Dasar Bos!

923 Kata
Hari semakin malam, terasa sepi. Bik Inah dan Pak Maman sudah di rumah belakang. Tinggal satpam saja yang di depan. Setelah makan, Amelia langsung kembali ke kamar, katanya banyak tugas sekolah. Rumah sebesar ini terlihat sangat sepi. Aku berkeliling di dalam rumah, sambil mengenal semua sudut yang ada. Tanggung jawab saya besar, apapun yang ada, apapun yang terjadi adalah tanggung jawabku. Apalagi Tuan Kusuma jarang ada di rumah, jam segini saja belum sampai. Kasihan Amelia, pantas dia kelihatan girang melihat kedatanganku. "Non Amelia sudah menunggu kedatangan, Bu Rani. Makanya dia seneng banget. Dia tidak ada teman ngobrol. Kalau ngobrol bibik, sering tidak nyambung. Bibik tidak mengerti dia omong apa," Bik Inah mengeluh. Dari lantai atas, separuh lantai atas adalah ruang terbuka. Ada ruang fitnes yang menghadap taman di roff top. Berbagai peralatan tersedia, tetapi seperti jarang digunakan. Taman di atas ada teras yang terdapat kursi dan meja panjang, ada beberapa sunbed yang mengarah ke timur, cocok sekali untuk berjemur di pagi hari. Semuanya terawat bersih, tetapi terasa kosong. Ada dua kamar di atas, kamar utama-kamar Tuan Kusuma dan kamar satu yang biasanya dipakai Nyonya Besar ketika berkunjung. Aku buka kamar Tuan Kusuma, kesan maskulin terasa benar. Tercium pengharum ruangan beraroma kayu-kayuan. Cat abu-abu muda, perabotan kayu jati kombinasi dengan metal minimalis dengan sprei warna gelap dan lampu sorot dibeberapa titik. Selera anak muda sekarang. Aku rapikan beberapa pernak-pernik di atas meja nakas dan aku lihat berkas lamaranku di sana. Ah, keliling sebentar sudah capek. Besuk dilanjut lagi untuk kamar berikutnya, aku harus siapkan apa yang harus dikerjakan esok harinya. Cek kulkas, jadwal yang harus dimasak besuk. Ada titipan belanja dari Bik Inah, bahan-bahan kebersihan. Kata Bik Inah, belanja biasanya ke supermarket lengkap di dekat sini. Tap .... Tap .... Tap ... Suara langkah kaki yang bersepatu, saya melongokkan kepala dan terlihat laki-laki berumur sekitar 45 tahunan, perawakan tinggi agak kurus menenteng tas kerja. Segera saya berdiri menyambutnya. "Selamat malam Tuan Kusuma, perkenalkan saya Maharani karyawan baru." Dia mengganggu pelan sambil tersenyum dan menyerahkan tas kerjanya. "Tolong taruh di Meja kantor. Saya mau makan, siapkan cepat. Saya bersih-bersih dahulu." Oh, ini yang namanya Tuan Kusuma. Penampilan seorang bos memang lain. Segera kutata meja makan seperti tadi. Ditambah air putih hangat dan es teh manis di sampingnya. Aku tunggu di kursi agak jauh dari meja makan. "Mbak Rani. Kau duduk di sini saja, menemani saya makan sambil ngobrol-ngobrol," kata Tuan Kusuma sambil menunjuk kursi yang harus saya duduki. "Baik, Tuan." Mungkin beliau akan mewawancara saya, seperti bos kalau menerima karyawan baru. "Ini yang masak mbaknya, ya? Enak. Rendangnya gurih, dikasih apa? Terus ini pepesnya enak juga" tanyanya sambil mencicipin semua makanan yang tersedia. Mulutnya tidak berhenti mengunyah. "Rendangnya saya kasih koya kelapa, tuan. Kelapa sangrai yang ditumbuk halus. Kalau pepes ikannya, itu khas Banyuwangi. Ada rasa asam, manis dan pedas. Tetapi, pedasnya saya kurangi. Apa ada yang kurang, tuan?" deg-degan juga sih. Seperti test masakan saja. Semoga suka. "Tidak, sih. Saya suka semua. Oya, jangan panggil saya tuan. Seperti jaman penjajahan saja," katanya sambil terkekeh. Ternyata dia juga bisa melucu. "Panggil saya pak atau mas aja!" "Baik, pak!" Aku sengaja memanggilnya pak, bukan mas. Aku ingin tetap profesional, bagaimanapun dia adalah seorang majikan dan aku pekerja. "Rani! Aku panggil Rani ya. Buatkan saya seperti pepes ini, tapi, pakai udang. Buat makan siang saya. Besuk sopir kantor akan ambil. Oya, menu yang Anita susun kamu ganti saja. Terserah kamu, saya tidak sempat mikir. Saya yakin kamu pintar masak!" kata Tuan Kusuma sambil meneruskan makan malamnya. Sambil makan, dia bertanya tentang apa yang aku bisa kerjakan. Apakah bisa mengoperasikan komputer, bisa pakai internet dan tentunya bisa masak apa saja. Dia juga jelaskan, apa saja yang harus dikerjakan. "Hal-hal kecil di rumah, tolong kau atur. Saya tidak sempat" "Baik, pak. Apa ada lagi yang harus saya kerjakan?" tanyaku setelah makan malamnya selesai. "Saya masih ada pekerjaan sedikit. Tolong kamu buatkan minuman hangat? Tenggorokan saya, agak tidak enak." "Baik pak." Orang kaya memang enak dilihat dari jauh, tetapi sebenarnya tidak demikian. Pagi sampai sore kerja mengatur perusahaan. Malamnya masih kerja lagi. Huuuff .... Tanggung jawabnya besar. Banyak yang menggantungkan nasib di pundaknya. "Malam pak," aku ketok dulu pintunya sebelum masuk. Jahe hangat dan camilan biskuit di nampan. "Terima kasih ya. Kau duduk sebentar saja. Saya mau bicara." "Saya minta tolong. Amelia, anak saya. Dia sudah beranjak dewasa. Tolong dia diperhatikan, ya. Saya tidak sempat. Apalagi dia perempuan, kadang-kadang saya tidak mengerti apa maunya. Jangan sampai dia dijalan yang salah. Kasihan dia, pasti dia merasa kesepian," kata dia terlihat raut wajahnya sedih. "Kau sudah punya anak, kan?" "Anak saya sudah lulus SMA, pak." "Ok, siip. Anggap saja dia anakmu. Kalau nakal marahin saja. Saya tidak apa-apa kalau demi kebaikan. Tolong habis ini, lihat dia ya!" "Baik, pak." " Eh, tunggu!" teriak Tuan Kusuma ketika aku menutup pintu. Aku buka kembali pintunya. Matanya menyelidik melihatku dari atas ke bawah. Apa aku ada salah, ya? "Kamu akan sering mendampingi Amelia. Jadi penampilanmu harus sesuai. Besuk, kamu pergi belanja pakaian dengan Amelia. Pakai uang kas. Jangan uangmu!" "Ba-baik, Tuan. Tetapi, saya sudah bawa baju. Itu tidak perlu. Menurut saya ..." "Tidak perlu bagaimana?! Saya tidak mau anak saya malu karena penampilanmu! Nanti dia diejek sama teman-temannya. Kamu ngerti enggak sih. Jangan samakan dengan di kampung! Sudah, sana-sana!" katanya memotong, sambil mengibaskan tangan menyuruh aku segera pergi. Huufff .... Tadi baik, sekarang njulid. Seenaknya saja. Tidak mau dibantah. Aku merasa kesal, apa yang salah dengan penampilanku? Bersih dan rapi kok. Dasar bos! *** Astika Buana
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN