Chapter 34

1585 Kata
"Dapat satu lagi!" seru Amir senang. Jari-jari kecilnya dengan cepat menjepit badan ulat sagu dan memasukkannya ke dalam bakul kecil yang dia diselipkan di depan dadanya. Seperti tas ransel, namun itu bakul anyaman kecil. Amir menikmati mencari ulat sagu, dia sangat senang dengan aktivitas ini. Beberapa saat kemudian Amir merasa terganggu karena agas-agas berterbangan di sisinya, bahkan mengelilingi tubuhnya. Daerah hutan yang ada rawa tempat pohon sagu tumbuh memang banyak agas dan serangga lainnya. "Ck! agas-agas apa ini e?! bikin ganggu Amir ada cari ulat sagu saja!" Amir terlihat dongkol dengan agas-agas yang banyak. Gaya bicaranya persis seperti orang Papua. Tak berapa lama, datanglah sepupu agas, yaitu nyamuk. Nyamuk-nyamuk hutan mulai bernyanyi di sekitar telinga Amir, mereka berlomba bernyanyi di telinga Amir seakan siapa yang suara nyanyiannya lebih bagus. "Hiiis! agas dan nyamuk ini memang bikin ganggu saja!" keluh Amir sambil berdecak. Agas dan sepupunya jelas mengganggu aktivitas Amir yang sedang mencari ulat sagu. Karena agas dan nyamuk, Amir tidak fokus mencongkel batang sagu busuk. Dia mengedarkan pandangannya dan melirik ke arah Pace. "Pace, ini nyamuk dan agas paling mengganggu Amir cari ulat sagu, usir agas-agas dan nyamuk ini bagaimana kah?" tanya Amir, dia menggertakkan giginya dongkol. Pace melirik ke arah Amir, benar sekali banyak nyamuk dan agas yang berusaha untuk mendekat ke arah anak angkatnya. Pace berjalan ke arah Amir lalu mengipas daerah sekitarnya. "Ini boleh bakar sesuatu, tapi kita tidak bisa bakar sesuatu karena di sini basah," ujar Pace. "Adoh, baru agas kapala batu ini mau saja urung ko. E Martius, ko coba pi cari barang apa kah yang kering lah bakar di sini, agas dan nyamuk ini paling bikin pusing!" Pace langsung memerintahkan Martius. (Kapala batu = kepala batu, pembangkang. Urung = mengurung, mengelilingi. Pi = pergi) "Yo Bapa." Martius mengangguk mengerti. Dia pergi mencari dahan atau sesuatu yang kering untuk dibakar. "Kalau kita yang dapat gigit tra apa-apa sudah, tapi ini Amir yang dapat gigit, bintol-bintol sudah!" ujar Pace sambil berusaha untuk mengusir agas dan nyamuk. (Bintol-bintol = bentol-bentol) Amir merasa bahwa Pace melindungi dirinya, jadi tanpa rasa berdosa dia kembali mencongkel pohon sagu busuk untuk mencari ulat sagu. Mencari ulat sagu adalah hal baru baginya. Hal baru bagi Amir pastilah membuatnya bertambah semangat. Apalagi setelah beberapa saat mencari ulat sagu, Amir merasakan perasaan senang yang memuaskan. "Pace usir agas dan nyamuk nanti Amir yang cari ulat sagu e," ujar Amir polos tanpa dosa. "Iya, Anak. Ko cari ulat sagu sudah," balas Pace. Tangan Pace mengibas sekelilingnya agar agas dan nyamuk tidak mengganggu Amir. Ujung golok mini membelah bagian kecil sagu busuk. Kawanan ulat sagu menggeliat seperti baru bangun tidur, mata Amir terlihat terbelalak senang. "Pace! ini paling banyak sekali e!" teriak Amir membahana. Pace menunduk ke arah Amir yang berada di dalam kolam pohon sagu. Badan kecil Amir muat di dalam pohon sagu itu. Benar saja, kawanan ulat sagu hendak merayap masuk ke dalam lubang-lubang kecil atau rongga kecil yang ada. Amir meletakan golok mini di sampingnya dan dua tangannya dengan cepat mulai mengambil ulat sagu itu dan memasukkannya ke dalam bakul kecil miliknya. Pace, "...." Sangat terheran dan takjub dengan apa yang dilihat. Tidak disangka, Amir membawa banyak keberuntungan untuk mereka. Amir sedang memungut ulat sagu dengan khidmat, dia tidak peduli dengan sekelilingnya. Yang dipedulikan anak itu adalah memasukkan ulat sagu ke dalam bakul. Setelah tidak lagi ada ulat sagu, tangan kanan Amir kembali meraih golok mini dan mulai mencongkel bagian batang pohon sagu busuk lainnya. Ulat sagu terlihat lagi. "Ah! kalau begini Amir suka! ayo keluar! jangan malu-malu!" ujar Amir sambil menarik keluar salah satu ulat sagu yang hendak masuk lagi ke dalam lubang. "Hehehehe! dapat kau!" seru Amir. "Oh! mau kabur lagi!" Amir buru-buru memencet ulat sagu yang akan kabur. Pace tersenyum geli saat melihat betapa senangnya Amir memencet ulat sagu. Amir sangat beruntung, di bagian pohon sagu yang busuk itu, banyak sekali ulat sagu. Tak sampai setengah jam dia memungut ulat sagu, bakul kecil yang menyerupai tas ransel kecil itu telah penuh. Martius datang membawa ranting dan daun kering. "Bapa, sa su dapat ranting kering ini, mau bakar di mana?" tanya Martius. (Sa = saya. Su = sudah) Hal itu bertepatan dengan Amir mendongak ke arah Pace. "Pace, bakul sudah penuh ini, kita pulang ayo!" Kryuuk kryukk! "Ouh! sa su lapar e," ujar Amir. Logat Papua kentara sekali. Pace mengangguk. "Kita pulang." Martius berkata, "Bapa, tra jadi bakar ini ranting kah?" Pace menggeleng dan berkata, "Bawa pulang itu kayu untuk jadi kayu bakar. Amir sudah lapar." Martius mengangguk mengerti. Amir melihat ke arah Liben yang masih mencari ulat sagu. "Kaka Liben, mari kita pulang sudah, bakul sudah penuh ini!" Amir menunjuk bakul yang ada di depan dadanya. Liben mendongak dari mencari ulat sagu, ketika melihat banyaknya ulat sagu yang memenuhi bakul Amir, bibir Liben kelu tak bisa berkata-kata lagi. Satu hal yang ada di dalam pikiran Liben. Beruntung sekali anak ini. Karena Pace sudah memutuskan untuk pulang, maka semua orang pulang. Mereka tidak lagi mencari ulat sagu. Kali ini yang menggendong Amir di belakang bukanlah Liben melainkan Pace. Amir tersenyum senang. "Uuuh! badan Pace tinggi jua! Amir rasa mau terbang!" seru Amir keenakan naik di punggung Pace. Pace tersenyum geli. Amir melihat daerah sekelilingnya, hutan lebat dan padat pepohonan, jalan yang mereka lalui agak gelap karena terlalu lebatnya hutan. "Pace," panggil Amir. "Ya, Anak?" sahut Pace. "Punggung Pace hangat e, sa suka," ujar Amir sambil meletakan sebelah kanan pipinya menempel di punggung hangat Pace. Punggung Pace hangat, apalagi Pace tidak memakai baju atasan, sentuhan antar kulit Amir dan kulit Pace membuat Amir merasa nyaman. Pace tersenyum. "Ko dingin kah Anak?" tanya Pace. Amir mengangguk tanpa memisahkan tempelan pipi dari punggung Pace. "Amir rasa dingin, Pace." Pace melirik ke arah Martius. "Martius, buka ko punya rok lah kasih pakai ke Amir. Anak ini dia dingin." Martius mengangguk. Dia segera membuka rok rumbai yang dipakai, hanya tersisa celana kain pendek yang dipakai saja oleh Martius. Kemudian Martius memakaikan rok rumbai itu ke badan Amir. Dia mengikatnya pelan ke leher Amir agar rok rumbai itu menutupi seluruh badan kecil Amir. "Terima kasih Om Tius," ujar Amir. Martius mengangguk. "Sama-sama, Amir." Dalam perjalanan pulang, Amir merasa mengantuk. Mungkin karena lelah mencari ulat sagu, anak itu tertidur di atas punggung ayah angkatnya. "Hum … Amir suka punggung Pace … punggung Pace hangat …," gumam Amir sambil menutup mata. Martius melirik ke arah mata Amir yang sudah tertutup rapat. "Bapa, Amir sudah tidur." Pace mengangguk. "Kastinggal sudah, biarkan dia tidur," balas Pace. (Kastinggal = biarkan) °°° "Mama kita sudah pulang," ujar Liben. Mace yang sedang memotong sayur melihat ke arah Liben yang sedang berjalan masuk ke rumah lalu mendekati dirinya. "Mana Amir?" tanya Mace. Itu adalah hal pertama yang harus Mace tanyakan. Amir adalah prioritas Mace setelah dia datang dan tinggal dengan mereka. Apalagi sudah sebulan lebih, Mace sudah menganggap Amir sebagai anaknya sendiri. "Ada gendong di Bapa. Dia sudah tidur e pas kita jalan pulang," jawab Liben, dia meletakan bakul penuh ulat sagu di samping Mace. "Mama, ini Amir yang punya hasil cari ulat sagu hari ini," ujar Amir. Mace yang melihat bakul penuh ulat sagu, "...." Tak bisa berkata-kata. Beberapa detik kemudian Mace melihat Pace memasuki rumah dengan menggendong Amir yang sedang tertidur di punggungnya. "Pantas saja dia tidur, dia cari ulat sagu banyak begini bagaimana tidak lelah," ujar Mace sambil geleng-geleng kepala. Pace mengangguk. "Anak ini paling senang sekali kalau kita pergi berburu, cari ikan dan udang atau bahkan cari ulat sagu. Dia tra pernah takut atau rasa gali. Malah dia senang dan berani," ujar Pace (Gali = geli/jijik). Mace mengangguk. "Dan selalu saja di setiap kita punya langkah cari makanan di hutan itu. Selalu saja bawa pulang banyak. Anak ini berkat e," ujar Pace. Mace mengangguk. "Taruh dia di kamar sudah, Bapa. Nanti sore sa mau masak air panas untuk kasih mandi dia," ujar Mace. "Iya Mama. Kasih mandi dia dengan air panas. Agas dan nyamuk tadi gigit dia, sa sampe sayang skali e," balas Pace. Mace mengangguk mengerti. "Mama, ini ulat sagu mau dibakar jua?" tanya Liben. Mace melirik ke arah ulat sagu di dalam bakul. "Mama mau tunggu Amir bangun biar dia yang putuskan," jawab Mace. Liben mengangguk mengerti. Pace memasuki kamar Liben dan meletakan pelan Amir ke tempat tidur. Jingjing dan Cingcing terlihat masuk ke dalam kamar, mereka ingin bergabung tidur bersama Amir. Keseharian Jingjing dan Cingcing adalah menunggu pulangnya Amir–teman mereka. Dua hewan itu telah terbiasa berinteraksi dengan Amir. Setelah meletakkan Amir di tempat tidur, Pace keluar dari kamar Liben dan duduk di tengah rumah. "Besok kita mau ke tempat sagu untuk tebang satu pohon yang sudah bisa diambil sagu," ujar Pace. Mace yang melanjutkan memasak sayur melirik ke arah Pace. "Itu bagus Bapa. Persediaan makanan banyak supaya kita jangan pergi jauh-jauh cari makanan lagi." Pace mengangguk. Mace bertanya, "Kira-kira situasi di kota su tenang atau belum?" Pace melirik ke arah Mace, dia terdiam beberapa detik. "Sa belum tau," jawab Pace. Mace mengangguk mengerti. "Tapi ini sudah lebih dari satu bulan kerusuhan, sa rasa pemerintah dan tentara sudah mengamankan situasi di kota," ujar Pace. Mace mengangguk mengerti. "Tapi meskipun situasi di kota sudah tenang, kita tra bisa ambil resiko untuk bawa pulang Amir ke kota, sebab dalam perjalanan nanti kita bertemu dengan anggota pemberontak. Kalau sesama orang asli Papua tra apa-apa, tapi kalau mereka lihat Amir, pasti jadi masalah," ujar Pace setelah menganalisis. Mace mengangguk mengerti. "Sa mengerti, Bapa. Tra apa-apa Amir tinggal di sini. Sa bahkan senang dia tinggal di sini lama." Pace mengangguk setuju. °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN