Bagian 4

1724 Kata
“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Ran itu anaknya Rion. Gadis cilik yang dicari anakku selama ini ternyata sangat dekat dengan kami,” ucap Kania pada ibu tiri Ran, setelah menjelaskan secara singkat di mana Ran dan Aryan pernah bertemu sebelumnya, bahkan mereka satu sekolah sebelum Ran ternyata ikut ke luar negeri bersama Rion. “Anak tampan,” Kania mengalihkan pandangan ke arah sang anak yang duduk di sampingnya, “bagaimana kejutan mama? Kamu suka?” tanya Kania blak-blakan dengan wajah semringah. Aryan menelan saliva susah payah, lalu mengedarkan pandangan ke arah semua orang yang ada di ruangan ini, yang sepertinya menanti jawaban dari mulutnya. Tatapannya terpaku pada Ran yang duduk persis di depannya. Aryan merasakan tenggorokannya kering seperti sumur tetangga rumah neneknya dulu yang ada di pedesaan, yang selalu minta air pada neneknya. Aryan menggelengkan kepala. kenapa dia harus mengingat sumur kering di saat seperti ini?? Aryan mencoba meredakan tenggorokan. Wajah Ran yang ber-ekspresi datar seperti ini, membuatnya gugup seketika. Sumpah demi apa pun, Aryan paling tidak suka orang ber-ekspresi datar, karena Aryan tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran orang-orang berwajah datar seperti Ran. “Ck… Anak Tampan sepertinya terlalu terpesona pada calon istri ya?” goda Kania sambil menaik turunkan alisnya jahil. Semua orang di sana tertawa mendengarnya, kecuali Ran dan Aryan. Wajah Ran semakin menyeramkan, sementara wajah Aryan sudah memerah seperti kepiting rebus. Kalau boleh memilih, rasanya Aryan ingin dikutuk saja menjadi patung es, agar pria ini tak perlu repot-repot mendengar sang mama yang bisa saja mempermalukannya lebih jauh. Hey… seorang Aryan Kusumo yang punya fans bergudang-gudang salah tingkah pada satu wanita? Yang benar saja! Ran dan Aryan kembali saling pandang. Namun tak berapa lama, Aryan segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Ya ampun, sepertinya dia memang salah tingkah, dan itu karena Pumpkin-nya yang menatapnya tajam menusuk. Aryan memaki dirinya di dalam hati. Mengapa dia harus segugup ini sih?! Padahal tadi waktu bertemu di depan restoran, pria ini bisa dengan gampangnya menggoda Ran, seperti biasanya pria ini menggoda wanita-wanita TTM-nya. Apakah mungkin karena sekarang Aryan tahu siapa Ran ya? Atau..Ran memang mengingat semua yang pernah terjadi di antara mereka di masa lalu? “Ran…” Ran mengalihkan pandangan ke arah Kania, karena wanita paruh baya yang super cantik itu memanggilnya. “Ya, Nyonya?” Kania berdecak kesal. “Nyonya?! Aduh Ran, mama tidak suka panggilan itu. Kamu harus panggil ‘mama’ ya! Kan sebentar lagi kamu jadi menantu mama,” ucap Kania penuh harap dengan nada sedikit memaksa. “Tap—” “Tidak ada bantahan!” potong Kania galak saat Ran ingin membalas ucapannya. Ran ingin kembali membalas, tapi sang mama tiri yang duduk di samping kanannya meremas lembut jemari wanita manis ini. Dengan amat sangat terpaksa, Ran menelan kembali ucapannya, dan berusaha kembali memasang wajah datar. Ran menarik dan membuang napas dalam, mencoba meredam emosi yang akan timbul. Baiklah, Ran akan bersikap sopan pada keluarga Kusumo kalau tidak ingin keluarganya malu. Walaupun di dalam hati, ia ingin berteriak karena Kania Kusumo seenaknya meng-klaim wanita muda ini sebagai calon menantunya. Hey… Ran saja belum meng-iyakan perjodohan ini! “Jadi..kamu ingat sama Aryan?” tanya Kania, yang membuat tubuh Aryan kembali menegang. Entah sudah berapa kali tubuh pria ini menegang sore menjelang malam ini. Kejadian hari ini tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ran mengalihkan pandangan ke arah Aryan, lalu menatap Aryan intens. Lagi-lagi Aryan dibuat salah tingkah sendiri oleh tatapan wanita ini. Oh God! Sihir apa yang dipakai Ran, sampai membuat seorang Aryan yang memiliki berjuta-juta pesona panas dingin? Aryan harap-harap cemas dengan jawaban Ran. Ran kembali mengalihkan pandangan ke arah Kania, lalu menggeleng singkat. “Saya tidak ingat, Nyo—” “Eits!” “Ehm—maksud saya M-Ma-Ma-ma,” ucap Ran mengoreksi panggilan untuk Kania dengan susah payah saat Kania menginterupsinya. Huft! Dasar wanita paruh baya itu terlihat sekali harus selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Darah Aryan berdesir saat Ran memanggil Kania dengan sebutan itu. Itu terasa benar! Tapi tunggu… apa tadi Ran bilang? Wanita itu tak mengingatnya? Apa??? T-A-K  M-E-N-G-I-N-G-A-T-N-Y-A??? Tidak mungkin! Aryan selalu mengganggu Ran saat dulu mereka satu kelas. Mana mungkin Ran tidak mengingatnya?? Lalu tatapan tadi, yang seakan mengintimidasinya itu apa? Apa, Miskah?! Aryan kembali menggelengkan kepala, karena tiba-tiba nama Miskah masuk ke dalam pikiran. Sialan! Gara-gara konten mengikuti drama di salah satu stasiun televisi itu sering mondar-mandir di sosial media, pikiran Aryan secara otomatis mengingat konten-konten itu. Kania mengerutkan dahi. “Kamu benar-benar tidak ingat Aryan?” tanya Kania mencoba meyakinkan pendengarannya, yang kembali dibalas gelengan singkat Ran. Hati Aryan terasa nyeri melihat gelengan itu. Jadi dia tidak sepenting itu ya di hidup Ran? Padahal dulu mereka sering bertengkar, ah tidak… mereka jarang bertengkar, karena Ran selalu mengabaikannya saat dulu Aryan selalu menjahili gadis itu. “Mungkin karena dulu mereka terlalu kecil, Sayang, makanya Ran tidak mengingat Aryan.” Atmaja mengusap sayang punggung tangan Kania. ‘Tidak ingat?! Dulu Aryan juga masih kecil, Papa, dan Aryan masih mengingat tentang si Pumpkin sialan cantik ini! Sial!’ ucap Aryan kesal di dalam hati. Aryan tak tahu kekesalannya ini berlebihan atau tidak. Yang dia tahu, hatinya benar-benar sakit saat mengetahui orang yang masih terus kita pikirkan, ternyata tak mengingat keberadaan kita. Ck! Aryan merasa bagai makhluk halus yang tak tampak. Kania tampak berpikir beberapa saat, tapi setelah itu menghela napas panjang. “Benar juga. Itu sudah lewat lebih dari enam belas tahun yang lalu. Mungkin ingatan Aryan yang terlalu berlebihan. Benar kan, Sayang?” tanya Kania ke arah Aryan. Kania tahu tentang Pumpkin baru beberapa tahun yang lalu, saat tak sengaja membaca buku harian sang anak, buku harian yang sudah terlihat usang, yang berada di laci lemari Aryan. Anak itu menyembunyikannya di laci terdalam. Bukannya Kania terlalu kepo, tapi saat itu Kania sedang membongkar isi lemari Aryan yang selalu berantakan, padahal sudah sering dirapikan. Setiap dimarahi sang mama, Aryan selalu punya sejuta alasan. “Namanya juga cowok, Ma.” “Ada kok cowok yang tidak jorok!” “Berarti Aryan termasuk dalam golongan cowok yang jorok, Ma.” Kania tersenyum kecil mengingat segelintir perdebatannya dengan sang anak. Wanita ini mengalihkan pandangan ke arah Ran, yang saat ini menatap meja di depannya dengan tatapan kosong. “Ah, tidak apa-apa kamu tidak ingat, Ran, yang penting Aryan mengingat kamu, dan mama sangat bersyukur kamu adalah anaknya Rion.” Ran kembali menatap Kania sambil mengernyitkan dahi bingung. Wanita ini tak mengerti apa yang Kania katakan. “m***u—” “Kamu tahu dari mana kalau Ran dan anakmu satu sekolah, Kania?” tanya Adila penasaran. Pasalnya, Adila dan Kania baru mengenal beberapa tahun ini setelah Rion sekeluarga kembali ke Indonesia. Ya, Rion memutuskan tinggal di London setelah menjemput Ran waktu itu, karena pria itu melanjutkan kuliahnya di sana, dan memboyong serta istri dan anaknya. Pria itu juga mengawasi bisnis keluarga besarnya yang bergerak di bidang kuliner yang sudah bertahun-tahun berjalan, dan memiliki saham di salah satu brand pakaian ternama. “Beberapa bulan yang lalu aku dan Mas Admaja tidak sengaja bertemu Rion waktu Rion mengantar Ran ke restoran tempat Ran bekerja, yang kebetulan sekali kami memang mau makan di restoran itu. Kami berbincang sebentar, sampai Rion menunjuk Ran yang baru saja masuk ke dalam restoran. Aku penasaran saat Rion menyebut nama Ran, nama yang sama dengan nama bocah perempuan yang tidak bisa dilupakan Aryan. Lalu aku—" “Ma—” “Diam, Anak Tampan, tidak sopan menyela pembicaraan orang tua!” Aryan langsung bungkam, melihat wajah menyeramkan sang mama. Tapi pria ini mengumpat di dalam hati, karena sang mama terus saja membongkar rahasia terbesar yang dimilikinya, yang hanya dia ungkapkan di dalam sebuah buku tulis usang yang ditemukan sang mama. Di dalam buku itu, banyak coretan cakar ayamnya yang menceritakan penyesalannya pada gadis kecil bernama Ran, Nur Callia Maharani. Aryan memang menulis nama panggilan serta nama panjang Ran dengan sangat jelas di buku itu, dan sialnya sang mama tanpa sengaja menemukan buku itu. Ugh! Aryan tahu ini salahnya. Kalau saja dia lebih rapi, mungkin sang mama tidak akan repot-repot membereskan lemarinya yang selalu seperti kapal pecah itu. Memangnya tidak ada asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya? Jawabannya tentu saja ada. Bukan hanya satu, tapi ada lebih dari sepuluh asisten rumah tangga di rumah Kusumo, karena Atmaja tidak ingin sang isteri kelelahan. Pria itu sangat posesif pada isterinya itu, membuat siapa saja yang melihat akan iri pada Kania. Kembali lagi pada isi lemari kapal pecah Aryan. Pria ini tidak pernah suka jika barang pribadinya disentuh orang lain selain sang mama, dan ya, dia kena batunya, sampai rahasianya terbongkar sampai ke dasar. Bahkan Aryan merasa ditelanjangi. “Aku benar-benar terkejut mengetahui jika Ran yang dimaksud anakku adalah Ran yang sama yang ternyata adalah anak kalian. Aku semakin yakin saat Rion mengatakan Ran pernah bersekolah di tempat yang sama dengan Aryan. Ya ampun, dunia ternyata sempit sekali ya. Ternyata anak kalian itu cinta pertama anakku!” Kania menutup ceritanya dengan wajah ceria. Adila takjub mendengar semua cerita Kania, sementara sang suami dan Atmaja hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Kania yang sangat ekspresif. Sejak dulu Kania tak pernah berubah, selalu saja tukang heboh sendiri. ‘Ini beneran muka gue mau ditaruh di mana sekarang?! Mama oh Mama, mulutnya aktif sekali ya, Ma!’ geram Aryan di dalam hati dengan wajah super merah. “Cie… ternyata kakak bisa jadi cinta pertamanya orang juga ya. Udah gitu cowoknya ganteng maksimal! Tu cowok matanya bermasalah gak sih, jadiin kakak cinta per__aduh!” ringis Adara Clarinta, adik tiri Ran yang duduk di sisi sebelah kirinya saat Ran mencubit pinggang sang adik agar bisikan adiknya tak semakin membuat telinganya panas. ‘Cinta pertama seseorang? Apa-apaan!’ kesal Ran di dalam hati. Pembicaraan antara orang tua terus saja berlangsung, sementara Aryan hanya diam seperti kerbau dicucuk hidungnya. Sedangkan Ran, sibuk menyiksa sang adik dengan cubitan-cubitan kecil di bawah meja, karena adiknya masih sibuk menyiksanya dengan godaan-godaan manja. “Ci—” “Sekali lagi ngomong ‘cie’, kakak bilangin chat kamu sama cowok yang namanya Nando ke Ayah!” ancam Ran dengan bisikan tajam. Adara langsung diam tak berkutik. Gadis ini memaki dirinya sendiri yang tadi pagi ceroboh meninggalkan ponselnya di kamar Ran saat gadis ini mengganggu acara tidur sang kakak. Sialnya, isi chatnya dengan pemuda bernama Nando terpampang nyata di layar ponsel, yang membuatnya kena ejekan Ran sepanjang pagi tadi.   ***        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN