Suara Mama Karin menggelegar di ruang tamu yang memang cukup luas. Sekalipun Karin sendiri sudah menyiapkan mental, dan juga hatinya—sebelum masuk ke bangunan yang seharusnya membuatnya merasa nyaman—yang ia sebut rumah, namun kali ini justru seperti tempat yang tidak ingin Karin singgahi—tetap saja hatinya nyeri, saat mendengar rangkaian kata yang Mamanya ucapkan. Karin menatap tanpa ekspresi ke arah sang Mama. Sepasang bibirnya terkatup rapat. Mamanya bahkan tidak segan-segan menjaga perasaannya di depan orang lain. Ya… benar. Orang tua Vandi ada di sana—seperti dugaannya. Di sofa besar yang terlihat angkuh menguasai salah satu sudut ruangan. “Apa yang sudah orang itu lakukan, sampai kamu tidak mau mendengarkan Mama… hah??!” Karin semakin keras mengatupkan sepasang rahangnya. Tidak ing