Chapter 10

1587 Kata
"Amir hilang kemarin pagi naik pesawat kargo menuju ke sini," ujar Irfan. "Apa?!" Naufal terbelalak, Lia juga terlihat sama. "Maksud Om Irfan apa? coba jelaskan, Amir hilang bagaimana?!" Naufal berusaha untuk tenang, namun ternyata semakin dia ingin berusaha untuk tenang, semakin ada firasat buruk yang menerpanya dan detak jantungnya memompa kuat. Lia atau Ariella tidak terlihat merespon, dia hanya terbelalak kaget. "Begini, kemarin sekitar jam sepuluh di Jakarta, Amir tidak sengaja naik mobil Aqlam dan Chana ke bandara. Aqlam dan Chana akan ke Raja Ampat untuk berlibur …." Mengalirlah cerita bagaimana hilangnya Amir. Dari dia turun mobil Basri hingga masuk ke dalam mobil Aqlam, lalu masuk ke bandara Soekarno-Hatta dan kardus lukisan mahal yang berisi Amir di dalamnya dimasukkan ke dalam bagasi kargo dan pesawat terbang jauh meninggalkan Jakarta lalu ke Makassar sampai ke bandara Sentani. Askan memperlihatkan beberapa rekaman video atau cctv yang telah dikumpulkan oleh anak buah Basri, Nabhan, polisi dan Tentara pada Naufal dan Ariella. Dug dug dug. Naufal tiba-tiba menyentuh dadanya yang berdetak kuat. Wajahnya terlihat sangat pucat pasi, sepertinya Naufal akan terkena serangan jantung aliran darahnya seakan terhenti. Ariella tetap diam setelah melihat video detik-detik hilangnya Amir. Meskipun dia tidak mencintai Naufal dan tidak setuju mengenai pernikahan mereka, namun Amir tetaplah seorang anak yang lahir dari rahimnya. Meskipun dia berhati dingin, namun kasih sayang keibuan melekat pada kepribadiannya meskipun sedikit tidak seperti kepribadian yang lain. "Amir … anakku …," ujar Naufal bergetar. Mata Lia terbelalak setelah dia melihat mobil yang membawa sepuluh kardus buah hilang dari peredaran. Tubuh Lia tak dapat digerakan dan seperti ada pergolakan batin. Lia berusaha untuk mempertahankan kesadaran dirinya dengan kepribadian kedua miliknya, namun sayangnya kasih sayang keibuan dari kepribadian pertama terlalu kuat ketika melihat hilangnya sang anak. Tiba-tiba mata Lia memerah lalu tergenang air mata. Mulutnya bergetar berusaha untuk membuka dua bibirnya, terjadi perang antara tiga kepribadian sekaligus, mereka berebut agar keluar dan menguasai tubuh Lia. Hal ini membuat Lia hilang fokus dan badannya bergetar. Karena terlalu ngotot tiga kepribadian ingin keluar, tubuh dan otak Lia terjadi blank, mata putih Lia terlihat, sebelum kegelapan menguasai penglihatannya, bibir Lia yang bergetar terbuka dan berucap, "A-amir …." "Aril!" Naufal dengan cepat meraih tubuh istrinya agar tidak jatuh menimpa meja. Telapak tangan Naufal terasa sangat dingin bagaikan es batu. °°° Naufal terpukul. Sebagai seorang ayah, dia sangat terpukul dan merasa sangat kehilangan. Apalagi ketika dia melihat sang istri tidak membuka matanya sudah lebih dari dua jam. "Katanya istri saya akan bangun sebentar lagi, tapi ini sudah lebih dari dua jam setelah dia pingsan, kenapa belum sadar juga?" tanya Naufal. Dokter khusus tentara terlihat agak bingung. Dia kurang mengerti mengenai masalah kejiwaan atau mental dari kapten Lia. "Begini Pak Basri, ini … secara fisik tubuh Kapten Lia tidak ada luka atau apapun, tapi … sepertinya ada yang salah dengan dalam diri Kapten Lia," jawab dokter. Setelah mendengar jawaban dokter, Naufal terdiam. Dia menutup matanya lalu menjambak sendiri rambutnya. Ada yang salah di dalam diri istrinya. Ya, Naufal tahu itu dengan sangat jelas. Ada yang salah. Yang salah adalah, ada tiga kepribadian yang menghuni tubuh istrinya. Askan dan Irfan yang berada di luar ruangan tak bisa berbuat banyak. Kepribadian Ariella belum ada yang bisa dijinakkan atau dimusnahkan. Mereka seharusnya bersyukur semenjak Naufal menikah dengan Ariella, tidak terlalu berbahaya kepribadian kedua dan ketiga Ariella muncul. "Kenapa begini? anakku hilang dan istriku tidak sadar kan diri? ya Allah, apakah ini cobaan lagi kah?" Naufal menggertakkan giginya berusaha sabar dan terlihat waras. Orangtua mana yang akan tenang setelah mengetahui kehilangan anak mereka? Jawabannya tidak ada. Meskipun Naufal menitipkan dua anaknya pada orangtuanya, bukan berarti dia tidak sayang terhadap anaknya. Naufal lakukan itu karena tidak punya pilihan. Pertama, Ariella adalah seorang tentara yang ditugaskan di mana saja termasuk medan perang, tidak mungkin dia membawa serta dua anaknya. Kedua, Adam dan Amir masih kecil, butuh asuhan dia dan Ariella jika mereka tinggal bersama, sementara itu sang istri sering bertugas meninggalkan mereka, dan yang ketiga adalah Naufal ingin selalu melindungi sang istri. Askan melihat Naufal begitu terpukul hingga dia seperti orang gila yang lepas kendali. "Biarkan dia bersama istrinya. Opal butuh menenangkan dirinya," ujar Irfan. Askan mengangguk mengerti. °°° "Liben, cari ko punya baju kecil lalu kasih ke sini, Amil mau pakai," pinta Mace. (Ko=kamu, kau) "Iya, Ma." Liben berdiri dari duduk lalu segera ke kamarnya. Dia senang melihat sang ibu melap badan Amir. Anak itu terlihat kooperatif, dan penurut juga lucu dan manis. Wajah Mace terlihat iba, matanya memerah setelah melihat dua lengan Amir yang tergores semak-semak. "Oo Tuhan e, kenapa anak kecil begini bisa ilang jalan kah? sa pung sayang apa jua," ujar Mace sambil mengusap sayang kepala Amir. (Oh Tuhan, kenapa anak sekecil ini bisa hilang jalan? saya paling sayang) "Um … pelut Amil sakit, Mace," ujar Amir memelas sambil mengusap perutnya. "Anak lapar kah?" tanya Mace. Amir menggeleng. "Mau pup," jawab Amir. "Pup?" Mace mengerutkan keningnya agak bingung. "Itu … mau ke wc … um buang ail," ujar Amir, wajahnya terlihat tidak tahan. "Ah mau bera!" Mace langsung berseru tahu. (Bera=b***k, pup, *buang air) "Liben, ambil lampu ke belakang rumah cepat! Amil mau bera! eh! ko ambil baju paling lama sampe su satahun ini!" Mace terlihat melotot. (Su satahun= sudah setahun) Perumpamaan majas hiperbola. Liben berjalan keluar buru-buru dari kamar sambil membawa sebuah baju. "Mama, cuma baju ini saja yang kecil." "Sudah, pake saja," balas Mace. Mace mengambil cepat baju yang diberikan Liben lalu dipakaikan ke badan Amir. "Ambil lampu lalu ke belakang rumah, Amil mau bera!" perintah Mace "Iyo," sahut Liben. Mace menggendong Amir ke belakang rumah lalu Liben membawa lampu. "Anak, ko pup saja di sini dulu," ujar Mace. "Eh? di belakang lumah?" Amir terlihat bingung. "Iya, pup saja tra apa-apa, besok baru Mace kasih bersih," jawab Mace. (Tra = tidak) Amir ingin mencari tempat sanitasi yang layak, namun sepertinya tak ada, sebab tidak ada cahaya yang dipancarkan dari listrik melainkan dari lampu minyak. Alhasil Amir hanya bisa menurut untuk buang air besar di belakang rumah Mace. "Mace, jangan lihat ke sini yah … Kaka Liben lihat tempat lain," ujar Amir agak malu. "Hum, ok ok." Mace dan Liben mengangguk mengerti. °°° "Tidak bagus, Ariella pingsan dari tiga jam yang lalu dan sampai sekarang belum sadar," ujar Ben. Dia memijat belakang lehernya yang tegang karena masalah ini. "Ya Allah, Ben …." Popy terlihat khawatir. Finisa yang masih berada di rumah sang mertua terlihat ikut khawatir. "Kang Mas, itu teh pasti Aril syok karena Amir hilang atuh," ujar Lilis ke arah Dimas. Kepala Dimas terasa nyut-nyutan sebab dia selama satu hari ini tidak tidur. Dia memantau tentang kabar pencarian Amir oleh anak buah Basri. Jika Amir tidak ditemukan dalam waktu dekat dan sang kakek bangun lalu tidak menemukan keberadaan Amir, maka dia tidak tahu apalagi yang terjadi. "Ya Allah … cobaan apa ini," gumam Dimas berhati susah. "Opal bagaimana? dia sudah tahu kan? lalu itu kabar pencarian bagaimana?" tanya Popy. "Kata Irfan, Opal terpukul dan dia seperti tidak menerima jika anaknya hilang. Sedangkan pencarian Amir belum ada hasil," jawab Ben. Popy mulai terisak. "Ben … ini karena Poko nggak bisa jaga Amir … Poko nggak becus jaga cucu Poko … dulu Chana dan Opal hampir tiada karena Poko nggak becus jaga mereka … sekarang cucu yang Opal titip untuk Poko jaga malah hilang …." Ben memeluk istrinya. Apa yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Hati Ben terlihat susah. Dia tidak lagi fokus pada anak bungsunya yang tak jadi pulang ke Indonesia, sekarang dia fokus pada pencarian sang cucu. °°° "Aqlam … Nak, tolong cari Amir … kamu di sana yang dekat dengan tempat itu … Ibu mohon, Nak." Atika terisak lirih sambil memohon. Dia sedang menelepon sang anak. "Baik, Bu. Aqlam sudah berada di Jayapura, sekarang sedang melakukan pencarian Amir," balas Aqlam. "Ya ya ya, cari Amir. Aqlam, tolong cari Amir … dia masih kecik, Nak. Masih kecil …." Atika terisak kuat tak lagi pelan. Alya mengusap punggung Atika. Untuk sekarang ini, menantu Atika tak ada di tempat, dia yang menjadi salah satu menantu Basri mempunyai kewajiban untuk melihat Atika. "Ya, baik. Tolong secepatnya, kita tidak bisa kalah dengan waktu," ujar Gaishan untuk orang di seberang telepon, dia menelpon anak buah Nabhan. "Bang, belum ada kabar dari sana tentang Amir?" tanya Fathiyah. Gaishan yang baru saja menutup panggilan telepon melirik ke arah istrinya. Wajah Gaishan terlihat jelek dilihat. "Karena kekacauan di sana, terpaksa beberapa anak buah Basri harus berurusan dengan beberapa anggota kelompok pemberontak, karena ini pencarian Amir tidak maksimal." "Ya Allah … huuuh …." Fathiyah yang telah tua itu terlihat khawatir. "Sayang, aku akan melihat kondisi Om Randra, beliau belum sadar karena syok," ujar Gaishan. "Aku ikut. Biarkan Fattah dan Alya yang melihat Atika di sini," ujar Fathiyah. Gaishan mengangguk. °°° "Um … Mace … sudah … itu tidak ada air?" tanya Amir. Dia belum beradaptasi dengan lingkungan baru. "Oh tunggu, Anak. Mace ambil air dulu." Mace buru-buru mengambil air di tempat air di samping rumah. Setelah itu Mace ingin mencebok Amir, namun Amir menolak. "Mace, Amil bisa sendili," ujar Amir. "Bisa sendiri?" tanya Mace. "Um, bisa sendili," sahut Amir. …. "Huuu pelut Amil lega." Amir menghirup napas lega setelah mengeluarkan panggilan alam yang dari kemarin tidak dikeluarkan. Mungkin karena terlalu banyak makan buah selama sehari, perutnya terasa mules. Kryuuk kryukk kryuuk! "Um?" Amir mengerutkan keningnya. Dia melirik ke arah Mace, Pace dan Liben. "Um … Amil lapal." Mace tersenyum. "Mari makan, Anak. Tunggu Mace ambil makan dulu." Amir mengangguk senang. "Ok." °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN