Abi menguatkan katupan sepasang rahangnya. Jantung pria itu mulai berdetak lebih kuat. Tangan kanannya masih memegang ponsel yang tertempel di telinga kanan. Entah sudah berapa lama ia duduk di belakang kemudi dengan punggung tegak. Merasakan ketegangan luar biasa, ketika rungunya masih belum mendengar jawaban dari seseorang yang ia harapkan mau berjuang bersamanya. Di kamarnya, Karin menarik panjang nafasnya. Kerongkongannya tercekat. Sepasang mata wanita itu sudah berkaca—mendengar cerita masa lalu Abi. Dia bahkan bisa mendengar suara Abi yang bergetar, saat menceritakan bagaimana pria itu harus bekerja paruh waktu lebih dari dua tempat—hanya untuk bisa memiliki sedikit uang yang bisa ia berikan pada Mama, dan juga adiknya. Nafas Karin tersendat, ketika isak nyaris lolos dari bibirnya,