Chapter 12

1621 Kata
Yoke, pria yang berusia sekitar pertengahan tiga puluhan melihat ke arah Pace yang sedang serius membersihkan koteka kecil. "Bapa, itu ada bikin apa?" tanya Yoke. "Ada kasih bersih ini koteka untuk Amil mau pakai," jawab Pace. "Ah, Amil mau pake ini kah?" tanya Yoke dengan raut wajah agak kaget. "Yo. Itu anak dia bilang tidak ada celana dalam, pakai ini sudah iko dia punya mau," jawab Pace. (Iko=ikut) Yoke manggut-manggut mengerti. "Lah itu anak dia ada mana?" (Lah=lalu) "Liben ada bawa dia main deng anana," jawab Pace. (Deng=dengan, anana=anak-anak) "Bagitu sa ka sana dulu e, mau lihat Amil," ujar Yoke. (Begitu saya ke sana dulu yah) "Um." Pace hanya menyahut singkat. Dia sibuk membersihkan bagian dalam koteka agar nanti jika koteka itu dipakai Amir, tidak ada sesuatu yang melukai atau kotor mengena bagian tubuh Amir. Mace datang duduk tak jauh di depan Pace. "Su lama lai e Bapa, ini koteka padahal tanda mata dari Maipe dulu-dulu sebelum dia mati." (Sudah lama) "Kasih sudah untuk Amil, Ma," balas Pace. Mace mengangguk. "Itu anak dia senang sekali e main deng anana yang lain, anana juga suka dia lai," ujar Mace. Setelah mengucapkan ini, Mace membuang air ludah warna merah efek dari makan pinang. "Um, sa senang." Pace mengangguk puas. (Sa=saya) Tak jauh dari rumah Pace dan Mace, Amir sedang duduk bersama anak-anak yang lain. "Papa Opal kuat, apalagi Mama Alil, bisa tembak olang jahat pum! mati," ujar Amir sambil memperagakan tembakan *pistol lalu orang yang tewas. "Wuuaaaaahh!" semua anak-anak terkesima. "Pantas saja Amil, ko ini hebat iko ko pung bapa dan mama, bisa tembak orang jahat sampe mati itu kemarin bukan main!" seru salah seorang anak yang menjadi korban k*******n anggota pasukan pemberontak. (Kau ini hebat ikut kau punya bapa dan mama) "Iyo e, Amil ini paling hebat, iko dia pung mama dan bapa," timpal anak lain. "Yo, Amil e, sa penasaran bagaimana wajah itu ko pung bapa dan mama," ujar salah seorang anak. (Saya penasaran bagaimana wajah kau punya bapa dan mama) "Oh tenang tenang, nanti Amil kasih kenal Kaka Mepe dengan Papa Opal dan Mama Alil," balas Amir. "Ok e, ko janji!" Mepe terlihat bersemangat. "Amil janji Kaka Mepe," balas Amir terlihat tegas. Yoke tersenyum ketika melihat Amir membicarakan mengenai kehebatan orangtuanya. Anak yang baru sehari tinggal bersama kelompok suku mereka itu terlihat tidak takut dan mudah bergaul. "Sa tra heran kalau apa yang itu anak bilang betul, berarti dia iko dia pung mama dan bapa," ujar seorang wanita berusia sekitar awal tiga puluhan. (Saya tidak heran kalau apa yang anak itu bilang Neul, berarti dia ikut dia punya mama dan bapa) "Ona, itu anak paling cepat baku damai deng anana," ujar Yoke. Ona mengangguk. Tiba-tiba segerombolan laki-laki datang ke arah rumah Pace, mereka ada sekitar enam orang, dua orang di antara mereka memikul hewan berbulu dan berwarna hitam. Bugh! Hewan itu dibanting tak jauh dari rumah Pace. "Bapa, ini torang su dapa *babi ini, untung itu ada yang lewat di pinggir kali kacil lah tong pana akang," ujar seorang pria, dia berusia sekitar pertengahan tiga puluhan. (Bapa, ini kota sudah dapat babi ini, untung itu ada yang lewat (babi) di pinggir sungai kecil lalu kora panah) (Tong/torang=kita/kami) *kata 'akang' mengacu pada objek yang sedang dibicarakan. Amir yang tadi sedang ceria menceritakan mengenai kehebatan orangtuanya itu mengalihkan pandangan ke arah *babi hutan yang diikat di sebuah kayu pikul. "Um? itu … babi?" tanya Amir terlihat menjatuhkan rahangnya. Liben mengangguk. "Betul Amil, itu babi." Pace terlihat berjalan dari belakang rumah mengelilingi samping rumah yang kecil ke arah enam orang yang tadi membawa babi hutan. "Nah, bikin akang sudah untuk makan," ujar Pace, dia melirik ke arah Amir yang melihat penuh perhatian ke arah di mana babi hutan diikat. "Kasih Amil bagian banyak." "Hum?" Amir melirik ke arah Pace. "Amil mau makan toh?" tanya Pace. Amir tersenyum, lalu dia menggelengkan kepalanya. "Pace, Eyang Lan bilang olang muslim tidak makan babi …." Pace dan orang-orang terdiam untuk beberapa detik. Pace melihat wajah Amir yang memang wajah itu tidak terlihat bersalah atau penuh dosa. Sekarang mereka tahu satu kebenaran dari anak yang mereka bawa ke tempat tinggal mereka. "Amil mau makan ayam … um … sup tulang sapi juga enak, Eyang Lan suka itu kalena sudah tua … Amil juga mau makan sate … tapi Eyang Lan bilang babi itu Amil tidak bisa makan …," ujar Amir memelas sambil mengusap perutnya. Anak dua setengah tahun ini terlihat sangat pintar. "Waktu itu Eyang Lan tunjuk gambar babi pink, Eyang Lan bilang Amil tidak boleh makan itu … tapi sama saja bentuknya dengan babi walna pink, cuma hanya babi yang ini walna hitam." Amir terlihat berpikir. "Kaka Liben bilang ini babi, belalti memang ini babi yang beda walna," ujar Amir. Pace melirik ke arah enam orang yang tadi membawakan hasil buruan babi hutan. "Polo, ko pigi tangkap burung utang satu, cepat!" (Pigi=pergi, utang=hutan) Polo mengangguk. "Sa ikut!" Yoke mengajukan diri untuk ikut menangkap burung. °°° Askan terlihat duduk di sebuah akar pohon besar. Seorang bodyguard Basri membawakan sebotol air dan memberikannya pada Askan. "Tuan, air Anda." "Terima kasih," ujar Askan. Bodyguard Basri itu mengangguk. Askan meneguk beberapa tegukan air untuk membasahi tenggorokannya. Dari pagi hingga siang, anjing pelacak yang mereka gunakan untuk membantu pencarian Amir hanya berputar-putar di tempat yang mereka berdiri atau duduk itu. Dari belakang Askan, Aqlam berjalan mendekat ke arah Askan. "Alat sensor hidup tidak menemukan keberadaan atau tanda-tanda kehidupan manusia berjarak lima kilometer dari sini," ujar Aqlam, suaranya terdengar kurang dingin seperti biasanya. Askan menggertakkan giginya. "Sudah dua hari Amir hilang dan kita baru menemukan kardus yang diduga ada dia di dalamnya, jika pencarian seperti ini, maka Amir benar-benar hilang." "Saat orang-orang Nabhan memasuki hutan sejauh lebih dari lima kilometer dari sini, mereka bertemu dengan beberapa anggota kelompok pemberontak yang terluka. Setelah membawa mereka keluar dari hutan, tidak ada tanda-tanda manusia yang ditangkap oleh sensorku," ujar Aqlam. Wajah Aqlam terlihat serius ke arah Askan. "Mereka sedang diinterogasi." °°° "Hah, kami sudah bunuh banyak anak-akh!" Bugh! Bugh! Naufal tidak tahan setelah mendengar jawaban dari salah satu anggota kelompok pemberontak yang tertangkap karena luka di bagian dua kakinya. Naufal melayangkan pukulan keras ke arah wajah anggota kelompok pemberontak itu lalu menarik kasar kerah bajunya hingga robek. "Aku tanya sekali kali, apa kau melihat anak kecil baju warna merah?" tanya Naufal. "Oh, anak luar? cuih, tidak akan aku biarkan hidup jika aku melihat-" Krek! "Opal!" wajah Irfan terlihat kaget ketika dia melihat dengan mata kepalanya sendiri Naufal memutar leher salah satu anggota kelompok pemberontak itu dan orang itu baru saja mati. Naufal sekarang benar-benar kalap. Dia marah dengan perbuatan dari anggota kelompok pemberontak yang telah membunuh banyak dan warga sipil yang tidak bersalah dan tak tahu apa-apa. "Kami tidak lihat! tugas kami adalah menyandera masyarakat sipil yang kami lihat, dan mereka yang kami sandera itu ada dua orang yang membawa mobil pikap!" ujar salah seorang anggota kelompok pemberontak. Naufal melirik ke arah pria itu lalu memperlihatkan gambar mobil pikap yang mereka kejar dua hari yang lalu. "Yang ini?" "Ya," jawab anggota kelompok pemberontak itu. "Kau lihat anak kecil yang memakai baju warna merah?!" tanya Naufal. Detak jantungnya berdetak tak karuan, dia berharap bahwa salah satu dari mereka melihat anaknya yang bernama Naufal itu. "Tidak lihat," jawab anggota kelompok pemberontak itu. "Coba ingat lagi, coba kau ingat lagi!" Naufal tetap memaksa pria itu untuk mengingat. Irfan terlihat susah menelan ludahnya. s**l sekali, tidak ada yang melihat keberadaan Amir. °°° "Telima kasih Om Yoke, bulung bakar ini enak," ujar Amir, dia tersenyum ke arah Yoke. Yoke mengusap sayang kepala Amir. "Um, kalau enak, ko makan semua sampe habis." Amir mengangguk. "Ok." Amir makan namun dia memberikan beberapa bagian untuk Jingjing, sedangkan Cingcing makan ubi bakar. Jingjing dan Cingcing tidak pemilih, mereka makan apa yang Amir berikan. "Jadi ini anak dia islam?" tanya salah seorang wanita. Ona mengangguk. "Yo, Maeta e. Tadi dia sendiri yang bilang." Maeta manggut-manggut mengerti. "Tapi dia masih kecil, tra papa kasih dia makan itu babi-" Maeta langsung menutup mulutnya saat Pace melirik ke arahnya. "Kalau misalnya Amil kasih tinggal Ako bagitu sa lalu dapa tembak dari dong, itu tra apa-apa lai?" tanya Pace. (Kalau misalnya Amil meninggalkan Ako begitu saja lalu tertembak dari mereka, itu tidak apa-apa?) Maeta menunduk diam. "Eta, ko bicara mulu ringan saja, co ko diam saja," ujar Mace agak emosi. (Eta, kamu bicara mulut cerewet, coba kai diam saja) "Yo, Mama e, sa salah," ujar Eta. "Pace, koteka Amil bagaimana?" tanya Amir. Rupanya dia tidak melupakan koteka yang tadi pagi dia lihat. "Beres, Anak. Mace su kasih kering, tinggal Anak pakai saja," jawab Pace. "Ok." Amir menyahut sambil menaikkan jempolnya ke arah Pace. °°° "Cari terus hingga radius dua puluh kilometer dari tempat mobil pikap itu berada, jika masih tidak ada hasil, terus cari hingga lebih dari radius dua puluh kilometer," ujar Aqlam. "Baik, Tuan!" sahut para bodyguard Nabhan serentak. Mereka membubarkan diri untuk kembali bekerja mencari keberadaan tuan kecil Basri setelah mereka istirahat sejenak dari satu hari lebih pencarian. "Tuan, dalam radius lima belas kilometer dari sini, tidak ada tanda-tanda adanya kelompok pemberontak," ujar bodyguard Nabhan a. "Terjunkan helikopter, saya akan mencari lewat jalur udara!" perintah Aqlam. "Baik, Tuan!" Di sisi hutan lain, Naufal dan Ariella sedang serius mencari keberadaan Amir. Namun, sesuatu terjadi. Dor dor! "Kurang ajar!" Naufal langsung memposisikan dirinya di depan badan Ariella dan langsung membalas tembakan dari musuh. Kenapa di saat dia sedang kalap mencari keberadaan anaknya, musuh malah melakukan perlawanan? Naufal sangat kesal, dia tidak punya waktu untuk memberikan kesempatan hidup pada mereka yang telah mengganggunya. Sedangkan di sisi lain hutan, Askan dan beberapa bodyguard Basri sedang serius melakukan pencarian mereka. "Sudah hampir malam dan belum juga ada hasil," ujar Askan. °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN