. “Aku tidak mau!” tolak Luna dengan tegas. Luna tahu siapa Cakra. Saat masih sekolah dulu dia pernah bertemu dengan pria itu dan kala itu Cakra sudah menjadi kekasih Fenny. Hanya sampai di situ, dirinya bahkan tidak benar-benar kenal dekat dengan Cakra. “Apa kau tega melihat keluarga ini dipermalukan? Kau tega melihat Papa dipermalukan oleh semua orang karena pernikahan ini batal?!” tanya Tuan Wiratama. “Bukan aku yang mempermalukan Papa tapi Fenny. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia harus menghilang sekarang dan menolak untuk menikah dengan orang yang dia cintai? Cakra kan kekasih Fenny sejak lama dan hubungan mereka bahkan disetujui oleh Papa dan Tante, jadi apa pun yang Fenny lakukan sudah seharusnya menjadi tanggung jawab Papa dan Tante,” ucap Luna. Saat itu sebuah tamparan tiba-tiba singgah di pipi Luna dan membuat gadis itu terdiam syok. Sementara Nyonya Wiratama yang menampar Luna kini menatap Luna tajam dengan tubuh gemetar. “Apa kau bukan anggota keluarga Wiratama ini?” tanya Nyonya Wiratama. Denny yang melihat kemarahan ibunya kini berusaha menahan Nyonya Wiratama. “Mama sudahlah. Kak Luna berhak untuk menolak. Pernikahan bukan hal yang main-main dan itu menyangkut nasib Kak Luna seumur hidup. Tidak ada seorang pun yang mau menikah dengan orang yang tidak dia cintai,” ucap Denny. Tapi Nyonya Wiratama menepis tangan Denny yang memeganginya. “Jawab Kaluna! Inikah balasanmu setelah semua yang dilakukan oleh keluarga ini untukmu dan ibumu? Kau tidak lebih dari anak haram! Sama seperti ibumu yang tidak lebih dari seorang p*****r yang dengan tidak tahu malu menggoda suamiku dan melahirkan anak haram, dirimu, meskipun dia tahu kalau pria yang menjadi ayah dari anaknya sudah memiliki keluarga! Ini balasan yang kau berikan kepadaku yang dengan sukarela menerimamu sebagai anakku? Dan sekarang kau bahkan menolak memberi bantuan kecil demi Papamu? Demi keluarga ini?!” Nada suara Nyonya Wiratama mulai meninggi. “Mamaku bukan p*****r. Mamaku memang bersalah tapi dia bukan p*****r. Kalau Mamaku p*****r, tidak mungkin Mamaku masih bertahan dengan Papa sampai selama ini dan menjadi istri simpanan Papa yang selalu di abaikan,” ucap Luna dengan mata berkaca-kaca. Sakit rasanya mendengar semua hinaan yang ditujukan padanya dan ibunya. Sekali lagi Nyonya Wiratama melayangkan tamparan di pipi Luna yang satu lagi dan bahkan kali ini Luna tidak bisa menghindar meski harus menerima tamparan yang sama karena semua yang sudah dikatakan oleh Nyonya Wiratama membuatnya merasa sangat rendah. Tuan Wiratama tampak merasa bersalah saat istrinya mengungkit kembali masa lalunya. “Hentikan, itu hanya masa lalu. Aku bahkan tidak pernah menikahinya. Itu hanya sebuah kesalahan masa lalu. Kau tidak harus mengungkitnya saat ini,” ucap Tuan Wiratama. “Bagimu itu hanya masa lalu yang tidak berarti, tapi karenamu dan perempuan itu, anak ini lahir dan selama bertahun-tahun ini apa kau tahu bagaimana perasaanku setiap kali melihat wajah Kaluna?! Setiap kali melihatnya, aku selalu membayangkan bagaimana kalian memadu kasih sampai menghasilkan anak! Aku menekan perasaanku selama bertahun-tahun dan mengizinkan namanya masuk sebagai anggota keluarga Wiratama, menjadi ibunya di atas kertas dan kini balasannya dia menolak untuk menyelamatkan keluarga ini dan nama baik Fenny!” teriak Nyonya Wiratama. Tuan Wiratama terdiam. “Nama baik Kak Fenny sudah rusak karena ulahnya sendiri! Mama tidak bisa menyalahkan Kak Luna karena apa yang dilakukan oleh Kak Fenny! Mama dan juga Papa tidak bisa menyalahkan Kak Luna untuk semua kesalahan yang dulu dilakukan oleh Papa dan Tante Citra. Kenapa setiap kali Kak Fenny melakukan kesalahan, selalu saja Kak Luna yang Mama salahkan? Apa tidak cukup selama tinggal di rumah ini Kak Luna selalu diperlakukan tidak adil hanya karena dia bukan anak kandung Mama?” ucap Denny tiba-tiba. Denny mungkin masih SMA tapi bukan berarti dia anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Sejak masih anak-anak, dia sudah melihat bagaimana pilih kasihnya kedua orang tuanya antara Kaluna dengan dirinya dan kakak kandungnya. Kaluna mungkin anak keluarga Wiratama di atas kertas, tapi dia tidak pernah diperlakukan istimewa seperti dirinya dan kakak kandungnya, Fenny di rumah itu. Kaluna lebih mirip seperti pembantu dibandingkan dengan anak keluarga Wiratama. Nyonya Wiratama kini beralih menatap Denny. “Bahkan kau lebih berpihak pada anak p*****r itu dibandingkan pada kakak kandungmu? Dia anak haram Denny! Dia bukan kakakmu!” ucap Nyonya Wiratama. “Kak Kaluna bukan anak Mama tapi dia anak Papa. Dan aku bukan berpihak pada Kak Kaluna tapi aku hanya ingin Mama sadar kalau Kak Fennylah yang bersalah atas apa yang terjadi sekarang! Bahkan kalaupun kerja sama perusahaan Papa dengan perusahaan keluarga Kak Cakra gagal dan keluarga ini jatuh miskin, itu semua salah Kak Fenny! Mama harusnya sadar itu dan berhenti terus menerus membela Kak Fenny yang selalu saja melakukan kesalahan dan tidak mau bertanggung jawab atas semua yang dia lakukan!” balas Denny dengan suara keras. Kali ini Tuan Wiratama menampar Denny. Bahkan Luna terkejut melihat hal itu karena semarah apa pun, ayahnya tidak pernah menampar Denny dan Fenny, bahkan dirinya. Memang benar untuk kasusnya, sang ayah tidak pernah membela dan terkesan menutup mata saat dia ditindas, dimarahi atau bahkan dipukuli oleh Nyonya Adhiatma, tapi tidak pernah ayahnya memukulnya. Apalagi Denny. Di dalam keluarga Wiratama, Denny adalah satu-satunya anak laki-laki dan sekaligus penerus keluarga itu. “Jangan pernah meninggikan suara di depan Mamamu. Kau tahu kalau itu bukan sikap yang seharusnya di miliki oleh anak laki-laki dalam keluarga ini,” ucap Tuan Wiratama. Denny membalas tatapan ayahnya dengan tajam. “Aku hanya berusaha mengatakan kebenaran dan membuka mata Mama. Laki-laki dalam keluarga ini seharusnya melindungi seluruh anggota keluarganya,” ucap Denny. Kalimatnya ditujukan kepada ayahnya tapi disisi lain dia melirik ke arah ibunya. Tuan Wiratama kini meraih kerah baju Denny “Sejak kapan kau berani meninggikan suara di hadapan kedua orang tuamu!” hardik Tuan Wiratama. Tapi Denny menepis tangan ayahnya dan melepaskan diri. “Sejak aku tahu kalau keluarga ini selalu menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan sendiri,” ucap Denny. Denny menarik lengan Kaluna untuk pergi dari situ. “Ayo Kak,” ucap Denny. “Denny! Kalau kau berani pergi melewati ambang pintu itu, anggap saja kau bukan lagi keluarga Wiratama! Kau juga Luna! Lupakan biaya pengobatan Mamamu!” ucap Tuan Wiratama. Luna menarik tangan Denny. Denny menatapnya protes. “Kak?!” ucap Denny. Dia tidak menyangka kalau Kakak tirinya itu pada akhirnya akan terlihat seperti akan menerima permintaan kedua orang tuanya. Kedua mata Luna tampak berkaca-kaca. Dia tahu ayahnya bersungguh-sungguh dengan apa yang diucapkan saat itu. Denny akan terusir dari keluarga Wiratama, padahal adiknya itu bahkan belum lulus SMA. Selama ini Denny satu-satunya di keluarga itu yang memperlakukan Kaluna seperti keluarga. Selain itu, Luna tidak mungkin mengabaikan biaya pengobatan ibu kandungnya yang sangat mahal dan tidak mungkin dia dapatkan dalam waktu singkat. “Aku akan menggantikan Fenny menikah dengan Cakra,” ucap Luna. “Kak! Bagaimana bisa Kakak menjerumuskan diri Kakak sendiri seperti ini? Menikah itu bukan perkara gampang, seumur hidup Kak Luna akan hidup dengan pria yang tidak mencintai Kakak dan pria yang jelas-jelas dikhianati Kak Fenny! Kakak tidak harus menjadi orang yang selalu menanggung kesalahan ....” “Aku tidak bisa membiarkan Mamaku menyerah dengan penyakitnya dan aku tidak bisa membuatmu terusir dari keluarga ini.” Kaluna memotong kalimat Denny. Denny terdiam. Dia bisa merasakan tangan Luna yang gemetar dalam genggamannya. Luna kemudian secara perlahan melepaskan tangan Denny dan menatap ayahnya dengan tatapan sedih. “Tapi aku juga ingin Papa tahu. Aku melakukan ini demi Mama dan juga demi Denny, karena dialah satu-satunya orang yang memperlakukan aku dan Mama seperti anggota keluarga. Bukan demi Papa dan juga bukan demi keluarga ini. Karena aku sudah tidak ingin lagi berjuang untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang Papa,” ucap Luna. Bersamaan dengan itu, air mata mengalir di pipi Luna. Hari itu, ayahnya membuatnya mengorbankan masa depannya, cita-citanya dan juga kesempatannya untuk meraih apa yang selama ini ingin dia raih demi menutupi kesalahan yang diperbuat oleh anaknya yang lain. Kini Luna benar-benar menyadari kalau ternyata ayahnya tidak pernah menganggap dirinya sebagai putrinya. Dia hanya anak haram. Buah kesalahan ayahnya di masa lalu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN