Bagian 5

1441 Kata
Ran menekuk wajahnya sambil melangkah ke luar restoran. Sementara Aryan yang berjalan di belakang Ran tersenyum geli melihat wajah merajuk Pumpkin-nya. Bukan tanpa alasan wajah Ran seperti itu. Ran ditinggal keluarganya saat wanita ini izin ke toilet sebelum mereka semua pulang. Setelah kembali dari toilet, Ran hanya menemukan sosok Aryan yang duduk di kursi yang sejak tadi diduduki pria itu saat pertemuan dua keluarga tadi. Saat Ran bertanya ke mana keluarganya, Aryan mengatakan jika ayah Ran menitipkan Ran pada pria tampan itu untuk diantar pulang. Ran terkejut luar biasa. Wanita itu langsung menghubungi ayah, mama, serta adiknya. Namun tak satupun dari mereka menjawab telepon dari Ran. Ran mendengus sebal, dan langsung saja pergi dari ruangan itu tanpa permisi pada Aryan. “Mereka benar-benar!” gerutu Ran di sela langkah kakinya. Ran tak percaya keluarganya setega itu membiarkannya hanya berdua dengan orang asing. Bukankah mereka tahu jika Ran tidak segampang itu dekat dengan orang yang tidak dikenalnya?! Setelah sampai di luar restoran, Ran menghentikan langkah, lalu membalikkan tubuh sampai dirinya berhadapan dengan Aryan, pria yang kata Kania menjadikan Ran cinta pertamanya. Mereka saling berpandangan beberapa saat, sampai Aryan terbatuk kecil berusaha meredakan tenggorokannya. “Mobilku di sebelah sa—” “Sepertinya ini sudah sangat malam saya bisa menggunakan taksi atau kendaraan online Anda bisa langsung pulang saja, Tuan Aryan.” Aryan mengedipkan matanya beberapa kali, mencerna ucapan Ran yang seperti kereta berjalan, tak ada jeda, kecuali di akhir kalimat saat wanita di depannya ini menyebut namanya. “Permisi,” ucap Ran kembali, karena tak mendapat jawaban dari Aryan. Saat Ran ingin berbalik, Aryan mencekal lengan wanita berwajah dingin ini. Ran refleks menghempas tangannya, sampai tak sengaja wanita ini terdorong ke hadapan Aryan karena pergerakannya yang tiba-tiba. Tubuh Ran dan Aryan langsung saja bertabrakan. Mereka berdua saling diam beberapa saat karena sama-sama terkejut. Kedua tangan Ran mencengkeram kuat bahu kokoh Aryan, sementara kedua tangan Aryan melingkari pinggang ramping Ran. Deru napas mereka berdua sama-sama terengah. Jantung mereka berdetak kuat. Walaupun tidak saling berpandangan karena tatapan Ran lurus ke arah belakang Aryan, tapi mereka berdua tetap saja merasakan suasana yang tiba-tiba terasa panas di sekitar mereka. Setelah sama-sama tersadar, mereka berdua saling menjauhkan diri. Dengan gugup Ran merapikan pakaian yang dikenakannya karena sedikit kusut, sementara Aryan mencoba menormalkan detak jantungnya yang masih menggila. “A-Anda itu bagaimana sih! Tidak perlu menarik tangan saya seperti tadi! Kalau kaki saya keseleo bagaimana?! Anda—” “Maaf,” lirih Aryan. Ran menghentikan ocehannya saat Aryan menyela. “Kaki kamu gak pa-pa?” tanya Aryan kembali. Matanya menatap pergelangan kaki Ran. Tercetak raut cemas di wajahnya. Ran masih saja terdiam tanpa sanggup menjawab. Saat Aryan hendak berjongkok untuk melihat kondisi kakinya, Ran mundur beberapa langkah. “Ti-tidak perlu seperti itu. Kaki..ka-kaki saya tidak apa-apa,” jawab Ran gugup. Sial! Kenapa dia harus gugup?! Dan lagi, kenapa pria di depannya ini terlihat aneh? Sikap pria ini sangat bertolak belakang dari saat tadi mereka baru bertemu di depan restoran untuk pertama kalinya. Ke mana sosok yang menggodanya tadi, yang dengan lancang mengedipkan sebelah matanya pada Ran? Setelah mengetahui Ran adalah teman sekolahnya dulu, pria ini lebih banyak diam, seolah ada beban berat yang dipikirkannya. Bahkan saat mereka makan malam bersama, hanya suara kedua orang tua mereka yang memenuhi ruangan VIP itu. Aryan dan Ran hanya akan bersuara saat pertanyaan jatuh kepada mereka. “Kalau begitu, izinkan aku antar kamu pulang.” “Hah?” “Buat nebus rasa bersalahku karena tadi kamu hampir jatuh.” “A—ehm… tidak perlu, Tuan Ar—” “Panggil aja namaku tanpa pakai ‘Tuan’, aku kan bukan bosmu,” ucap Aryan jenaka sambil tersenyum geli. Jantung pria ini sih memang deg-deg’an, tapi entah mengapa melihat kegugupan yang ditunjukkan Ran saat ini, membuat Aryan ingin menggoda wanita berwajah serius ini. Wajah Ran semakin memerah mendengar suara Aryan yang sengaja menggodanya. Tak berapa lama, wanita ini mendengus kesal. Sepertinya sifat pria di depannya ini sudah kembali ke asal. “Sepertinya sudah semakin larut, dan saya harus segera pulang, dan saya tidak perlu Anda mengantar saya, Aryan tanpa pakai ‘Tuan’,” ucap Ran datar. Wanita ini segera berbalik untuk pergi dari hadapan Aryan seperti sebelumnya. Namun baru tiga langkah, wanita ini dikejutkan dengan sosok Aryan yang tahu-tahu saja sudah berada di depannya untuk menghalangi jalan. “Ada apa la—” “Aku tetap harus antar kamu pulang kalau aku gak mau kena siksa mamaku. Tolong bekerja sama lah. Lagi pula jam delapan gak larut-larut banget. Usiamu bukan anak balita yang harus tidur jam delapan kan?” tanya Aryan, kembali menggunakan nada jahil seperti tadi sambil mengerling genit. Ran kembali terdiam beberapa saat, karena terlalu terkejut atas sikap Aryan yang seakan menggodanya. Tak berapa lama, wanita ini meredakan tenggorokannya, lalu mengangkat dagu angkuh. “Saya bukan balita, tapi saya punya pekerjaan, dan kebetulan besok saya harus bangun pagi-pagi sekali.” “Aku juga punya pekerjaan, dan aku juga harus bangun pagi karena ada rapat di kantorku.” “Apakah saya bertanya?” sinis Ran. “Tidak ada urusannya dengan saya, jadi Anda tidak perlu curhat sama saya!” “Curhat? Seperti apa yang baru aja kamu lakukan padaku?” “Apa?” “Kamu juga tadi curhat sama aku kalau kamu harus bangun pagi kan? Masa aku gak boleh curhat juga sama kamu? Bukankah itu kedengarannya gak adil?” Kedua mata Ran membola sempurna. Wanita ini sampai tak dapat berkata-kata saat mendengar ucapan Aryan. Terlihat sekali pria di depannya ini menyindirnya. “A-Anda—” “Aku gak akan makan kamu kok, Pumpkin, walaupun pumpkin cukup menggiurkan untuk dimakan, apalagi kalau jadi kolak.” “Kolak? Pumpkin?!” Ran berucap tak suka. “Nama saya bukan Pumpkin!” “Oh oke, kalau begitu, Labu?” “Labu?! Hey! Apa kamu selalu mengesalkan seperti ini? Jangan sembarangan mengganti nama orang! Nama saya RAN! Ingat itu!” desis Ran tak suka. Wajah galaknya semakin terlihat garang saat ini. Namun di mata Aryan, terlihat lebih mempesona dan… menggairahkan. Ugh! Sial! Celananya tiba-tiba saja menyempit. “Aku kan memanggilmu dengan sebutan LABU sejak dulu, jadi lidahku gak bisa diajak kompromi buat ganti nama panggilan seperti yang kamu mau.” “Ka-kamu… sa-saya—” “Iya aku tahu kamu gak ingat sama aku,” ucap Aryan sambil tersenyum masam. Tatapan matanya menyiratkan kekecewaan. Namun pria ini segera merubah air mukanya seolah itu bukan masalah besar. “Lebih baik sekarang kamu ikut sama aku, supaya kamu bisa segera sampai rumah dan beristirahat.” “Sa—” “Aku gak terima penolakan, Pumpkin.” “Nama saya bukan Pumpkin!” pekik Ran tak suka. Aryan terkekeh geli. “Oke… oke… sebelah sini, Labu, mobil aku ada di sana.” Aryan menunjuk sebuah mobil sport berwarna hitam. “Dan jangan lagi menolak, karena aku termasuk orang yang gak akan menyerah untuk mencapai tujuanku. Aku udah janji sama mamaku dan ayahmu, dan aku paling gak suka ingkar janji.” Mereka kembali saling tatap beberapa saat. Ran menarik napas dalam, lalu membuangnya kasar. “Kamu… Ck! Mengesalkan!” Daripada pembahasan mereka tidak selesai-selesai, Ran memilih berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh di depan mereka. Ya, mobil yang tadi ditunjuk Aryan. Saat mereka telah sampai di depan mobil itu, Aryan membuka kunci otomatis, lalu hendak membukakan pintu untuk Ran. “Saya punya tangan sendiri!” Ran segera menepis tangan Aryan, lalu membuka sendiri pintu mobil itu. Dengan segera Ran masuk tanpa peduli Aryan terbengong karena tepisan tangannya. Ran yang sudah terduduk di tempatnya, menolehkan kepala ke samping, tempat di mana Aryan masih berdiri terpaku. “Saya sudah masuk mobil kamu, sekarang apa lagi yang mau kamu tunggu?!” desis Ran kesal. “Minggir, saya mau tutup pintu mobilnya!” Aryan segera tersadar, lalu segera menyingkir sebelum dia terjepit pintu mobilnya sendiri. Tidak lucu kan kalau badannya jadi gepeng seperti ayam geprek? Pria ini mengerjap beberapa kali, sampai akhirnya kekehan geli setengah kesal keluar dari mulutnya. “Gila ni cewek, makin galak aja setelah menghilang lama. Baru kali ini ada cewek yang gak mau gue bukain pintu mobil.” “Hey! Apa kamu akan berdiri terus di situ sepanjang malam, Aryan tidak pakai ‘Tuan’?! Kamu tidak lupa kan, kalau besok pagi kamu ada rapat? Saya tidak mau disalahkan kalau sampai kamu pulang kemalaman!” Aryan segera bergegas menuju sisi mobilnya yang lain saat Ran membuka kaca mobil, dan mengomelinya selayaknya ibu yang gemas pada anaknya. “Nyonya Pumpkin, lo bikin gue makin gemes aja,” monolog Aryan dengan senyum lebar di sela langkah kakinya. Pria ini bersiul riang sebelum masuk ke dalam mobilnya.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN