Rantang Susun

1056 Kata
"Selamat pagi, Ma, Syila," salam Adnan saat dia memasuki ruang makan hendak sarapan. "Pagi, Mas," balas Syila. "Pagi, Sayang, kamu semalam pulang jam berapa?" balas Mira. "Jam 10 malam," jawab Adnan kemudian dia menyeruput kopi s**u favoritnya. Sudah bukan hal aneh lagi, pria itu memang selalu pulang malam. Tidak jarang Mira protes pada sang putra. "Mau sampai kapan kamu seperti ini, Nan?" Bukannya menjawab pertanyaan sang mama, Adnan dengan cueknya mengigit sandwich yang dipegangnya. "Sudah waktunya kamu mencari jodoh, mama gak mau kamu di langkah adikmu loh!" lanjut Mira. "Iya, Mas, buruan cari istri. Mas Angga sudah nanyaiin mulu," sela Syila-adik kandung Adnan. "Itu mah kamu sama Angga yang gatel pengen menikah," canda Adnan. "Syila serius, Nan. Semalam keluarga Angga datang dan membicarakan soal pernikahan." "Uhuk! Uhuk!" Seketika Adnan tersedak. Salah satu pelayan di sana langsung menang air di gelas kosong untuk tuannya minum. Adnan langsung meminum air itu untuk menetralkan tenggorokannya. "Pelan-pelan, Nan." Mira menepuk pelan punggung sang putra. "Kapan rencana pernikahannya?" tanya Adnan. "Mama bilang sama mereka agar bersabar, tunggu kamu nikah," jawab Mira. "Bilang sama mereka suruh siap-siap, setelah aku menikah maka Syila dan Angga juga langsung bisa menikah." "Ka-kamu sudah punya calonnya?" Kedua bola mata Mira membulat mendengar ungkapan Adnan. "Sebentar lagi, nanti aku bawa dan kenalkan sama kalian." Adnan beranjak dari kursinya dan memberi ciuman di pipi Mira dan Syila kemudian dia pamit berangkat kerja. Mira dan Syila saling tatap penuh arti. Sedangkan Adnan dengan percaya diri dan yakin melangkah keluar rumah kemudian masuk ke dalam mobil. *** "Pagi, Tuan," salam Ginanjar. Perlahan pria tambun itu melajukan mobil keluar dari area rumah keluarga besar Mahendra. "Pagi, Jar," balas Adnan dengan wajah berseri. Ginanjar melihat Adnan dari kaca spion di dalam mobil, tidak seperti semalam. Wajah Adnan pagi ini sangat ceria seperti memenangkan proyek tender triliunan. "Tumben," goda Ginanjar. Merasa di sindir, Adnan menatap Ginanjar. "Tumben kenapa?" "Tuan hari ini beda banget." "Masa? Biasa aja, ah!" Ginanjar mengulum senyumnya dan dia kembali fokus menyetir. Adnan berpura-pura sibuk dengan ponselnya karena malu di goda oleh supir pribadinya. Dia sendiri menyadari perubahan dirinya hari ini yang tampil lebih maksimal dari pagi biasanya. *** Sementara itu si Panti Asuhan pagi-pagi seperti ini disibukan dengan anak-anak kecil yang sedang menikmati sarapan mereka di ruang makan yang sangat luas meja makan yang panjang dan kursi panjang berjajar semua anak sesuai dengan usianya setiap meja, memudahkan petugas membagi makanan sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh mereka masing-masing. Sedangkan di ruang khusus bayi beberapa pekerja panti sedang menggendong bayi dan memberi s**u melalui botol. Miris, semua anak dan bayi yang di sana mayoritas di tinggal oleh orangtua mereka di panti begitu saja. "Qeela," panggil Purwati sembari menepuk pundak gadis manis berhijab bersama merah jambu itu. Qeela tersentak, jelas dia sedang melamun di ambang pintu melihat para bayi itu yang sedang asik menikmati s**u dari botol. "Iya, Bu?" sahut Qeela, mengusap ujung matanya yang sedikit basah. "Hari ini kamu jadi ikut rapat di kantornya pak Adnan?" "Jadi, Bu. Sebentar lagi aku berangkat." "Kalau begitu ibu nitip sesuatu nanti ya, sebelum berangkat kamu temui ibu di dapur." "Nitip apa, Bu?" "Sesuatu." Purwati pergi meninggalkan tanda tanya besar di benak Qeela. *** Qeela mengganti pakaiannya dengan yang lebih resmi karena lokasi yang saat ini dia datangi adalah kantor dimana banyak para pekerja yang berpakaian resmi orang kerja. Qeela menyesuaikan agar tidak salah kostum. Meskipun begitu dia tidak melupakan hijabnya. "Kakak Qeela cantik sekali." "Iya, bajunya bagus." "Kakak cocok pakai baju ini." Puji anak-anak panti yang masih berada di sana, karena sebagian dari mereka sudah berangkat sekolah. "Kakak mau pergi bertemu orang, doakan semua berjalan dengan lancar ya," jawab Qeela. "Amin ...." teriak mereka bersamaan. Kedua mata Qeela memanas, dia terharu mendapat doa dari anak yatim piatu seperti mereka semua. Terlebih mereka spontan langsung memeluk Qeela. Gadis soleha itu mengusap satu persatu kepala anak-anak itu penuh kasih sayang. "Sudah, sudah, Kakak Qeelanya kapan perginya kalau kalian peluk terus seperti itu?" ucap Purwati dari arah dapur, tangan kanannya membawa sebuah rantang makanan. Semua anak-anak tersenyum lebar menunjukan gigi s**u mereka yang berukuran kecil-kecil dan ada yang ompong. Kemudian semuanya berlarian pergi meninggalkan Qeela dan Purwati. "Ibu tunggu di dapur ternyata kamu di sini," ucap Purwati. "Mereka semua menahan aku, Bu." Qeela terkekeh kecil melihat semua aktifitas anak-anak panti. "Ini, pak Adnan sangat suka. Makanya ibu buat spesial untuknya." Purwati menyerahkan rantang makanan yang tersusun empat. "Ibu yang masak?" tanya Qeela. "Iya dong, namanya juga spesial. Biar semuanya lancar." "Ini mah namanya nyogok." Purwati terbahak mendengar ucapan Qeela. "Bedakan nyogok sama ucapan terima kasih, dia sudah membantu panti asuhan kita, dan kita tidak bisa membalasnya. Hanya ini yang bisa ibu buat, Qeela." "Iya, Bu. Qeela cuma bercanda tadi," kelitnya. "Sudah sana, nanti terlambat. Hati-hati di jalan, sampaikan salam ibu untuk pak Adnan." "Siap, Ibu ku sayang." Qeela mencium punggung tangan Purwati sebelum dia keluar dari pintu. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Qeela dengan yakin keluar dari sana. "Bismillahirrahmanirrahim." Dengan motor matic-nya Qeela menyusuri jalan raya ibu kota yang terkenal macet pada jam kerja menuju kantor Adnan. *** Beruntung Qeela memakai motor, hingga dia bisa melewati kemacetan ibu kota dan sampai di kantor Adnan tepat waktu. Qeela memarkir motornya di tempat parkir khusus tamu perusahaan, melepas helm-nya perlahan agar hijabnya tidak rusak dan melepas jaketnya, menaruhnya ke dalam helm dan menggantungnya di motor. Sebelum beranjak dari sana, Qeela melihat kaca spionnya untuk memastikan penampilannya tidak berantakan. Setelah merapihkan hijabnya memastikan penampilannya sempurna, baru dia dengan percaya diri berjalan menuju pintu utama perusahaan milik Adnan. Perusahaan besar tentu tidak main-main dalam pengaman, Qeela harus melewati pemeriksaan barang bawaannya. Seorang security wanita menahan senyumnya saat Qeela meletakan tas dan sebuah rantang susun di meja untuk di periksa. Security wanita itu dengan teliti memeriksa isi tas Qeela dan tentunya setiap susunan rantang, aroma makanan didalamnya langsung tercium saat terbuka membuat perut seketika meronta dan security itu sendiri menelan saliva-nya. "Silahkan, Mba." Security tersebut mempersilahkan Qeela masuk setelah selesai memeriksa semuanya. "Terima kasih," balas Qeela. Bukan hanya itu saja, lolos dari security Qeela juga harus mengambil kartu tanda pengenal yang bertuliskan pengunjung, ini kedua kalinya dia ke sana tentu Qeela sudah hapal betul. Gadis soleha itu langsung mengeluarkan kartu identitasnya dan menukarnya dengan kartu tanda pengenal di meja resepsionis yang ada di lobby kantor tersebut. Tapi sebelum penukaran itu terjadi, Qeela di kejutkan dengan suara bariton yang tidak asing di telinganya memanggil namanya. "Qeela."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN