Darren menggeleng pelan, sekeras apapun ia berpikir Fendi tidak akan berguna bagi mereka malah mereka akan rugi jika mereka yang kalah.
“Diemin aja itu orang gak ada manfaatnya juga, memangnya dia bisa bantu kita dalam hal apa? Lagi pula kita juga akan rugi kalau sampai kalah jadi pembantu sementaranya,” kata Darren yang tak setuju dengan ide Sean karena ia tidak ingin mengambil resiko.
Sean mengangguk membenarkan ucapan Darren memang Fendi tidak akan bisa bermanfaat juga jika dipikir-pikir. Lagi pula masih banyak yang harus mereka pikirkan dari pada sekadar battle game.
“Baiklah, anggap aja dia gak pernah chat apa-apa. Soal game survival yang lauching sendiri gue bener-bener minta maaf, tapi gue beneran gak tahu kenapa bisa begitu. Lagi pula kalau memang gue yang beneran kirim pasti gak akan secepat itu, buat game juga gak mudah apalagi coding gue beneran lemah dibagian itu gak mungkin gue langkahin kalian padahal kalian yang kunci utamanya untuk program ini.” Sean mengatakan itu dengan serius ia tidak ingin ketiga temannya jadi salah paham terhadap ini semua.
Alefukka hanya bisa menghela napasnya pelan bagaimana pun juga ia tahu bahwa itu bukanlah perbuatan Sean karena Sean tidak akan berbuat seperti itu tentu saja karena Alefukka mengenal sifat Sean dari dulu.
“Tapi semua tahu bahwa itu atas nama lo doang bukan atas nama extramers, terus nanti lo bakal bilang apa sama Bu Marni? Dah lah busuk lo mah, gue cabut guys,” kata Darren yang masih marah dengan kelancangan Sean yang membuat mereka harus luntang-lantung.
Sean menggeram kesal mengapa sahabatnya itu susah untuk percaya padanya padahal berapa kali ia mengaku bahwa bukan dirinya yang berkhianat.
“Gue juga cabut deh, gue harap lo bisa membuat solusi atas masalah ini dan gue gak mau berhubungan dengan Bu Marni hanya karena membuat game ekstra instan seperti itu,” ucap Gilang kemudian pergi untuk kali ini saja Darren dan Gilang berpendapat sama.
Di sana hanya tinggallah Alefukka yang tampak merasa kasihan dengan Sean yang sudah berusaha berjuan untuk mereka.
“Kayaknya ini ulah hantu di kost lo deh, An. Gue ngerasa ini ada hubungannya sama hantu yang sering lo ceritain ngeganggu gitu kan,” kata Alefukka yang merasa bahwa itu adalah ulah hantu di kamar Sean.
Sean tertawa mendengar ucapan Alefukka, sahabatnya ini ia rasa paling parno diantara semuanya. Padahal ia tahu bahwa hantu kostannya tidak akan separah itu mengganggunya.
“Gue gak tahu siapa yang upload game buatan gue ke publik Cuma ya lo tau kan gak mungkin game rampung secepat itu? Gak mungkin pembuatan game Cuma melototin komputer doang terus jadi, lah ini gak diapa-apain tiba-tiba rampung,” kata Sean yang merasa kejadian tersebut luar biasa janggal, ia juga sempat terkejut karena game tersebut sudah terkirim ke kontak dosennya yang aduhai itu.
Alefukka dan Sean berusaha memikirkan ini semua, namun sejauhnya mereka berpikir tetap saja tidak menemukan jawabannya. Alefukka maupun Sean tahu bahwa ini bukanlah ulah Darren apalagi Gilang yang selalu mau terima jadinya saja.
“Apa jangan-jangan PC yang lo pungut itu berhantu?” tebak Alefukka yang baru kepikiran tentang PC Sean yang baru saja ditemui, Alefukka merasa janggal dengan orang yang membuang PC yang masih bisa digunakan apa lagi di area kampus seperti itu.
“PC gue? Loh apa hubungannya? Gak mungkin PC gue masa bisa bikin game otomatis gitu? Udah deh jangan berkhayal kayak gitu lo banyakan nonton film horor sih,” kata Sean dengan wajah sedikit sebal.
“Logikanya gini, kalau lo ngerasa hantu di kost lo gak akan berbuat gitu ya berarti ada yang salah dengan PC yang lo pungut. Bayangin aja hari gini udah jaman susah, tapi masih ada yang buang PC masih bagus gitu di area kampus pula? Gue masih gak yakin kalo anak kampus yang buang sekaya apa sih dia buang gitu? Kan mending dikasihin sama orang yang membutuhkan dari pada dibuang jadi rongsokan gitu,” ucap Alefukka dengan wajah serius.
Mendengar penjelasan Alefukka, Sean jadi sadar bahwa PC itu bukanlah PC biasa itu mengapa PC tersebut digeletakkan di belakang gedung kampus yang jarang tersentuh mahasiswa maupun dosen, petugas kebersihan juga jarang sekali membersihkan area itu terbukti dengan halaman yang berantakan tak terurus.
“Gue akan cari tahu ke Pak Iwan barang kali aja dia tahu soal PC yang dibuang di gedung belakang,” kata Sean kemudian memutuskan untuk meninggalkan restoran tersebut menuju kampusnya, begitu juga Alefukka yang langsung mengekori Sean dari belakang. Mereka mengendarai motor masing-masing dan berhenti di sebuah gedung yang selama ini menjadi kebanggaan mereka.
“Lo yakin mau nanya sekarang?” tanya Alefukka saat ia membuka helmnya. Ia merasa bahwa sekarang bukanlah saat yang tepat untuk bertanya karena hari sudah mulai sore Pak Iwan juga pasti sudah pulang jam segini.
Sean yang sedang membenahi rambutnya melihat ke arah Alefukka kemudian memutar matanya malas.
“Gue gak akan bisa tenang sebelum tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, gue gak mau jadi hantu penasaran karena belum tahu jawaban soal PC itu,” ucap Sean kemudian turun dari motor ninja berwarna merah itu. ia memberikan kode pada Aleffuka untuk mengikutinya.
Mereka berdua tampak melihat area sekitar kampus dengan hati-hati, masih banyak pepohonan di dekat kampusnya membuat kampus itu terasa mencekam jika malam tiba.
Perasaan Alefukka mulai tidak enak karena di area kampus yang luas itu sepertinya hanya mereka berdua yang datang, memang kegiatan kampus sampai malam hanya saja di gedung yang ingin mereka selidiki sudah terlihat kosong melompong tidak ada orang.
“Lo yakin nyari Pak Iwan di sini? Dia kayaknya udah pulang lagian setahu gue shiftnya gak sampe jam segini,” ujar Alefukka sambil melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore sudah pasti orang yang dicari tidak akan bekerja dijam segini.
Sean mengangguk paham, ia tahu jam kerja Pak Iwan memang sudah selesai, namun sepertinya Alefukka lupa bahwa rumah Pak Iwan ada tepat di belakang kampus tersebut. Mereka hanya bisa menemui rumah Pak Iwan melalui jalur kampus ini.
“Pak Iwan tinggal di belakang kampus, tahu g**g kecil yang ada di belakang kampus kan? Nah itu adalah jalan jalan menuju rumah Pak Iwan, katanya dia tinggal sendirian di sana, keluarganya ada di kampung.” Sean mengucapkan itu sambil melihat ke arah g**g yang sudah berada di hadapan mereka.