Karin mengamati dua orang yang sedang berjalan menghampiri Abi yang berdiri di sebelahnya. Ada senyum kecil di wajah sang wanita. Karin menoleh, mengamati wajah Abi. Sudah tidak ada ekpresi keterkejutan seperti saat pertama pria itu melihat kedua orang yang mendekat. Wajah Abi tenang setenang malam. Tanpa riak apapun.
“ Hai San … belanja ?” sapa Abi begitu kedua orang yang menghampirinya berhenti di depan mereka. Lalu Abi menoleh kepada seorang pria dengan rambut berpotongan cepak seperti seorang tentara.
“ Halo Ad … “ Abi mengulurkan tangan kanan ke arah pria yang kemudian langsung menjabatnya. “ Lagi ngerjain proyek apa sekarang ?” tanya Abi. Karin hanya memperhatikan ketiga orang yang tampak sudah saling mengenal tersebut bergantian.
“ Proyek kecil aja, sih. Nggak seperti kalian yang mainnya sudah proyek-proyek besar,” jawab pria yang Abi panggil ‘ Ad ‘ itu. Abi terkekeh kecil.
“ Kebetulan aja emang lagi dapat proyek lumayan besar. Lo tahu Bimo gimana, kan ? Relasi dia para penggede di kota ini,” jelas Abi masih dengan kekehannya. Karin bisa menyimpulkan bahwa memang Bimo lah ujung tombak biro arsitek mereka.
“ Ya pasti lah secara orang tuanya sudah lebih dulu punya nama. Gue sama temen-temen mana bisa dapetin proyek kalau sudah ada kalian yang ikut tender.” Adnan berdecak. Memang seperti itu kenyataannya. Tiap kali biro arsiteknya ikut tender yang ada Bimo CS, 90% sudah pasti akan didapat Bimo CS. Makanya terkadang dia memilih lebih dulu mengecek siapa saja yang ikut tender dari pada membuang tenaga dan waktu sia-sia. Bimo memang beruntung karena kemampuan teman-temannya yang bergabung dengan pria itu bisa dibilang semuanya mumpuni.
Sandra mengamati seorang wanita yang terlihat kebingungan memperhatikan kedua orang pria yang sedang ngobrol. Sandra memperhatikan penampilan sederhana wanita itu. setipe dengan Naya … batinnya berkata. Dia tidak cemburu karena memang hubungannya dengan Abi sudah lama berakhir. Ia pikir Abi akan kembali bersama Naya karena hal itulah yang membuat mereka bercerai. Kecemburuan, serta ketakutan akan tidak bisa memiliki hati Abi karena asumsi bahwa Abi masih mencintai Naya, membuatnya kukuh meminta bercerai dari pria itu. Bahkan sekalipun setelah Bimo mengumpulkan mereka semua, Abi, dirinya, juga Dhani.
Tapi ternyata dari berita yang ia dengar, Naya justru menikah dengan pria lain. Seorang Duda kaya raya yang pernah ia lihat satu kali di rumah Yayuk ketika pertunangan sahabat Naya tersebut dengan Bimo. Perbincangan Abi, dan Adnan semakin seru saat mereka membahas proyek-proyek yang sedang mereka kerjakan. Karin memutar bola matanya. Merasa jengah karena merasa tak dianggap. Wanita itu akhirnya berdehem hingga mendapat perhatian dari dua pria yang langsung menoleh kearahnya. Ups … Abi merutuki dirinya sendiri ketika melihat wajah kesal Karin. Wanita itu pasti merasa kesal karena diabaikan.
“ Sorry … kenalin nih … Karin.” Abi menatap tidak enak Karin. Wanita itu mendengus kearahnya, dan hal itu dilihat oleh Sandra.
“ Hai Karin … aku Sandra.” Sandra mengulurkan tangan kanan. Hanya memperkenalkan nama tanpa status lamanya bersama Abi. Karin yang semula masih beradu tatap dengan Abi segera menoleh. Menyambut uluran tangan wanita yang sedang tersenyum ke arahnya.
“ Hai Sandra … senang berkenalan denganmu.” Karin tersenyum manis.
“ Oh iya … ini suamiku. Adnan.” Sandra mengenalkan Adnan kepada Karin yang langsung direspon Karin dengan mengulurkan tangannya.
“ Oh ... hai Adnan. Pasti teman sekampus Abi,ya?”
“ Kelihatan sekali ya ?” Adnan tersenyum menanggapi pertanyaan Karin. Karin terlihat mengangguk.
“ Semua orang yang lihat kalian pasti tahu.” Adnan tertawa. Dia dan Abi sebenarnya tidak terlalu akrab mengingat Abi pindah hanya setelah 1 tahun berada di kampus yang sama dengannya. Mereka kembali bertemu, dan kemudian lebih akrab setelah Abi kembali lagi ke Semarang. Saat itu, Abi sudah menikah dengan Sandra. Namun tak lama pernihakan keduanya kandas. Saat itulah ia dan Sandra yang kebetulan bertemu di biro arsitek yang sama kemudian menjadi dekat. Satu tahun yang lalu akhirnya mereka memutuskan menikah.
“ Kamu kerja di mana ?” Sandra bertanya. Karin segera mengalihkan tatapan matanya.
“ Oh … di Jakarta, sih. Ke Semarang karena urusan kerjaan aja. Lagi kerja sama Abi dan teman-temannya.” Jawaban Karin membuat Sandra mengangkat kedua alis, mengalihkan tatapan kearah Abi seolah bertanya … jadi hanya rekan kerja ? namun Abi tak menanggapinya. Pria itu justru malah menatap Karin.
“ Udah belanjanya ?” Karin menoleh kembali ke arah pria yang membawa keranjang belanjaannya. Ia melihat isi keranjang.
“ Tinggal cari buah, sih.” Abi mengangguk, lalu menatap Adnan, dan Sandra bergantian.
“ Sorry nih … kita duluan. Karin masih ada kerjaan setelah ini.” Abi melirik Karin yang terlihat memutar bola mata, namun tidak mengatakan apa-apa.
“ Kalian juga mau belanja, kan ?”
“ Ah … iya. Next time kita ngobrol lagi. Nggak enak juga ngobrol dilorong gini.” Adnan tersenyum, lalu mengajak Sandra untuk melanjutkan acara belanja mereka. Abi menghela Karin menuju tempat buah-buahan. Wanita itu mulai memilih-milih. Mengambil plastik bening yang sudah disediakan pihak toserba. Memasukkan 5 buah apel fuji, 4 buah peer, 4 buah jeruk, serta mengambil 4 buah pisang sunrise. Keranjangpun sudah terlihat penuh. Ia menatap Abi.
“ Biar aku bawa sendiri. Maaf sudah merepotkan kamu.” Karin meringis. Keranjangnya pasti lumayan berat. Meskipun Abi tidak sama sekali merasa keberatan, namun ia merasa tidak enak hati. Abi berdecak.
“ Gue cowok. Nggak akan tega jalan melambai sementara lo yang cewek membawa keranjang penuh.” Kata Abi sembari berjalan mendahului Karin menuju kasir. Karin hanya tersenyum kecil, lalu berjalan menyusul Abi.
Karin menatap punggung pria yang berdiri di depannya. Mengantri di depan meja kasir. Mungkin karena tanggal muda hingga banyak ibu-ibu dengan belanjaan yang tidak sedikit mengantri. Sepertinya, akan cukup lama sampai tiba giliran mereka. Kedua bola mata wanita itu menyusuri tubuh tegap dihadapannya. Abi terlihat sedang menunduk. Tangan kanan memegang keranjang, sementara tangan kiri pria itu terlihat sedang sibuk bermain dengan ponselnya. Kedua mata Karin mengerjap ketika otaknya berpikir pasti akan sangat nyaman memeluk punggung kokoh itu. Karin mendesah.
Abi yang sedang menelusuri room chat grup kantornya menoleh ke belakang saat mendengar desahan yang cukup keras dari belakangnya. Siapa lagi yang berdiri di belakangnya selain Karin ?
“ Ada apa ?” tanya Abi. Karin tersentak. Wanita itu tidak mengira Abi akan mendengar desahannya. Kedua kelopak mata wanita itu mengerjap cepat beberapa kali.
“ Umm … nggak ada apa-apa, kok,” jawab karin.
“ Kalau capek kamu tunggu di sana aja.” Abi mengedikkan dagu ke tempat counter jam tak jauh dari tempat mereka berdiri. Di sana ada beberapa kursi kosong.
“ Kenapa ?” tanya Abi lagi ketika Karin justru malah membuka mulutnya dengan mata melebar. Ia tidak paham dengan wanita itu. sementara itu, Karin justru merasa takjub akan perhatian Abi yang memikirkannya. Selama puluhan kali pacaran, ia belum pernah bertemu pria se gentle Abi. Yang selalu terjadi ketika ia berbelanja bersama pacar-pacarnya yang entah berapa banyak, justru Karin yang akan mengantri di depan kasir, sementara para pria itu memilih menunggunya di tempat lain.
“ Karin … “ Panggil Abi saat melihat keterdiaman Karin. Mata wanita yang ia pangggil kembali mengerjap kemudian menatapnya dengan sorot mata yang tidak bisa Abi pahami. Kening pria itu mengernyit bingung. Ada apa dengan Karin ? kenapa wanita itu terlihat aneh ?
“ Bi … “ Bibir merah alami itu bergerak memanggil namanya. Sorot mata Karin masih begitu dalam, membuat detak jantung Abi mulai berulah. Berusaha menjaga hatinya agar tidak memiliki rasa lebih. Dia tidak ingin merasakan sakit lagi. Sakit yang ditinggalkan Naya bahkan masih begitu terasa. Dia masih belum bisa menyembuhkan hatinya sendiri. Dia tidak berharap memiliki rasa lebih kepada wanita dihadapannya.
“ Apa kamu selalu seperhatian ini pada seorang wanita ?” tanya Karin penasaran. Jantungnya berdegup kencang ketika menatap dalam manik dibalik kaca mata itu. Kernyitan di kening Abi semakin dalam. Mengamati Karin yang ia rasa semakin aneh saja. Untuk apa dia bertanya seperti itu coba.
“ Kenapa kamu sampai bercerai dengan istrimu ?”