Bab 6. Firasat Seorang Ibu

1024 Kata
"Nah kita udah sampai. Ayo aku antar sampai ke dalam. Sekalian, aku mau pamit sama Mama kamu," ucap Russell seraya membuka helm dan meletakkan di atas motor. Sementara Lily, hanya bergeming dengan tatapan kosong. Russell baru akan melangkah. Namun Lily, mengatakan hal yang membuat gerak langkah kaki Russell terhenti. "Kita selesaikan sampai di sini sekarang juga!" cetus kalimat, yang membuat Russell dengan cepat menoleh kepada Lily. "Ha? Apa kamu bilang?" tanya Russell dengan kedua alis yang hampir saja menyatu. "Kita selesaikan sekarang. Aku mau putus. Aku nggak mau ada hubungan apapun lagi sama kamu." Sebuah kalimat yang terlontar dari mulut Lily dan membuat kedua kelopak mata Russell terbuka lebar-lebar. "Are you kidding me? That's not funny!" ucap Russell dengan penuh penekanan. Ia tidak merasa melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Tapi kenapa Lily mau mengakhiri hubungan diantara mereka berdua. Lily memutar kepalanya. Menatap Russell yang berada di sampingnya dengan begitu lekat. "I'm so serious. Let's break up!" Lagi-lagi kalimat itu yang Lily berikan kepada Russell. Russell terperangah. Ia masih belum percaya, bila kata-kata itu keluar dari mulut Lily sendiri. "Tapi kenapa??? Aku salah apa? Kenapa tiba-tiba jadi begini?" pertanyaan yang Russell layangkan, dan berharap, Lily mau menjawab dengan sejelas-jelasnya. "Nggak ada yang salah. Aku cuma capek. Aku nggak mau jalin hubungan dengan siapapun. Jadi, kita selesai ya? Maaf, kalau selama ini, aku punya banyak kesalahan kepada kamu," ucapan terakhir yang Lily ucapkan, sebelum ia pergi meninggalkan Russell yang sedang diam terpaku, karena semua kata-kata Lily yang begitu mengejutkan baginya. Satu bulan kemudian... Lily baru saja terbangun dari tidurnya. Ia membuka kelopak matanya perlahan dan bangkit dari posisinya. Kini, ia pun duduk sambil memijat ruang diantara kedua matanya. Mencoba untuk menghilangkan rasa pusing yang tiba-tiba saja menyerang, tatkala ia yang baru saja membuka mata. Tiba-tiba saja. Ada rasa yang begitu menggelitik di dalam perut Lily. Perlahan rasa itu naik ke kerongkongannya. Dahi Lily mengerut. Ia membekap mulutnya dan menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu berlarian ke kamar mandi. Lily membungkukkan di depan wastafel dan memuntahkan cairan kuning, yang terasa pahit di mulut. Lily mengatur napasnya. Setelah bersusah payah memuntahkan isi perutnya tadi. Kini, ia pun membasuh mulut dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Dihempaskan nya tubuh Lily ke atas ranjang miliknya dan meringkuk seperti udang di atas sana. Tubuhnya benar-benar terasa lemas dan tak bertenaga. Apa mungkin ia sedang sakit? Kenapa begitu tiba-tiba seperti ini? Rasa-rasanya, ia tidak salah memakan apapun kemarin. "Lily?" panggilan dari luar kamarnya oleh sang Mama disertai ketukan pintu. "Masuk aja, Ma. Nggak dikunci," perintah Lily yang tidak sanggup lagi rasanya untuk bangun dari atas tempat tidur. Pintu dibuka perlahan dan Jasmine sudah disuguhkan dengan pemandangan putri sulungnya yang tengah meringkuk di atas tempat tidur. "Kok masih tidur? Ini sudah jam berapa? Kamu tidak ke sekolah??" tanya Jasmine yang masuk ke dalam kamar putrinya itu, lalu menyibakkan gorden bermotif bunga sakura, agar sinar mentari pagi bisa masuk dengan leluasa. "Kepala Lily pusing, Ma. Mual juga," ucap Lily dengan mata yang terbuka sedikit. Jasmine pun mendekat kepada putrinya dan duduk di sebelahnya. Diulurkan nya tangan kanan oleh Jasmine dan diletakkannya pada dahi Lily. "Tidak demam," ucap Jasmine. Perlahan Lily bangkit dari posisinya, lalu duduk di samping sang Mama. Kedua bola matanya nampak memerah serta berair. Sementara Jasmine memandangi putrinya itu dengan kerutan pada dahinya yang cukup banyak. "Kita berobat saja ya? Tidak usah masuk sekolah dulu," saran Jasmine. Lily mengangguk patuh. Ia juga tidak ingin sakit seperti ini terus. Karena benar-benar menganggu dan membuatnya tidak bisa konsentrasi dalam belajar nanti. "Ya sudah kamu ganti pakaian dulu. Mama juga mau ganti pakaian. Nanti, kita berangkat bersama Papa," ujar Jasmine yang lagi-lagi dijawab dengan anggukan oleh Lily. Jasmine bangkit dari atas ranjang putrinya. Dan saat itu pula, Lily kembali membekap mulutnya dan berlari ke kamar mandi, sambil memuntahkan isi perutnya lagi. Jasmine berjalan dengan terburu-buru. Ia menghampiri putrinya itu dan memijat tengkuk lehernya. Hingga Lily telah selesai. Jasmine mulai menampakkan kerutan yang sangat banyak di dahinya. Kenapa ciri-ciri mirip sekali dengan wanita yang sedang... Jasmine menggelengkan kepalanya. Ia mencoba menepis pikiran itu. Putrinya tidak mungkin mengecewakan ia bukan?? Tapi... Bagaimana bila kemungkinan terburuk itu benar-benar terjadi?? Mungkin kah Lily menyalahgunakan kepercayaan yang telah ia berikan?? "Lily kamu...," "Hm? Kenapa, Ma??" tanya Lily yang bingung karena sang Mama tidak melanjutkan perkataannya. "Tidak apa-apa. Kamu siap-siap saja ya? Kita akan pergi ke dokter, untuk memeriksakan keadaan kamu." "Iya, Ma." Di sebuah rumah sakit swasta. Sepasang ibu dan anak itu, kini tengah menunggu di depan ruangan Dokter Umum. Menunggu panggilan kedua, setelah tes dilakukan. Jelas sekali terlihat kekhawatiran dari raut wajah Jasmine. Sementara Lily sendiri hanya diam sambil memainkan ponselnya. "Lily...," panggil Jasmine dengan penuh kelembutan. "Hm? Iya, Ma. Kenapa?" tanya Lily seraya menoleh dan memasukkan ponsel miliknya ke dalam tas kecil yang ia bawa. "Bagiamana hubungan kamu dengan Russell?" Pertanyaan yang Jasmine layangkan untuk Lily, tentang sosok lelaki yang dekat dengan putrinya. Terlihat baik, sopan dan tidak neko-neko. Itulah pandangan pertama kala Jasmine mengenal sosok pria muda tersebut. Tapi, sekarang. Sepertinya pandangan Jasmine mulai berubah. Apalagi, ketika melihat kondisi putrinya saat ini. "Oh itu... Lily udah putus, Ma. Lily udah nggak punya hubungan apapun lagi sama dia," tutur Lily dengan senyuman kaku. Jasmine semakin penasaran. Kira-kira, kenapa hubungan mereka berakhir, atau jangan-jangan, setelah lelaki itu mengambil hal berharga dari putrinya, ia meninggalkannya begitu saja. Hal itulah yang kini membayangi pikiran Jasmine. Semuanya tiba-tiba saja mengarah ke sana. "Kenapa putus?? Apa dia berbuat yang tidak baik terhadap kamu!??" Pertanyaan yang Jasmine layangkan dengan cukup berapi-api, membuat Lily terlihat gelagapan. "Nggak, Ma. Nggak kok!" sangkal Lily dengan cepat. "Russell baik. Dia lelaki baik-baik. Dia nggak pernah aneh-aneh kok." Lily tersenyum kaku dan menundukkan kepalanya. Russell baik. Ia terlalu baik. Hanya Kakaknya saja yang begitu jahat. Seketika Lily kembali murung, apa yang sang Mama bahas, sukses membuat Lily kembali memikirkan hal yang sudah terjadi kepada dirinya kala itu. Sementara Jasmine. Mulai merasa yakin dengan ketakutannya, saat melihat ekspresi wajah putrinya saat ini. "Lily Silvia Kusuma." Panggilan yang akhirnya diberikan bagi Lily. Sontak Lily mengangkat wajahnya, dan Jasmine mulai menelan salivanya dengan bersusah payah. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan, bila apa yang tengah ia pikirkan saat ini, adalah benar adanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN